***
Sudah lewat beberapa hari sejak saya menangis diam-diam malam itu. Tangis yang ingin dipecahkan, tapi tak bisa.. karena semua akan bertanya, dan saya pastilah tak kan kuasa menjawabnya.
Efek jangarnya masih saya rasakan hingga sekarang. Kepala rasanya baru terbentur tembok, dan mata ini serasa sembab terus.. padahal biasa saja.
Syukurlah malam itu saya punya sahabat yang bisa menyadarkan saya akan sebuah momen yang baru saja tiba. Mungkin kejadiannya biasa saja, bahkan barangkali hanya permainan rasa. Rasa yang hanya saya saja yang memainkannya. Rasa hancur, rasa terkoyak, rasa bodoh, dan rasa tercampakkan. Tapi itulah momen.
Terjemah bebas yang saya karang sendiri, momen adalah kejadian tertentu yang istimewa, memberikan makna luar biasa, dan bisa jadi merupakan titik balik bagi kehidupan seseorang.
Momen ternyata garing kalau dibuat sendiri. Asli ini pengalaman pribadi. Mau muhasabah taun baru, mau ulang taun, mau sebuah perayaan, tetep aja garing kalau menyengajakan tanggal itu dibuat sebagai momen.
Momen 'enaknya' datang dengan sendirinya sebagai sebuah lecutan, sebagai jawaban atas do'a kita agar selalu ada dalam penjagaanNya.
Mungkin sakit, mungkin juga tidak, tergantung kekebalan kita saat itu.
Hanya bagian hati yang bersih yang bisa menangkapnya sebagai aba-aba untuk sebuah perubahan. Tentunya ke arah yang lebih baik.
Momen bagai sebuah alat pembangkit energi aktivasi.
Bila telah meluncur dan mencapai kecepatan konstan, maka tetap butuh daya agar tak terhenti dan jatuh. Bila jatuh, maka kemungkinan terburuk kita hancur berkeping-keping, tak bisa bangkit lagi, dan kemungkinan terbaiknya adalah kita harus mengumpulkan energi aktivasi baru. Dan itu berat, kecuali ada momen lagi. Momen yang lebih besar agar kita bisa merasakan takut yang amat sangat bila kita jatuh lagi.
Ah cukuplah momen satu kali saja untuk membuat kita meluncur. Bila jatuh lagi dan jatuh lagi.. bisa jadi judulnya hanya jatuh bangun, tanpa bisa mencapai sesuatu.
Rugilah kita bila hidup hanya dipakai untuk jatuh melulu. Meskipun tak kan bisa dipungkiri, itu adalah bagian dari hidup.
Cukuplah sekali jatuh di tempat yang ini, dan jangan jatuh lagi di tempat yang sama.
Biar terlihat kalau hidup kita ada majunya. Tak selalu jalan di tempat.
Hari ini masih jadi hari kritis bagi saya.. berpegang kesana kemari agar tak ada kata jatuh. Sayang kalau jatuh karena momen yang sudah saya lalui bagus banget.
Gak terlalu nyakitin, tapi membawa perubahan cukup besar.
Membuat saya tau bahwa diri ini ternyata bisa. Bisa. Bisa.
Bisa, dan harus bisa dengan pertolongan-Nya.
... yuhuuuuuuu.....
... yes, I can !!
... zwing!!!
... I will be freee !!!
***
Selasa, 29 Desember 2009
one moment in time
***
Each day I live
I want to be
A day to give
The best of me
I'm only one
But not alone
My finest day
Is yet unknown
I broke my heart
Fought every gain
To taste the sweet
I face the pain
I rise and fall
Yet through it all
This much remains
I want one moment in time
When I'm more than I thought I could be
When all of my dreams are a heartbeat away
And the answers are all up to me
Give me one moment in time
When I'm racing with destiny
Then in that one moment of time
I will feel
I will feel eternity
I've lived to be
The very best
I want it all
No time for less
I've laid the plans
Now lay the chance
Here in my hands
Give me one moment in time
When I'm more than I thought I could be
When all of my dreams are a heartbeat away
And the answers are all up to me
Give me one moment in time
When I'm racing with destiny
Then in that one moment of time
I will feel
I will feel eternity
You're a winner for a lifetime
If you seize that one moment in time
Make it shine
Give me one moment in time
When I'm more than I thought I could be
When all of my dreams are a heartbeat away
And the answers are all up to me
Give me one moment in time
When I'm racing with destiny
Then in that one moment of time
I will be
I will be
I will be free
I will be
I will be free
***
Each day I live
I want to be
A day to give
The best of me
I'm only one
But not alone
My finest day
Is yet unknown
I broke my heart
Fought every gain
To taste the sweet
I face the pain
I rise and fall
Yet through it all
This much remains
I want one moment in time
When I'm more than I thought I could be
When all of my dreams are a heartbeat away
And the answers are all up to me
Give me one moment in time
When I'm racing with destiny
Then in that one moment of time
I will feel
I will feel eternity
I've lived to be
The very best
I want it all
No time for less
I've laid the plans
Now lay the chance
Here in my hands
Give me one moment in time
When I'm more than I thought I could be
When all of my dreams are a heartbeat away
And the answers are all up to me
Give me one moment in time
When I'm racing with destiny
Then in that one moment of time
I will feel
I will feel eternity
You're a winner for a lifetime
If you seize that one moment in time
Make it shine
Give me one moment in time
When I'm more than I thought I could be
When all of my dreams are a heartbeat away
And the answers are all up to me
Give me one moment in time
When I'm racing with destiny
Then in that one moment of time
I will be
I will be
I will be free
I will be
I will be free
***
Minggu, 27 Desember 2009
wekekeke....
***
Ketawa di malam buta begini... sakit perut biar ketawanya gak ngakak....
gara-gara bergosip sementara suami-suami kami tidur dan anak-anak kami di rumah kakek neneknya.....
gyahahahaha....gosip positip yu nou !!
--
Allah.. Ya Rahman Ya Rahiim...
Betapa semua sudah jadi takdir dari Mu,
memberikan sahabat-sahabat yang baik untuk saya =)
Semoga saya diberi kekuatan untuk menjalani semuanya,
tak ada yang perlu ditakutkan, dengan hadir-Mu
dan orang-orang yang kaudekatkan padaku ini.
-semakin semangat menjalani 2010-
semangat gigi empat-
ngebut coy!!! jyihhaa.... :)
***
Hmm.. tapi sebuah gantungan kunci keledai Eeyore mengingatkanku pada Sofi.
Eeyore, sahabat Winnie the Pooh.. yang baru saya belikan tadi siang saat jalan-jalan berdua dengan suamiku. Nanti biar jadi surprise buat Sofi saat pulang ke rumah.
Ke mana saja saya berjalan di area pertokoan, yang saya cari jadinya cuma satu: segala yang ada hubungannya dengan Winnie the Pooh.
Suamiku juga ikut-ikutan. Dia kemarin sempat belanja produk tertentu seharga lebih dari tiga puluh lima ribu rupiah demi mendapatkan sebuah mug Winnie.
Keluarga ini sedang demam Winnie....
Huks.. kangen anak-anak jadinya.... =(
***
Ketawa di malam buta begini... sakit perut biar ketawanya gak ngakak....
gara-gara bergosip sementara suami-suami kami tidur dan anak-anak kami di rumah kakek neneknya.....
gyahahahaha....gosip positip yu nou !!
--
Allah.. Ya Rahman Ya Rahiim...
Betapa semua sudah jadi takdir dari Mu,
memberikan sahabat-sahabat yang baik untuk saya =)
Semoga saya diberi kekuatan untuk menjalani semuanya,
tak ada yang perlu ditakutkan, dengan hadir-Mu
dan orang-orang yang kaudekatkan padaku ini.
-semakin semangat menjalani 2010-
semangat gigi empat-
ngebut coy!!! jyihhaa.... :)
***
Hmm.. tapi sebuah gantungan kunci keledai Eeyore mengingatkanku pada Sofi.
Eeyore, sahabat Winnie the Pooh.. yang baru saya belikan tadi siang saat jalan-jalan berdua dengan suamiku. Nanti biar jadi surprise buat Sofi saat pulang ke rumah.
Ke mana saja saya berjalan di area pertokoan, yang saya cari jadinya cuma satu: segala yang ada hubungannya dengan Winnie the Pooh.
Suamiku juga ikut-ikutan. Dia kemarin sempat belanja produk tertentu seharga lebih dari tiga puluh lima ribu rupiah demi mendapatkan sebuah mug Winnie.
Keluarga ini sedang demam Winnie....
Huks.. kangen anak-anak jadinya.... =(
***
Sabtu, 26 Desember 2009
ngapain ketemu...
***
Gak banyak waktu saya untuk menulis berpanjang-panjang saat ini. Sibuk? Iya, masih sibuk. Menyelesaikan segala administrasi akhir tahun, sampai akhirnya mudah-mudahan saya bisa bernafas lega 1 Januari 2010 nanti.
Hanya saja hari ini saya menyempatkan silaturahmi pada beberapa orang teman, dan sempat YM-an juga dengan seorang sahabat. Cukup lama dan panjang.
Hmm.. dari pertemuan di dunia nyata dan maya itu setitik membuat saya tersadar akan manfaat saya bagi orang lain.
Entah apakah saya bisa seperti mereka yang bisa membuat saya sebagai orang yang menemuinya, sejuk hati.
Tentu saja saya tetap akan jadi saya yang seperti ini. Tak terbersit pemikiran untuk berubah menjadi seorang yang bergaya kalem dan pendiam serta ucapannya sarat hikmah.
Xixi.. seluruh dunia bisa menatap saya dengan heran kalo saya jadi gitu.
Ah, sebelum saya berpikir bagaimana saya menebar manfaat kepada orang lain, di posting ini saya hanya ingin mensyukuri saja kalau saya punya teman-teman yang begitu menyenangkan. Begitu memperhatikan apa yang saya butuhkan. Bisa saya kontak 24 jam hanya untuk melampiaskan kesedihan, dan seketika itu juga bisa membuat saya tertawa terbahak-bahak.
Dan baru saja suami saya berbicara tentang cinta.
Hihi..getek.
Katanya sekarang banyak orang yang bingung mengartikan cinta. Kaditu bogoh kadieu bogoh tungtungna teu kawin-kawin, gitu katanya.
Yang bikin orang bingung memang konon katanya karena tak bisa melandaskan cinta pada sesuatu yang kokoh. Akhirnya tampak plin plan dan mudah terbawa angin. Akhirnya jatuh dalam kegamangan, dan siap dibawa angin lagi, tanpa tujuan.
Saya sadari saat ini selain suamiku, banyak orang yang tengah mencintai saya dengan landasan yang kokoh itu. Yang siap menempeleng saya saat saya berbuat salah, siap menemani saya dalam keadaan paling sulit sekalipun, senang kalau mereka dimintai tolong, dan malah marah kalau saya tak menceritakan masalah yang sedang saya hadapi.
Semoga kehadiran saya pun bisa memberi makna yang sama bagi mereka. Amiin :)
***
Gak banyak waktu saya untuk menulis berpanjang-panjang saat ini. Sibuk? Iya, masih sibuk. Menyelesaikan segala administrasi akhir tahun, sampai akhirnya mudah-mudahan saya bisa bernafas lega 1 Januari 2010 nanti.
Hanya saja hari ini saya menyempatkan silaturahmi pada beberapa orang teman, dan sempat YM-an juga dengan seorang sahabat. Cukup lama dan panjang.
Hmm.. dari pertemuan di dunia nyata dan maya itu setitik membuat saya tersadar akan manfaat saya bagi orang lain.
Entah apakah saya bisa seperti mereka yang bisa membuat saya sebagai orang yang menemuinya, sejuk hati.
Tentu saja saya tetap akan jadi saya yang seperti ini. Tak terbersit pemikiran untuk berubah menjadi seorang yang bergaya kalem dan pendiam serta ucapannya sarat hikmah.
Xixi.. seluruh dunia bisa menatap saya dengan heran kalo saya jadi gitu.
Ah, sebelum saya berpikir bagaimana saya menebar manfaat kepada orang lain, di posting ini saya hanya ingin mensyukuri saja kalau saya punya teman-teman yang begitu menyenangkan. Begitu memperhatikan apa yang saya butuhkan. Bisa saya kontak 24 jam hanya untuk melampiaskan kesedihan, dan seketika itu juga bisa membuat saya tertawa terbahak-bahak.
Dan baru saja suami saya berbicara tentang cinta.
Hihi..getek.
Katanya sekarang banyak orang yang bingung mengartikan cinta. Kaditu bogoh kadieu bogoh tungtungna teu kawin-kawin, gitu katanya.
Yang bikin orang bingung memang konon katanya karena tak bisa melandaskan cinta pada sesuatu yang kokoh. Akhirnya tampak plin plan dan mudah terbawa angin. Akhirnya jatuh dalam kegamangan, dan siap dibawa angin lagi, tanpa tujuan.
Saya sadari saat ini selain suamiku, banyak orang yang tengah mencintai saya dengan landasan yang kokoh itu. Yang siap menempeleng saya saat saya berbuat salah, siap menemani saya dalam keadaan paling sulit sekalipun, senang kalau mereka dimintai tolong, dan malah marah kalau saya tak menceritakan masalah yang sedang saya hadapi.
Semoga kehadiran saya pun bisa memberi makna yang sama bagi mereka. Amiin :)
***
Rabu, 09 Desember 2009
sibuk
***
Diberi kesibukan ternyata memang harus bersyukur. Mending sibuk dibanding sakit. Iya kan? Tinggal bagaimana kita memenej kesibukan agar pada akhirnya kita tidak disibukkan oleh hal-hal yang tidak penting. Seperti .. misalnya .. mencari barang yang hilang atau mengambil barang yang ketinggalan.
Arrrrggggghh.... di tengah kesibukan saya ternyata masih juga terselip hal-hal yang tidak penting seperti tadi. Menyimpan barang pada tempatnya masih juga belum bisa saya lakukan dengan konsisten. Nomadennya saya di tiga rumah memang sering juga jadi penyebabnya. Butuh di sini, tapi barangnya di sana... butuh di sana barangnya di sini...
Heu.. gak penting banget yak. Cuma saya nyadar aja, memang butuh kecerdasan agar kita bisa jadi manager untuk diri kita sendiri. Dan butuh kecerdasan ekstra untuk menjadi manager bagi suami dan anak-anak. Saya tak sesibuk selebriti yang perlu orang lain sebagai managernya. Saya cuma harus lebih cerdas, fokus, dan disiplin. Itu saja.
AYO!! Suami dan anak-anakmu membutuhkan kelihaianmu dalam memanage, Ier!!!
Sumangedh!!
***
Diberi kesibukan ternyata memang harus bersyukur. Mending sibuk dibanding sakit. Iya kan? Tinggal bagaimana kita memenej kesibukan agar pada akhirnya kita tidak disibukkan oleh hal-hal yang tidak penting. Seperti .. misalnya .. mencari barang yang hilang atau mengambil barang yang ketinggalan.
Arrrrggggghh.... di tengah kesibukan saya ternyata masih juga terselip hal-hal yang tidak penting seperti tadi. Menyimpan barang pada tempatnya masih juga belum bisa saya lakukan dengan konsisten. Nomadennya saya di tiga rumah memang sering juga jadi penyebabnya. Butuh di sini, tapi barangnya di sana... butuh di sana barangnya di sini...
Heu.. gak penting banget yak. Cuma saya nyadar aja, memang butuh kecerdasan agar kita bisa jadi manager untuk diri kita sendiri. Dan butuh kecerdasan ekstra untuk menjadi manager bagi suami dan anak-anak. Saya tak sesibuk selebriti yang perlu orang lain sebagai managernya. Saya cuma harus lebih cerdas, fokus, dan disiplin. Itu saja.
AYO!! Suami dan anak-anakmu membutuhkan kelihaianmu dalam memanage, Ier!!!
Sumangedh!!
***
Minggu, 29 November 2009
tak seindah dulu
***
Baru pulang dari pangalengan buat bagi-bagi daging hewan qurban.
Sejak gempa di bulan Ramadhan kemarin, saya baru ke sana lagi, melihat-lihat lagi situasi di sana.
Banyak rumah roboh yang belum juga dibangun, dan masih banyak pula ternyata orang-orang yang masih tinggal di tenda. Tendanya cukup bagus dan tertutup rapat. Tapi bagaimanapun itu adalah tenda. Berdiri di sebelah bangunan yang telah luluh lantak.
Tak berlama-lama tadi saya mengajak Sofi mengelilingi rumah nenek yaitu rumah uyutnya Sofi yaitu rumah mamahku sewaktu kecil ini. Hujan rintik-rintik membuat kami segera kembali ke dalam rumah.
Tidak ada hal aneh yang saya tunjukkan pada Sofi, kecuali cerita berulang yang saya sampaikan padanya, kalau dulu.. di sebelah kanan rumah ini, yang kini jadi lapangan voli itu adalah kolam ikan berhiaskan teratai. Ikannya besar, sebesar betis papa.
Nah.. di halaman depan.. dulu banyak bunga borondong dan bunga aster, juga mawar berwarna-warni, sementara sekeliling rumah dipagari bunga bakung dan melati. Kalau di sebelah kiri rumah, yang kini jadi kebun tak terurus, itu dulunya kebun strawberry dan di sebelah sananya kebun nanas dan waluh. Mau kentang? tomat? wortel? kol? Tinggal naik agak ke atas, ke dekat makam keluarga.
Ah.. ke mana pula pohon jambu dan alpukatnya sekarang ya?
.. yang ini rumah yang di belakang ini.. dulunya kandang ayam. Dan di atas itu ada kandang sapi dan domba.
Saya sibuk mengenang saat-saat saya bermain di sekeliling rumah nenekku ini.. sementara barangkali Sofi tak bisa membayangkan, bagaimana bentuknya bunga aster, bakung, borondong, apalagi teratai .. juga bagaimana bentuknya pohon waluh yang merambat, pohon nanas yang bentuknya begitu itu.. pohon alpukat.. dan bahkan ada pohon manggis dan delima.
Tak ada larangan pula untuk main air di sini. Air dari pancuran mengalir tanpa henti 24 jam. Aliran air yang cukup besar dari lubang berdiameter 5 cm. Dijamin puas main perahu kertas di selokan kecil sekeliling rumah.
Sofi tampak takjub juga ketika saya ceritakan betapa satu ruangan penuh sebesar dua kali kamar di rumah, isinya ratusan ekor ayam yang berderet-deret, dan setiap pagi nenek ngambilin telurnya yang udah menggelinding ke depan ayam.
Bahkan Arif tak percaya saat mamahku cerita kalo kamar di depan itu dulunya jadi tempat beternak ulat sutra. Satu kamar penuh isinya ulat.
Huhuhuu.. rindu saya membuncah pada emah dan pa aki. Nenekku almarhumah, dan kakekku almarhum.
Sosok-sosok sederhana yang asli orang desa.
Mereka adalah petani ulung yang tidak sempat sekolah tinggi, tapi dapat ilmu turun temurun saja dan bekerja keras sepanjang hari untuk menyekolahkan kesembilan putra putri mereka di kota.
Pa Aki, yang bahkan suaranya saya lupa-lupa ingat karena pendiamnya, tiap harinya memakai pakaian amat seadanya. Berlapis-lapis khas petani pangalengan yang bekerja di tengah suhu rendah.
Celana panjang lusuh, kemeja lengan pendek kumal, kaos kaki yang ditarik hingga menutupi celana panjangnya sampai lutut, sepatu boot, sarung tangan, plus topi petani. Tak lupa sebatang djarum coklat selalu menempel di sudut kanan bibirnya. Dilepas hanya pada saat beliau tidur, makan, dan ke kamar mandi.
Bicara? tetap dengan sebatang rokok itu di bibirnya.
Cangkul, arit, pisau, dan golok melengkapi penampilannya. Perawakannya kecil, tapi tampak gesit.
Benar-benar beliau jarang sekali bicara. Saya hanya menontonnya saja setiap beliau bekerja sambil sesekali memakan buah yang beliau lemparkan pada saya.
Emah, nenekku, khasnya adalah mengecek, apakah semua yang ada di rumah sudah makan atau belum. Nyuruh makan terus. Makan lagi, makan lagi.
Memang di sana segala ada sih.. mau daging ayam tinggal potong, telur selalu tersedia, sayuran tinggal pilih, susu tinggal peras, bahkan camilan? Tinggal nyomotin caramel dari dapur. Dulu di rumah nenekku itu juga memproduksi permen susu caramel. Hmm...
Arif sampe bilang "Kok Ummi tau cara bikin permen caramel?"
Haa.. dulu Umi memang diajari sama Uyut, dari mulai mengolah, sampe ngebungkusin satu-satu. Arif tampak 'kabita', membayangkan bila di sekitar saya dulu dikelilingi ratusan permen caramel.
Saya paling suka juga kalau ikut emah ngasih makan ayam. Tiap pintu kandang dibuka, ratusan ayam itu bangkit dan berpetok petok riuh minta diberi makan.
Saya yang saat itu masih TK-SD, selalu merasa jadi artis tiap masuk kandang ayam.
Ingin rasanya saya membawa Arif dan Sofi ke masa lalu saat saya menjadikan halaman ini sebagai tempat bermain yang luar biasa mengasyikkan.
Dulu ke sini saya selalu membawa boneka kertas saya, dan berimajinasi dengan memainkannya di dekat pohon strawberry, sambil memetiki buah-buahnya yang sudah merah.
Sementara ini, adalah pemandangan kebun teh yang bisa saya nikmati lewat jendela kamar tidur:
Embun..
Wah.. saya jadi mikir nih.. anakku tau embun gak ya?
Dulu saya senang bermain embun.
Di sana itu.. di tengah kebun teh yang terhampar luas tepat di depan rumah.
Tinggal jalan 500 meter ke arah utara, maka saya sudah berada di tengah kebun teh.
Jam tujuh pagi, setiap kali saya menginap di sini, bisa dipastikan saya sudah ada di tengah sana, berbasah-basah dengan embun.
Segar.
Ugh.. para keponakanku tadi, malah sibuk dengan playstationnya di ruang tengah rumah nenekku ini. Kalau dulu.. nonton TV saja rasanya rugi. Di sini mending dipake main di luar daripada diam diam di rumah.
Sekarang mau gimana lagi.. di luar udah gak ada yang asyik.
Sejak kakek dan nenek saya meninggal, sapi dan domba dijual satu persatu.. ayam rasanya kok menghilang begitu saja. Pohon-pohon tak terurus.
Tak ada penerus tahta kerajaan pertanian dan peternakan di sana. Semua jadi pegawai kantoran dan tinggal di kota. Tersisa paman dan bibi yang kerja di kelurahan saja sekarang.
Dan gempa kemarin seakan jadi puncak kerusakan, sampai-sampai acara lebaran pun pindah tempat jadi ke rumah orang tua saya, padahal seumur hidup barangkali ya.. saya menghabiskan lebaran di pangalengan.
Teman-teman SMA saya, sekitar 25 orang setidaknya masih bisa menikmati rumah ini, tahun 1995an... kita sempat menginap dan berjalan-jalan mengitari kebun tehnya.
Dulu itu masih lumayanlah... tak serusak sekarang.
Makanya saat saya upload foto gempa di fb kemarin, banyak teman sekelas saya yang menyatakan turut belasungkawa. Tengkyu...
***
(Foto-foto di atas diambil setahun yang lalu, 2008)
Baru pulang dari pangalengan buat bagi-bagi daging hewan qurban.
Sejak gempa di bulan Ramadhan kemarin, saya baru ke sana lagi, melihat-lihat lagi situasi di sana.
Banyak rumah roboh yang belum juga dibangun, dan masih banyak pula ternyata orang-orang yang masih tinggal di tenda. Tendanya cukup bagus dan tertutup rapat. Tapi bagaimanapun itu adalah tenda. Berdiri di sebelah bangunan yang telah luluh lantak.
Tak berlama-lama tadi saya mengajak Sofi mengelilingi rumah nenek yaitu rumah uyutnya Sofi yaitu rumah mamahku sewaktu kecil ini. Hujan rintik-rintik membuat kami segera kembali ke dalam rumah.
Tidak ada hal aneh yang saya tunjukkan pada Sofi, kecuali cerita berulang yang saya sampaikan padanya, kalau dulu.. di sebelah kanan rumah ini, yang kini jadi lapangan voli itu adalah kolam ikan berhiaskan teratai. Ikannya besar, sebesar betis papa.
Nah.. di halaman depan.. dulu banyak bunga borondong dan bunga aster, juga mawar berwarna-warni, sementara sekeliling rumah dipagari bunga bakung dan melati. Kalau di sebelah kiri rumah, yang kini jadi kebun tak terurus, itu dulunya kebun strawberry dan di sebelah sananya kebun nanas dan waluh. Mau kentang? tomat? wortel? kol? Tinggal naik agak ke atas, ke dekat makam keluarga.
Ah.. ke mana pula pohon jambu dan alpukatnya sekarang ya?
.. yang ini rumah yang di belakang ini.. dulunya kandang ayam. Dan di atas itu ada kandang sapi dan domba.
Saya sibuk mengenang saat-saat saya bermain di sekeliling rumah nenekku ini.. sementara barangkali Sofi tak bisa membayangkan, bagaimana bentuknya bunga aster, bakung, borondong, apalagi teratai .. juga bagaimana bentuknya pohon waluh yang merambat, pohon nanas yang bentuknya begitu itu.. pohon alpukat.. dan bahkan ada pohon manggis dan delima.
Tak ada larangan pula untuk main air di sini. Air dari pancuran mengalir tanpa henti 24 jam. Aliran air yang cukup besar dari lubang berdiameter 5 cm. Dijamin puas main perahu kertas di selokan kecil sekeliling rumah.
Sofi tampak takjub juga ketika saya ceritakan betapa satu ruangan penuh sebesar dua kali kamar di rumah, isinya ratusan ekor ayam yang berderet-deret, dan setiap pagi nenek ngambilin telurnya yang udah menggelinding ke depan ayam.
Bahkan Arif tak percaya saat mamahku cerita kalo kamar di depan itu dulunya jadi tempat beternak ulat sutra. Satu kamar penuh isinya ulat.
Huhuhuu.. rindu saya membuncah pada emah dan pa aki. Nenekku almarhumah, dan kakekku almarhum.
Sosok-sosok sederhana yang asli orang desa.
Mereka adalah petani ulung yang tidak sempat sekolah tinggi, tapi dapat ilmu turun temurun saja dan bekerja keras sepanjang hari untuk menyekolahkan kesembilan putra putri mereka di kota.
Pa Aki, yang bahkan suaranya saya lupa-lupa ingat karena pendiamnya, tiap harinya memakai pakaian amat seadanya. Berlapis-lapis khas petani pangalengan yang bekerja di tengah suhu rendah.
Celana panjang lusuh, kemeja lengan pendek kumal, kaos kaki yang ditarik hingga menutupi celana panjangnya sampai lutut, sepatu boot, sarung tangan, plus topi petani. Tak lupa sebatang djarum coklat selalu menempel di sudut kanan bibirnya. Dilepas hanya pada saat beliau tidur, makan, dan ke kamar mandi.
Bicara? tetap dengan sebatang rokok itu di bibirnya.
Cangkul, arit, pisau, dan golok melengkapi penampilannya. Perawakannya kecil, tapi tampak gesit.
Benar-benar beliau jarang sekali bicara. Saya hanya menontonnya saja setiap beliau bekerja sambil sesekali memakan buah yang beliau lemparkan pada saya.
Emah, nenekku, khasnya adalah mengecek, apakah semua yang ada di rumah sudah makan atau belum. Nyuruh makan terus. Makan lagi, makan lagi.
Memang di sana segala ada sih.. mau daging ayam tinggal potong, telur selalu tersedia, sayuran tinggal pilih, susu tinggal peras, bahkan camilan? Tinggal nyomotin caramel dari dapur. Dulu di rumah nenekku itu juga memproduksi permen susu caramel. Hmm...
Arif sampe bilang "Kok Ummi tau cara bikin permen caramel?"
Haa.. dulu Umi memang diajari sama Uyut, dari mulai mengolah, sampe ngebungkusin satu-satu. Arif tampak 'kabita', membayangkan bila di sekitar saya dulu dikelilingi ratusan permen caramel.
Saya paling suka juga kalau ikut emah ngasih makan ayam. Tiap pintu kandang dibuka, ratusan ayam itu bangkit dan berpetok petok riuh minta diberi makan.
Saya yang saat itu masih TK-SD, selalu merasa jadi artis tiap masuk kandang ayam.
Ingin rasanya saya membawa Arif dan Sofi ke masa lalu saat saya menjadikan halaman ini sebagai tempat bermain yang luar biasa mengasyikkan.
Dulu ke sini saya selalu membawa boneka kertas saya, dan berimajinasi dengan memainkannya di dekat pohon strawberry, sambil memetiki buah-buahnya yang sudah merah.
Sementara ini, adalah pemandangan kebun teh yang bisa saya nikmati lewat jendela kamar tidur:
Embun..
Wah.. saya jadi mikir nih.. anakku tau embun gak ya?
Dulu saya senang bermain embun.
Di sana itu.. di tengah kebun teh yang terhampar luas tepat di depan rumah.
Tinggal jalan 500 meter ke arah utara, maka saya sudah berada di tengah kebun teh.
Jam tujuh pagi, setiap kali saya menginap di sini, bisa dipastikan saya sudah ada di tengah sana, berbasah-basah dengan embun.
Segar.
Ugh.. para keponakanku tadi, malah sibuk dengan playstationnya di ruang tengah rumah nenekku ini. Kalau dulu.. nonton TV saja rasanya rugi. Di sini mending dipake main di luar daripada diam diam di rumah.
Sekarang mau gimana lagi.. di luar udah gak ada yang asyik.
Sejak kakek dan nenek saya meninggal, sapi dan domba dijual satu persatu.. ayam rasanya kok menghilang begitu saja. Pohon-pohon tak terurus.
Tak ada penerus tahta kerajaan pertanian dan peternakan di sana. Semua jadi pegawai kantoran dan tinggal di kota. Tersisa paman dan bibi yang kerja di kelurahan saja sekarang.
Dan gempa kemarin seakan jadi puncak kerusakan, sampai-sampai acara lebaran pun pindah tempat jadi ke rumah orang tua saya, padahal seumur hidup barangkali ya.. saya menghabiskan lebaran di pangalengan.
Teman-teman SMA saya, sekitar 25 orang setidaknya masih bisa menikmati rumah ini, tahun 1995an... kita sempat menginap dan berjalan-jalan mengitari kebun tehnya.
Dulu itu masih lumayanlah... tak serusak sekarang.
Makanya saat saya upload foto gempa di fb kemarin, banyak teman sekelas saya yang menyatakan turut belasungkawa. Tengkyu...
***
(Foto-foto di atas diambil setahun yang lalu, 2008)
Jumat, 27 November 2009
diem di rumah
***
Judulnya lagi geje.
Libur panjang Idul Adha. Jum'at, Sabtu, Minggu.
Mestinya banyak yang bisa saya kerjakan saat saya gak mesti ke apotek, dan diam-diam saja di rumah seperti sekarang.
Tapi memang ujian waktu luang itu adalah ujian berat.
Ternyata segala macem jadi males. Mo ngapa-ngapain males.
Sebetulnya udah bawa kerjaan dari apotek ke rumah. Dan, alhamduliLlah selesai.
Sekarang udah online YM, online FB, tapi tak kunjung ada yang ngajak chatting.
Hahaha... gak laku gw.
Nyapa duluan? Yang onlen lagi pada gak asik...:P
Herannya saat kerjaan saya numpuk, online di apotek, adaaa aja yang nyapa, curhat, nanya, ngajak ngobrol...
Kalo lagi diem-diem di rumah dan mati gaya begini (buat yang saya ambil statusnya hari ini tolong jangan protes), saya sering terkagum-kagum sama ibu rumah tangga 'sejati' yang sepanjang harinya diam di rumah, ataupun bisnis di rumah.. pokonya selalu di rumah, tapi tampak survive.
Huhu... saya sih bakal ngehang tuh kalo kayak gitu.
Sejak SMP saya selalu beredar ke mana-mana dan terkesan pantang diam di rumah. Ngiderrr terusss.. sampe sekarang.
Dulu pernah beberapa bulan jadi orang rumahan, tapi itu waktu Arif/Sofi bayi. Taulah kalo ngurus bayi, pagi sampe malem rasanya sibuk terus.
Yup.. sekarang masih mending saya mau nulis juga walau ngacaprak begini..
Rindu hari kerja, saat saya merasa dikejar waktu.
Mengejar deadline yang dibuat sendiri kok ya rasanya kurang greget....
(halah. deadline?? nyontek istilah siapa lagi tuh??)
***
Judulnya lagi geje.
Libur panjang Idul Adha. Jum'at, Sabtu, Minggu.
Mestinya banyak yang bisa saya kerjakan saat saya gak mesti ke apotek, dan diam-diam saja di rumah seperti sekarang.
Tapi memang ujian waktu luang itu adalah ujian berat.
Ternyata segala macem jadi males. Mo ngapa-ngapain males.
Sebetulnya udah bawa kerjaan dari apotek ke rumah. Dan, alhamduliLlah selesai.
Sekarang udah online YM, online FB, tapi tak kunjung ada yang ngajak chatting.
Hahaha... gak laku gw.
Nyapa duluan? Yang onlen lagi pada gak asik...:P
Herannya saat kerjaan saya numpuk, online di apotek, adaaa aja yang nyapa, curhat, nanya, ngajak ngobrol...
Kalo lagi diem-diem di rumah dan mati gaya begini (buat yang saya ambil statusnya hari ini tolong jangan protes), saya sering terkagum-kagum sama ibu rumah tangga 'sejati' yang sepanjang harinya diam di rumah, ataupun bisnis di rumah.. pokonya selalu di rumah, tapi tampak survive.
Huhu... saya sih bakal ngehang tuh kalo kayak gitu.
Sejak SMP saya selalu beredar ke mana-mana dan terkesan pantang diam di rumah. Ngiderrr terusss.. sampe sekarang.
Dulu pernah beberapa bulan jadi orang rumahan, tapi itu waktu Arif/Sofi bayi. Taulah kalo ngurus bayi, pagi sampe malem rasanya sibuk terus.
Yup.. sekarang masih mending saya mau nulis juga walau ngacaprak begini..
Rindu hari kerja, saat saya merasa dikejar waktu.
Mengejar deadline yang dibuat sendiri kok ya rasanya kurang greget....
(halah. deadline?? nyontek istilah siapa lagi tuh??)
***
Rabu, 18 November 2009
maaf
***
Agak susah untuk menulis karena banyaaaaaaaaaaaaaaaaak yang mesti diprioritaskan,
ternyata .. saya sibuk ...
***
Agak susah untuk menulis karena banyaaaaaaaaaaaaaaaaak yang mesti diprioritaskan,
ternyata .. saya sibuk ...
***
Jumat, 06 November 2009
mual muntah pada ibu (tidak hamil)
***
"Nay, saya mual-mual Nay..."
"Waaaah... Teteeeeehhh..... selamaaaat!!"
"Diem Nay... saya serius !! mual banget.."
Saya pun langsung lari ke toilet apotek yang agak jauh di belakang...
memuntahkan seluruh makanan yang baru beberapa suap saya telan.
Pucat pasi saya kembali ke ruang racik.
Inay, apoteker magang yang siang itu menemani saya jaga, menatap saya penuh tanya.
"Kayaknya... gara-gara bekel makan saya nih Nay..."
kata saya, mencoba menjawab tatapan Inay sekaligus menepis dugaan dia bahwa saya hamil.
Syukurlah siang itu ada Inay. Kalau enggak, maka saya akan muntah-muntah di depan para pelanggan apotek.
Enam kali saya bolak-balik ke toilet memuntahkan segala yang masih ada di lambung, sampai ke dasar-dasarnya.
Tiap Inay bertanya sesuatu, saya muntah. Tiap saya berdiri, saya muntah. Saya ingat terakhir saya mual muntah begini sewaktu hamil Arif. Sepulang dari bimbingan tugas akhir saat draft saya diobrak-abrik oleh Pak Charles alm. Syukurlah saya gak muntah di ruangan beliau saat itu. (Hati-hati untuk para dosen yang punya mahasiswi bimbingan tengah hamil muda, salah omong bisa jadi anda dimuntahi).
Di ruang dokter gigi apotek siang itu saya terkapar, menyesali apa yang telah saya makan, seraya berpikir bagaimana cara saya pulang, karena metoklopramid yang saya minum pun termuntahkan kembali.
Emang salah makan apa Ier?
Dasar ibu-ibu ya... perutnya emang udah biasa jadi tong sampah. Sejak Arif Sofi makan makanan padat, makanan mereka seringkali mampir di perut saya kalau tidak habis. Sampai sekarang.
Pada hari naas itu, pagi-pagi, di rumah saya menggoreng nasi tanakan kemarin, untuk sarapan suami dan anak-anak.
Enak, alhamduliLlah.. tapi saking riweuhnya saya sendiri hanya makan sesuap dua suap.
Sisa nasi goreng yang masih ada di katel saya bawa dengan niat dimakan di apotek. Sedikit lagi sih, tapi sayang kalau dibuang.
Ternyata kelupaan. Setibanya di apotek saya malah asyik ngurus segala faktur, orderan, dan utang piutang. Si Nasi Goreng tak berdaya.. nyungsep di dalam mobil yang semakin siang semakin tinggi suhu ruangnya.
Saya mulai lapar jam 10.30.
Ingat nasi yang lupa saya turunkan dari mobil.
Hmmm... saya buka tutup rantangnya dan gak saya hiraukan 'wangi' nasi yang menyeruak gak karuan, secara saya lapar sekali saat itu.
"Makan Nay"
"Iya Teh"
Cuma basa-basi seperti biasanya, karena saya tau Inay gak akan ikut makan bekel saya.
Hup.. hap... hup... hap.... serasa makan nasi goreng, padahal di dalamnya sudah muncul berbagai mikroorganisme. Sehingga memang saya benar-benar makan nasi 'goreng'....
Syukurlah Allah masih memberi saya autoimun sehingga ketika ada makhluk asing mampir di tubuh saya, saya langsung menolaknya. Muntah.
Biarlah.. mending muntah ini tak usah saya hentikan, biar semuanya racunnya keluar.
Kecemasan pada suami dan anak-anakku pun langsung muncul.
Sembari menahan mual, saya nelpon mamah, tanya kabar Sofi, apa dia baik-baik saja, karena tadi pagi kan dia makan nasi yang sama dengan yang saya makan.
AlhamduliLlah Sofi baik. Anak dan suamiku memang makannya tadi pagi, saat nasi masih fresh from katel. Mamahku jadi cemas karena saya lapor kalau saya muntah-muntah di apotek dan belom bisa pulang.
Giliran nelpon suamiku...
AlhamduliLlah suamiku baik-baik juga. Dan suamiku jadi ikutan khawatir mendengar lemahnya suara saya di telepon.
Demi mendengar kabar anak dan suamiku baik-baik saja (semoga Arif juga.. setidaknya gak ada telpon dari gurunya), mual saya berkurang. Kalau saja anak dan suamiku bermasalah dengan perutnya, betapa merasa bersalahnya saya.
Muntah yang ke enam kali, saya mulai khawatir pada diri sendiri. Takut mesti masuk rumah sakit untuk diinfus karena minum pun airnya termuntahkan kembali.
Sudahlah.. saya tenggak sebutir deminhidrinat dan langsung pamit pada Inay, pulang duluan. BismiLlah... kalo mual lagi paling berenti pinggir selokan...
Saya sampai ke rumah mamah dengan selamat dan Arif pun udah pulang. Dia oke.
Arif Sofi ribut bertanya "Umi kenapa.. Umi kenapa"
Saya jawab sekenanya.
Efek dari dimenhidrinat, saya gak muntah lagi... tapi ngantuk luar biasa.
Saya terkapar di kamar dan tidur. Sebelumnya saya bilang dulu ke mamah biar anak-anak gak usah mandi sore aja... Saya suka merasa bersalah kalau anak-anak dimandiin neneknya sementara saya 'cuma' tiduran.
Saya terbangun setelah beberapa menit terlelap. Kali ini karena sakit perut.
Walhasil... diare... empat kali bolak-balik ke belakang.
Fuhhhhh....rasanya hari itu saya turun berat badan berkilo-kilo.
Bada maghrib saya baru bisa merasakan lapar lagi, dan memakan biskuit sambil menunggu suami menjemput. AlhamduliLlah setelah itu sembuh.
Makanan memang selain musti halal... juga mesti thayyib. Penyakit juga biasanya kan berawal dari mulut. Kalo gak salah makan, ya salah omong.
Dan baru kemarin pula saya nelpon seorang teman, ibu-ibu juga.
Telpon saya disambut dengan suara lemah. Ternyata dia sedang diare parah. Gara-gara makan keju jamuran.
Punya keju di kulkas, jamuran.
Dia potong bagian jamurnya, dan disimpan lagi di kulkas.
Jamuran, potong lagi... simpan lagi...
Sampai dia berpikir.. kenapa gak dimakan aja.
Hap... haaaa... si kuman rasa keju terjun bebas ke lambung dan ususnya.
Akhirnya obat juga yang turun tangan setelah diarenya gak sembuh sampai dua hari.
Dibom dengan metronidazol+sulfametoksazol+trimetoprim... barulah si kuman mati.
Makanya Ibu-ibu... kalo sayang sama makanan jangan kelewatan ya....
mending makanan basi mah dijadikan sedekah buat cacing tanah atau kucing setempat. Itupun kalo kucingnya mau.
***
"Nay, saya mual-mual Nay..."
"Waaaah... Teteeeeehhh..... selamaaaat!!"
"Diem Nay... saya serius !! mual banget.."
Saya pun langsung lari ke toilet apotek yang agak jauh di belakang...
memuntahkan seluruh makanan yang baru beberapa suap saya telan.
Pucat pasi saya kembali ke ruang racik.
Inay, apoteker magang yang siang itu menemani saya jaga, menatap saya penuh tanya.
"Kayaknya... gara-gara bekel makan saya nih Nay..."
kata saya, mencoba menjawab tatapan Inay sekaligus menepis dugaan dia bahwa saya hamil.
Syukurlah siang itu ada Inay. Kalau enggak, maka saya akan muntah-muntah di depan para pelanggan apotek.
Enam kali saya bolak-balik ke toilet memuntahkan segala yang masih ada di lambung, sampai ke dasar-dasarnya.
Tiap Inay bertanya sesuatu, saya muntah. Tiap saya berdiri, saya muntah. Saya ingat terakhir saya mual muntah begini sewaktu hamil Arif. Sepulang dari bimbingan tugas akhir saat draft saya diobrak-abrik oleh Pak Charles alm. Syukurlah saya gak muntah di ruangan beliau saat itu. (Hati-hati untuk para dosen yang punya mahasiswi bimbingan tengah hamil muda, salah omong bisa jadi anda dimuntahi).
Di ruang dokter gigi apotek siang itu saya terkapar, menyesali apa yang telah saya makan, seraya berpikir bagaimana cara saya pulang, karena metoklopramid yang saya minum pun termuntahkan kembali.
Emang salah makan apa Ier?
Dasar ibu-ibu ya... perutnya emang udah biasa jadi tong sampah. Sejak Arif Sofi makan makanan padat, makanan mereka seringkali mampir di perut saya kalau tidak habis. Sampai sekarang.
Pada hari naas itu, pagi-pagi, di rumah saya menggoreng nasi tanakan kemarin, untuk sarapan suami dan anak-anak.
Enak, alhamduliLlah.. tapi saking riweuhnya saya sendiri hanya makan sesuap dua suap.
Sisa nasi goreng yang masih ada di katel saya bawa dengan niat dimakan di apotek. Sedikit lagi sih, tapi sayang kalau dibuang.
Ternyata kelupaan. Setibanya di apotek saya malah asyik ngurus segala faktur, orderan, dan utang piutang. Si Nasi Goreng tak berdaya.. nyungsep di dalam mobil yang semakin siang semakin tinggi suhu ruangnya.
Saya mulai lapar jam 10.30.
Ingat nasi yang lupa saya turunkan dari mobil.
Hmmm... saya buka tutup rantangnya dan gak saya hiraukan 'wangi' nasi yang menyeruak gak karuan, secara saya lapar sekali saat itu.
"Makan Nay"
"Iya Teh"
Cuma basa-basi seperti biasanya, karena saya tau Inay gak akan ikut makan bekel saya.
Hup.. hap... hup... hap.... serasa makan nasi goreng, padahal di dalamnya sudah muncul berbagai mikroorganisme. Sehingga memang saya benar-benar makan nasi 'goreng'....
Syukurlah Allah masih memberi saya autoimun sehingga ketika ada makhluk asing mampir di tubuh saya, saya langsung menolaknya. Muntah.
Biarlah.. mending muntah ini tak usah saya hentikan, biar semuanya racunnya keluar.
Kecemasan pada suami dan anak-anakku pun langsung muncul.
Sembari menahan mual, saya nelpon mamah, tanya kabar Sofi, apa dia baik-baik saja, karena tadi pagi kan dia makan nasi yang sama dengan yang saya makan.
AlhamduliLlah Sofi baik. Anak dan suamiku memang makannya tadi pagi, saat nasi masih fresh from katel. Mamahku jadi cemas karena saya lapor kalau saya muntah-muntah di apotek dan belom bisa pulang.
Giliran nelpon suamiku...
AlhamduliLlah suamiku baik-baik juga. Dan suamiku jadi ikutan khawatir mendengar lemahnya suara saya di telepon.
Demi mendengar kabar anak dan suamiku baik-baik saja (semoga Arif juga.. setidaknya gak ada telpon dari gurunya), mual saya berkurang. Kalau saja anak dan suamiku bermasalah dengan perutnya, betapa merasa bersalahnya saya.
Muntah yang ke enam kali, saya mulai khawatir pada diri sendiri. Takut mesti masuk rumah sakit untuk diinfus karena minum pun airnya termuntahkan kembali.
Sudahlah.. saya tenggak sebutir deminhidrinat dan langsung pamit pada Inay, pulang duluan. BismiLlah... kalo mual lagi paling berenti pinggir selokan...
Saya sampai ke rumah mamah dengan selamat dan Arif pun udah pulang. Dia oke.
Arif Sofi ribut bertanya "Umi kenapa.. Umi kenapa"
Saya jawab sekenanya.
Efek dari dimenhidrinat, saya gak muntah lagi... tapi ngantuk luar biasa.
Saya terkapar di kamar dan tidur. Sebelumnya saya bilang dulu ke mamah biar anak-anak gak usah mandi sore aja... Saya suka merasa bersalah kalau anak-anak dimandiin neneknya sementara saya 'cuma' tiduran.
Saya terbangun setelah beberapa menit terlelap. Kali ini karena sakit perut.
Walhasil... diare... empat kali bolak-balik ke belakang.
Fuhhhhh....rasanya hari itu saya turun berat badan berkilo-kilo.
Bada maghrib saya baru bisa merasakan lapar lagi, dan memakan biskuit sambil menunggu suami menjemput. AlhamduliLlah setelah itu sembuh.
Makanan memang selain musti halal... juga mesti thayyib. Penyakit juga biasanya kan berawal dari mulut. Kalo gak salah makan, ya salah omong.
Dan baru kemarin pula saya nelpon seorang teman, ibu-ibu juga.
Telpon saya disambut dengan suara lemah. Ternyata dia sedang diare parah. Gara-gara makan keju jamuran.
Punya keju di kulkas, jamuran.
Dia potong bagian jamurnya, dan disimpan lagi di kulkas.
Jamuran, potong lagi... simpan lagi...
Sampai dia berpikir.. kenapa gak dimakan aja.
Hap... haaaa... si kuman rasa keju terjun bebas ke lambung dan ususnya.
Akhirnya obat juga yang turun tangan setelah diarenya gak sembuh sampai dua hari.
Dibom dengan metronidazol+sulfametoksazol+trimetoprim... barulah si kuman mati.
Makanya Ibu-ibu... kalo sayang sama makanan jangan kelewatan ya....
mending makanan basi mah dijadikan sedekah buat cacing tanah atau kucing setempat. Itupun kalo kucingnya mau.
***
Kamis, 29 Oktober 2009
hati-hati loperamid !!
***
Hari Ahad kemarin, teman saya dengan paniknya menelpon.. mengabarkan keponakannya (2 tahun) masuk ICU setelah minum setengah tablet imodium. Perut membengkak, diikuti sesak nafas, dan serangan pada jantung.
InnaliLlahiii... anak dikasih imodium???
"Itu dibeli atas resep dokter Ir !!"
Glek.. saya semakin merinding mendengarnya... sedikit ketakutan karena tablet putih kecil mungil itu tersedia di apotek saya dalam jumlah banyak, dan entah kenapa di bulan september kemarin tablet itu laku keras.
Dan Selasa kemarin, teman saya itu mengabarkan via sms bahwa keponakannya telah meninggal dunia. Dan penyebabnya jelas, karena reaksi dari penggunaan imodium. InnaliLlahii wa inna ilaihi raaji'uun...
Mohon maaf karena saya menggunakan merek dalam tulisan ini dengan jelas.. biar para pembaca lebih ngeh aja..
Memang rata-rata orang lebih mengenal merek kan, daripada nama generiknya??
Masyarakat sudah mengenal imodium atau Lodia yang berisi loperamid 2mg ini sebagai obat yang tokcer untuk pengobatan diare. Sayangnya memang mereka seringkali kenal tokcernya saja daripada mengenal seberapa keraskah obat tersebut mempengaruhi tubuh.
Saya sebagai apoteker saja taunya sedikit-sedikit seiring jam terbang di apotek. Ada kasus.. baru nyari literaturnya. Learning by doing tea.
Belum sampai tamat juga sih.. saya mengkaji seberapa kerasnya imodium yang berisi loperamid ini. Tapi saya tau, obat ini amatlah berbahaya. Mewanti-wanti setiap pembelinya agar menggunakan obat tersebut sesuai dosis. Jelas penggunaannya untuk siapa (harus untuk di atas 14 tahun), pun penyebabnya apa. Bila dalam dua hari tidak sembuh, hentikan! Pembelian pun saya batasi hanya sampai empat tablet saja. Mending orangnya bolak-balik aja ke apotek daripada nyetok obat macam ini di rumah.
Penggunanya harus sudah pernah menggunakan obat diare lain yang ringan, yang dijual bebas. Bila sudah mencoba dan tidak sembuh, okelah saya kasih imodium.
Lebih bagus lagi kalau mereka memintanya atas resep dokter.
Tapi parahnya, di kasus teman saya ini, Imodium memang diminum atas resep dokter.
Ah.. saya bisa nyalahin dokternya, ya bisa juga nyalahin apotekernya, atau siapapun yang nerima resep. Lha kok nurut-nurut aja apa kata dokter !! Pake dong ilmu obatnya coy!
Syukurlah asisten saya cukup berhati-hati. Baru saja selasa pekan lalu dia nelepon saya dari apotek
"Bu, boleh gak anak dikasih imodium??" dan tentu saja jawaban saya tidak.
Huhuhuuu.. kalo inget kejadian itu saya merinding lagiiii....
Sampai saat ini masih juga tersisa sedikit ketakutan, karena masyarakat kadang suka kreatif sendiri.
Apa yang dia minum tokcer.. dikasih juga buat anak dalam dosis setengah atau seperempatnya. Ya gak bisa gitu lah.
Pernah kejadian tuh, kebetulan ini di wilayah apotek teman saya. Bapak-bapak beli imodium karena diare. Dan ketika anaknya diare juga.. ehh.. dia kreatif saja memotong imodium seperempatnya dan diberikan pada anaknya (4 tahun). Walhasil, setahun terakhir ini anaknya itu bermasalah ketika BAB. Amat susah keluarnya kecuali diberi pencahar.
Sooo.. teman-teman, tentu saja kasus ini tak berhenti pada loperamid saja. Banyak obat-obatan lain yang kita harus berhati-hati dalam menggunakannya, terutama untuk anak, lansia, ibu hamil dan menyusui.
Untuk teman-teman dokter, saya sebagai apoteker cukup rajin lho menyarankan para pelanggan untuk pergi ke dokter terlebih dahulu sebelum memutuskan obat apa yang dipakai. Apalagi jika sakitnya membutuhkan diagnosa yang lebih jelas.
Tapi biasalah, .. orang-orang.. digituin malah protes..
...
Oya punten juga di sini gak saya share lebih jelasnya mengenai farmakologi dari loperamid.. heuheu..
Barangkali teman-teman saya di 'serambi sehat' bisa lebih ilmiah dalam membahasnya.
Mohon do'anya ya temans, agar saya bisa lebih amanah lagi dalam mengemban profesi sebagai apoteker di apotek..
***
Hari Ahad kemarin, teman saya dengan paniknya menelpon.. mengabarkan keponakannya (2 tahun) masuk ICU setelah minum setengah tablet imodium. Perut membengkak, diikuti sesak nafas, dan serangan pada jantung.
InnaliLlahiii... anak dikasih imodium???
"Itu dibeli atas resep dokter Ir !!"
Glek.. saya semakin merinding mendengarnya... sedikit ketakutan karena tablet putih kecil mungil itu tersedia di apotek saya dalam jumlah banyak, dan entah kenapa di bulan september kemarin tablet itu laku keras.
Dan Selasa kemarin, teman saya itu mengabarkan via sms bahwa keponakannya telah meninggal dunia. Dan penyebabnya jelas, karena reaksi dari penggunaan imodium. InnaliLlahii wa inna ilaihi raaji'uun...
Mohon maaf karena saya menggunakan merek dalam tulisan ini dengan jelas.. biar para pembaca lebih ngeh aja..
Memang rata-rata orang lebih mengenal merek kan, daripada nama generiknya??
Masyarakat sudah mengenal imodium atau Lodia yang berisi loperamid 2mg ini sebagai obat yang tokcer untuk pengobatan diare. Sayangnya memang mereka seringkali kenal tokcernya saja daripada mengenal seberapa keraskah obat tersebut mempengaruhi tubuh.
Saya sebagai apoteker saja taunya sedikit-sedikit seiring jam terbang di apotek. Ada kasus.. baru nyari literaturnya. Learning by doing tea.
Belum sampai tamat juga sih.. saya mengkaji seberapa kerasnya imodium yang berisi loperamid ini. Tapi saya tau, obat ini amatlah berbahaya. Mewanti-wanti setiap pembelinya agar menggunakan obat tersebut sesuai dosis. Jelas penggunaannya untuk siapa (harus untuk di atas 14 tahun), pun penyebabnya apa. Bila dalam dua hari tidak sembuh, hentikan! Pembelian pun saya batasi hanya sampai empat tablet saja. Mending orangnya bolak-balik aja ke apotek daripada nyetok obat macam ini di rumah.
Penggunanya harus sudah pernah menggunakan obat diare lain yang ringan, yang dijual bebas. Bila sudah mencoba dan tidak sembuh, okelah saya kasih imodium.
Lebih bagus lagi kalau mereka memintanya atas resep dokter.
Tapi parahnya, di kasus teman saya ini, Imodium memang diminum atas resep dokter.
Ah.. saya bisa nyalahin dokternya, ya bisa juga nyalahin apotekernya, atau siapapun yang nerima resep. Lha kok nurut-nurut aja apa kata dokter !! Pake dong ilmu obatnya coy!
Syukurlah asisten saya cukup berhati-hati. Baru saja selasa pekan lalu dia nelepon saya dari apotek
"Bu, boleh gak anak dikasih imodium??" dan tentu saja jawaban saya tidak.
Huhuhuuu.. kalo inget kejadian itu saya merinding lagiiii....
Sampai saat ini masih juga tersisa sedikit ketakutan, karena masyarakat kadang suka kreatif sendiri.
Apa yang dia minum tokcer.. dikasih juga buat anak dalam dosis setengah atau seperempatnya. Ya gak bisa gitu lah.
Pernah kejadian tuh, kebetulan ini di wilayah apotek teman saya. Bapak-bapak beli imodium karena diare. Dan ketika anaknya diare juga.. ehh.. dia kreatif saja memotong imodium seperempatnya dan diberikan pada anaknya (4 tahun). Walhasil, setahun terakhir ini anaknya itu bermasalah ketika BAB. Amat susah keluarnya kecuali diberi pencahar.
Sooo.. teman-teman, tentu saja kasus ini tak berhenti pada loperamid saja. Banyak obat-obatan lain yang kita harus berhati-hati dalam menggunakannya, terutama untuk anak, lansia, ibu hamil dan menyusui.
Untuk teman-teman dokter, saya sebagai apoteker cukup rajin lho menyarankan para pelanggan untuk pergi ke dokter terlebih dahulu sebelum memutuskan obat apa yang dipakai. Apalagi jika sakitnya membutuhkan diagnosa yang lebih jelas.
Tapi biasalah, .. orang-orang.. digituin malah protes..
...
Oya punten juga di sini gak saya share lebih jelasnya mengenai farmakologi dari loperamid.. heuheu..
Barangkali teman-teman saya di 'serambi sehat' bisa lebih ilmiah dalam membahasnya.
Mohon do'anya ya temans, agar saya bisa lebih amanah lagi dalam mengemban profesi sebagai apoteker di apotek..
***
Sabtu, 24 Oktober 2009
mengetik sepuluh jari
***
Satu-satunya barangkali, ilmu yang benar-benar bisa saya aplikasikan seumur hidup saya dari pelajaran kelas 1 SMA adalah ilmu mengetik sepuluh jari.
Dulu dinamai pelajaran ketrampilan. Semester dua kalau tidak salah, kami memperoleh pelajaran tersebut dari seorang ibu guru bernama Ibu Yoyoh Rokayah (semoga Allah melimpahkan kasih sayang Nya pada ibu guru kami ini).
Dan bisa jadi bila saya tidak memiliki ketrampilan mengetik , saya bakal males banget mengupdate blog ini. Secara kini bagi saya mengetik di atas tuts keyboard komputer itu sepeti layaknya bicara saja... tak hafal bagaimana cara mengeluarkan huruf L atau H (dari tenggorokan atau lidah?).. ya pokonya keluar aja.
Bagi pengetik sejati seperti saya.. , udah gak hafal lagi di manakah letak huruf K atau F di keyboard. Bila ditanya, atau lebih tepatnya bertanya pada diri sendiri (karena siapa juga yang mo nanya) di manakah letak huruf K? Maka saya akan membengkokkan jari-jari saya dan mengetik sesuatu di udara, yang ada huruf K nya.. misal K O D O K
nah.. barulah saya bisa jawab.
Barangkali juga, semua siswa di Indonesia mendapatkan pelajaran ketrampilan ini, dan bisa jadi Anda adalah salah satunya.
Ha.. pasti ingat ya.. gimana dulu waktu sekolah kita mesti bawa-bawa mesin tik.
Yang di sekolah biasanya mesin tik gede kayak di kelurahan. Saya sendiri memilih untuk bawa sendiri dari rumah. Mesin tik merah bermerek 'brother'.
Berat, apalagi saya musti ngangkot atau ngebis. Khawatir juga mesin tik saya ketinggalan di dalam kendaraan umum itu.
Pernah ketinggalan sih.. tapi di dalam kelas. Saat itu saya merasa jadi orang penting ketika seseorang bilang kalau akang X (kelas 2) nyariin saya. Hoho.. siapa yang tak kenal akang X?? Ganteng, sholeh, dan pintar.
Ada apakah gerangan dia mencari saya?
Akhirnya dari kejauhan saya lihat si akang itu berjalan agak miring ke kiri, secara di tangan kanannya beliau menenteng.. .. apa tu.. hihi.. 'brother'ku !!
"Ini ketinggalan di kelas..", katanya sambil senyum. Beliau memang gantian kelasnya dengan saya. Dia giliran masuk siang saat itu. Kebetulan pula di tutup mesin tik tertempel label nama saya. Dan saya? siapa sih yang gak kenal?
"Waduh.. makasih banyak Kang ...", jawab saya sambil menerima si 'brother', tentu dengan senyum yang mudah-mudahan manis, seraya berkata dalam hati "semoga hubungan kita berlanjut tak hanya sampai di sini.."
Si Akang ganteng itu mengangguk, masih dengan senyumnya.. heu.. geer aja gw, padahal kali di hatinya mah dia berkata, "Sial lo!! Nyusahin gw aja !!"
.. gak segitunya kali ya..
Saya tidak tau pasti bagaimana anak-anak sekolah sekarang diajari ketrampilan mengetik. Masihkah dengan mesin tik biasa? atau pindah ke komputerkah? Kalo digoogling, saat ini banyak fasilitas software yang dapat mengajari kita mengetik sepuluh jari ya...
Tapi saya justru merasa bahwa belajar mengetik sepuluh jari dengan mesin tik biasa bisa lebih cepat. Kenapa?
Masih ingat saya, bagaimana kelingking kiri saya 'jontor' gara-gara dipaksa berlatih mengetik huruf A A A A... ratusan kali...belom lagi beberapa jari seringkali terjepit di antara tuts. Begitu menderita, tapi dengan begitu setiap hurufnya begitu berkesan hingga meninggalkan sakit yang mendalam di setiap jari saya, kecuali jempol. Jempol kanan masih mending ngetik spasi. Lha yang kiri.. dilihat-lihat kok dia gak ada fungsinya ya? hehe.. tuh kan .. ngacung aja palingan..
Makin sakit di jari, makin hafal saya hurufnya...
si A itulah memang yang paling berkesan (yang namanya dari A gak usah ngacung).
Udah mah ngetoknya pake kelingking, kiri pula.. halaaaaah...
Selesai pelajaran di akhir semester genap itu, saya lupa dapat nilai berapa.. tapi okelah saya sudah bisa mengetik dengan seluruh hurufnya ditutup selotip hitam.
Beberapa kali mengetik di luar pelajaran, saya masih intip-intip huruf dan menempatkan jari tidak pada tempatnya, alias sekenanya. Pun mata saya masih juga terpaku pada keyboard, tidak pada kertas tik atau layar komputer.
Untungnya saya nyadar aja waktu itu, kalo saya gak konsisten mempraktekkan ketrampilan mengetik yang udah saya dapet, maka sia-sia saja selama satu semester saya diberi ilmu ini, bawa-bawa mesin tik sampe pegel, dan menjontorkan jari-jari ini tanpa rasa kasihan. Sayang.
Akhirnya dalam keadaan apapun.. biar lambat mengetiknya, saya coba memasang empat jari kiri di ASDF, lima jari kanan di spasiJKL;, memaku pandangan di layar komputer atau kertas mesin tik, dan.. menulis.
AlhamduliLlah, alah bisa karena biasa. Kini sesedikit apapun saya mengetik, kebiasaan itu tetap berlanjut, dan kalau dites di sini, hasilnya adalah:
52 words
Cobain deh.. tes kecepatan mengetik Anda..
***
Satu-satunya barangkali, ilmu yang benar-benar bisa saya aplikasikan seumur hidup saya dari pelajaran kelas 1 SMA adalah ilmu mengetik sepuluh jari.
Dulu dinamai pelajaran ketrampilan. Semester dua kalau tidak salah, kami memperoleh pelajaran tersebut dari seorang ibu guru bernama Ibu Yoyoh Rokayah (semoga Allah melimpahkan kasih sayang Nya pada ibu guru kami ini).
Dan bisa jadi bila saya tidak memiliki ketrampilan mengetik , saya bakal males banget mengupdate blog ini. Secara kini bagi saya mengetik di atas tuts keyboard komputer itu sepeti layaknya bicara saja... tak hafal bagaimana cara mengeluarkan huruf L atau H (dari tenggorokan atau lidah?).. ya pokonya keluar aja.
Bagi pengetik sejati seperti saya.. , udah gak hafal lagi di manakah letak huruf K atau F di keyboard. Bila ditanya, atau lebih tepatnya bertanya pada diri sendiri (karena siapa juga yang mo nanya) di manakah letak huruf K? Maka saya akan membengkokkan jari-jari saya dan mengetik sesuatu di udara, yang ada huruf K nya.. misal K O D O K
nah.. barulah saya bisa jawab.
Barangkali juga, semua siswa di Indonesia mendapatkan pelajaran ketrampilan ini, dan bisa jadi Anda adalah salah satunya.
Ha.. pasti ingat ya.. gimana dulu waktu sekolah kita mesti bawa-bawa mesin tik.
Yang di sekolah biasanya mesin tik gede kayak di kelurahan. Saya sendiri memilih untuk bawa sendiri dari rumah. Mesin tik merah bermerek 'brother'.
Berat, apalagi saya musti ngangkot atau ngebis. Khawatir juga mesin tik saya ketinggalan di dalam kendaraan umum itu.
Pernah ketinggalan sih.. tapi di dalam kelas. Saat itu saya merasa jadi orang penting ketika seseorang bilang kalau akang X (kelas 2) nyariin saya. Hoho.. siapa yang tak kenal akang X?? Ganteng, sholeh, dan pintar.
Ada apakah gerangan dia mencari saya?
Akhirnya dari kejauhan saya lihat si akang itu berjalan agak miring ke kiri, secara di tangan kanannya beliau menenteng.. .. apa tu.. hihi.. 'brother'ku !!
"Ini ketinggalan di kelas..", katanya sambil senyum. Beliau memang gantian kelasnya dengan saya. Dia giliran masuk siang saat itu. Kebetulan pula di tutup mesin tik tertempel label nama saya. Dan saya? siapa sih yang gak kenal?
"Waduh.. makasih banyak Kang ...", jawab saya sambil menerima si 'brother', tentu dengan senyum yang mudah-mudahan manis, seraya berkata dalam hati "semoga hubungan kita berlanjut tak hanya sampai di sini.."
Si Akang ganteng itu mengangguk, masih dengan senyumnya.. heu.. geer aja gw, padahal kali di hatinya mah dia berkata, "Sial lo!! Nyusahin gw aja !!"
.. gak segitunya kali ya..
Saya tidak tau pasti bagaimana anak-anak sekolah sekarang diajari ketrampilan mengetik. Masihkah dengan mesin tik biasa? atau pindah ke komputerkah? Kalo digoogling, saat ini banyak fasilitas software yang dapat mengajari kita mengetik sepuluh jari ya...
Tapi saya justru merasa bahwa belajar mengetik sepuluh jari dengan mesin tik biasa bisa lebih cepat. Kenapa?
Masih ingat saya, bagaimana kelingking kiri saya 'jontor' gara-gara dipaksa berlatih mengetik huruf A A A A... ratusan kali...belom lagi beberapa jari seringkali terjepit di antara tuts. Begitu menderita, tapi dengan begitu setiap hurufnya begitu berkesan hingga meninggalkan sakit yang mendalam di setiap jari saya, kecuali jempol. Jempol kanan masih mending ngetik spasi. Lha yang kiri.. dilihat-lihat kok dia gak ada fungsinya ya? hehe.. tuh kan .. ngacung aja palingan..
Makin sakit di jari, makin hafal saya hurufnya...
si A itulah memang yang paling berkesan (yang namanya dari A gak usah ngacung).
Udah mah ngetoknya pake kelingking, kiri pula.. halaaaaah...
Selesai pelajaran di akhir semester genap itu, saya lupa dapat nilai berapa.. tapi okelah saya sudah bisa mengetik dengan seluruh hurufnya ditutup selotip hitam.
Beberapa kali mengetik di luar pelajaran, saya masih intip-intip huruf dan menempatkan jari tidak pada tempatnya, alias sekenanya. Pun mata saya masih juga terpaku pada keyboard, tidak pada kertas tik atau layar komputer.
Untungnya saya nyadar aja waktu itu, kalo saya gak konsisten mempraktekkan ketrampilan mengetik yang udah saya dapet, maka sia-sia saja selama satu semester saya diberi ilmu ini, bawa-bawa mesin tik sampe pegel, dan menjontorkan jari-jari ini tanpa rasa kasihan. Sayang.
Akhirnya dalam keadaan apapun.. biar lambat mengetiknya, saya coba memasang empat jari kiri di ASDF, lima jari kanan di spasiJKL;, memaku pandangan di layar komputer atau kertas mesin tik, dan.. menulis.
AlhamduliLlah, alah bisa karena biasa. Kini sesedikit apapun saya mengetik, kebiasaan itu tetap berlanjut, dan kalau dites di sini, hasilnya adalah:
52 words
Cobain deh.. tes kecepatan mengetik Anda..
***
Kamis, 22 Oktober 2009
demi waktu dhuha
***
Memang ilmu dan hikmah itu datangnya tak selalu dari seorang kyai.
Cuma berawal dari YMan iseng dengan seorang brondong.. halah..
Waktu itu memang kami sedang mendiskusikan sesuatu yang kaitannya dengan bisnis dan keuangan.. cie...
Barangkali ngobrol sama dia mah kebanyakan becandanya daripada seriusnya, tapi di salah satu kalimatnya dia bilang gini...
"Kenapa enggak disholat-dhuhakan aja Teh?"
Rasanya kok kata-kata itu begitu dalam buat saya. Dari seseorang yang barangkali tidak sehebat Ustadz Yusuf Mansyur dalam hal menyarankan sholat Dhuha. Tapi begitu mengena saat itu.
Bukannya gak tahu, bukannya tak pernah mengerjakan.
Tapi saya seringkali sesempatnya saja untuk sholat dhuha. Asal-asalan pula tanpa menghafalkan do'anya..
Heu.. barangkali niat saya memang masih matre sih.. ingin limpahan rezeki yang banyak.. Tapi ya saya pikir tak adalah salahnya jika memang saya meminta pada Nya, Sang Penguasa Dunia dan Seisinya, biar Dia melimpahkan rezekiNya untuk saya.
Setelah chattingan itu saya jadi nyoba ngusahain banget buat sholat Dhuha (hohoho.. saya belom berterimakasih padanya untuk ini - semoga Allah melimpahkan barokah baginya, aamiin..).
Biasanya saya sempatkan setelah nganter anak2 sekolah..
Di rumah, atau di mesjid sekolahnya Sofi.
Kalau diniatkan ternyata bisa yaaa... dan kerasanya bisa asik gitu kerja seharian, yakin kalo rezeki mah emang Allah yang ngatur.
Hee.. tau kan do'a ba'da sholat Dhuha.. yang saya pikir sih ni do'a matre pisan
AstaghfiruLlah.. mohon ampun bila saya salah ucap, tapi dengan do'a ini memang kita punya kalimat yang bagus untuk meminta rezeki pada Nya:
Artinya: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, ... Wahai Tuhanku, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah. Dengan kebenaran dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu, kekuasaan-Mu, kudrat-Mu, (Wahai Tuhanku) datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.
Nah.. bagus kan?
Yuk ah jadi orang kaya dengan sholat Dhuha...
***
Memang ilmu dan hikmah itu datangnya tak selalu dari seorang kyai.
Cuma berawal dari YMan iseng dengan seorang brondong.. halah..
Waktu itu memang kami sedang mendiskusikan sesuatu yang kaitannya dengan bisnis dan keuangan.. cie...
Barangkali ngobrol sama dia mah kebanyakan becandanya daripada seriusnya, tapi di salah satu kalimatnya dia bilang gini...
"Kenapa enggak disholat-dhuhakan aja Teh?"
Rasanya kok kata-kata itu begitu dalam buat saya. Dari seseorang yang barangkali tidak sehebat Ustadz Yusuf Mansyur dalam hal menyarankan sholat Dhuha. Tapi begitu mengena saat itu.
Bukannya gak tahu, bukannya tak pernah mengerjakan.
Tapi saya seringkali sesempatnya saja untuk sholat dhuha. Asal-asalan pula tanpa menghafalkan do'anya..
Heu.. barangkali niat saya memang masih matre sih.. ingin limpahan rezeki yang banyak.. Tapi ya saya pikir tak adalah salahnya jika memang saya meminta pada Nya, Sang Penguasa Dunia dan Seisinya, biar Dia melimpahkan rezekiNya untuk saya.
Setelah chattingan itu saya jadi nyoba ngusahain banget buat sholat Dhuha (hohoho.. saya belom berterimakasih padanya untuk ini - semoga Allah melimpahkan barokah baginya, aamiin..).
Biasanya saya sempatkan setelah nganter anak2 sekolah..
Di rumah, atau di mesjid sekolahnya Sofi.
Kalau diniatkan ternyata bisa yaaa... dan kerasanya bisa asik gitu kerja seharian, yakin kalo rezeki mah emang Allah yang ngatur.
Hee.. tau kan do'a ba'da sholat Dhuha.. yang saya pikir sih ni do'a matre pisan
AstaghfiruLlah.. mohon ampun bila saya salah ucap, tapi dengan do'a ini memang kita punya kalimat yang bagus untuk meminta rezeki pada Nya:
Artinya: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, ... Wahai Tuhanku, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah. Dengan kebenaran dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu, kekuasaan-Mu, kudrat-Mu, (Wahai Tuhanku) datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.
Nah.. bagus kan?
Yuk ah jadi orang kaya dengan sholat Dhuha...
***
Sabtu, 17 Oktober 2009
go offline..
***
Akhir-akhir ini rada takut mau visible di fb.
Soalnya serem..
pernah disapa sama orang gak saya kenal.
Dia mengadd saya duluan (tentu saja) dan saya confirm hanya karena mutual friendnya lebih dari 30 orang. Teman SMA rupanya. Cowok, berinisial.. katakanlah XY.
XY ini memang sering tampak online dan barangkali saat itu orangnya lagi iseng.
Siapa yang gak kaget coba.. disapa cowok yang gak dikenal gitu dengan pertanyaan
"Halo Irma, udah mandi belum?"
Jangankan sama cowok yang gak kenal, sama yang kenal aja mungkin saya udah misuh-misuh ditanya kayak gitu. Tataran sepupu masih oke lah...
iniiiii???? apa urusan elo gw udah mandi apa belom??
Sambil terkaget-kaget saya jawab:
"udah"
Setelah itu dia bilang:
"oh.. kirain belom.. soalnya di sini bau asem"
Ya ampuuuuun.. udah mah SKSD, ni cowok garing bangeeeet!!
Saya cuma jawab:
"hehe"
Kacrutnya gw, .. mestinya gak usah dijawab aja ya waktu itu.. atau off sekalian.
Tapi saya malah sibuk membuka wallnya...lihat foto-fotonya.
Sumpe dehh.. gak kenaaal!!
Kok bisa ya.. biasanya temen satu sekolah seenggak kenalnya juga masih terlintas gitu di ingatan. Ini mah enggak.
Saya mau bilang kalo saya gak kenal juga masa iya.. dia udah 'akrab' gitu..
Lihat mutual friendnya.. hmmm.. kebanyakan anak2 fis2 dan fis4.. mm.. berarti dulunya kelas lantai atas. Sama dengan kelasku.
Sayangnya nama XY ini sepertinya nama samaran. Infonya enggak lengkap juga.
Dia nanya lagi:
"lagi ngapain Ir?"
Saya jawab:
"lagi nyuapin anak-anak"
hanya untuk memastikan kalo dia nyadar kalo gw dah kawin.
Dan setelah itu saya lupa dia nanya apa lagi. Yang jelas bersyukurlah dia gak berlanjut dengan pertanyaan yang gombal seperti tadi.
Saya cari siapa temen SMAku yang lagi ol fb. Ada satu.. tapi dia bukan mutual friend. Gapapalah.. Temen sekelas saya, cowok.. BA namanya. Kalo sama yang ini kebetulan memang biasa YMan.
Irma: "B.. di fb gak ngefriend sama XY ya?"
BA: "enggak.. kenapa gitu?"
Irma: bla..bla.. saya ceritain kasusnya
BA: "coba kasih ke saya fotonya sekarang biar saya lihat"
Irma: "gak usah deng.. gak penting lah.. biarin aja"
BA: "Gak apa-apa, biar saya lihat profil dan ciri-cirinya"
Irma: -baru nyadar kalo BA ini ajun komisaris polisi-
"hehe.. kesannya gw lapor polisi gini ya?? hahaha..."
BA: "tenang.. ini baru pendataan.. belum masuk registrasi.. haha"
Karena buru-buru mau nganter anak-anak sekolah, saya pun pamit pada BA, dan tidak pamit pada XY... offline.
Ah, sekarang mikir-mikir dulu deh kalo mau visible di fb..
terlalu banyak yang ngefans..
Itu baru satu cerita.. ada dua cerita lainnya sih, tapi memang yang ini yang paling bikin kapok...
***
Akhir-akhir ini rada takut mau visible di fb.
Soalnya serem..
pernah disapa sama orang gak saya kenal.
Dia mengadd saya duluan (tentu saja) dan saya confirm hanya karena mutual friendnya lebih dari 30 orang. Teman SMA rupanya. Cowok, berinisial.. katakanlah XY.
XY ini memang sering tampak online dan barangkali saat itu orangnya lagi iseng.
Siapa yang gak kaget coba.. disapa cowok yang gak dikenal gitu dengan pertanyaan
"Halo Irma, udah mandi belum?"
Jangankan sama cowok yang gak kenal, sama yang kenal aja mungkin saya udah misuh-misuh ditanya kayak gitu. Tataran sepupu masih oke lah...
iniiiii???? apa urusan elo gw udah mandi apa belom??
Sambil terkaget-kaget saya jawab:
"udah"
Setelah itu dia bilang:
"oh.. kirain belom.. soalnya di sini bau asem"
Ya ampuuuuun.. udah mah SKSD, ni cowok garing bangeeeet!!
Saya cuma jawab:
"hehe"
Kacrutnya gw, .. mestinya gak usah dijawab aja ya waktu itu.. atau off sekalian.
Tapi saya malah sibuk membuka wallnya...lihat foto-fotonya.
Sumpe dehh.. gak kenaaal!!
Kok bisa ya.. biasanya temen satu sekolah seenggak kenalnya juga masih terlintas gitu di ingatan. Ini mah enggak.
Saya mau bilang kalo saya gak kenal juga masa iya.. dia udah 'akrab' gitu..
Lihat mutual friendnya.. hmmm.. kebanyakan anak2 fis2 dan fis4.. mm.. berarti dulunya kelas lantai atas. Sama dengan kelasku.
Sayangnya nama XY ini sepertinya nama samaran. Infonya enggak lengkap juga.
Dia nanya lagi:
"lagi ngapain Ir?"
Saya jawab:
"lagi nyuapin anak-anak"
hanya untuk memastikan kalo dia nyadar kalo gw dah kawin.
Dan setelah itu saya lupa dia nanya apa lagi. Yang jelas bersyukurlah dia gak berlanjut dengan pertanyaan yang gombal seperti tadi.
Saya cari siapa temen SMAku yang lagi ol fb. Ada satu.. tapi dia bukan mutual friend. Gapapalah.. Temen sekelas saya, cowok.. BA namanya. Kalo sama yang ini kebetulan memang biasa YMan.
Irma: "B.. di fb gak ngefriend sama XY ya?"
BA: "enggak.. kenapa gitu?"
Irma: bla..bla.. saya ceritain kasusnya
BA: "coba kasih ke saya fotonya sekarang biar saya lihat"
Irma: "gak usah deng.. gak penting lah.. biarin aja"
BA: "Gak apa-apa, biar saya lihat profil dan ciri-cirinya"
Irma: -baru nyadar kalo BA ini ajun komisaris polisi-
"hehe.. kesannya gw lapor polisi gini ya?? hahaha..."
BA: "tenang.. ini baru pendataan.. belum masuk registrasi.. haha"
Karena buru-buru mau nganter anak-anak sekolah, saya pun pamit pada BA, dan tidak pamit pada XY... offline.
Ah, sekarang mikir-mikir dulu deh kalo mau visible di fb..
terlalu banyak yang ngefans..
Itu baru satu cerita.. ada dua cerita lainnya sih, tapi memang yang ini yang paling bikin kapok...
***
Kamis, 15 Oktober 2009
Ci(N)Ta -2-
***
mencoba mengerti apa artiku bagi dirinya
mungkin bukan apa-apa
ada tidak adanya diriku akan sama saja baginya
kalau bukan karena cinta , aku tak kan peduli
tapi aku peduli..
dan aku tidak akan pernah meninggalkannya
walau berjuta kali dia menyakitiku..
***
... lebayyyy !!!
***
mencoba mengerti apa artiku bagi dirinya
mungkin bukan apa-apa
ada tidak adanya diriku akan sama saja baginya
kalau bukan karena cinta , aku tak kan peduli
tapi aku peduli..
dan aku tidak akan pernah meninggalkannya
walau berjuta kali dia menyakitiku..
***
... lebayyyy !!!
***
Selasa, 13 Oktober 2009
nyawalan
***
Ihhh..kayaknya enggak banget ni nyawalan di akhir syawal... heuheu...
Tapi apa daya 'gara-gara' sebuah note yang mampir di wall saya, menyatakan dalil-dalil bahwa bayar dulu, baru nyawal, dan saya gak punya alasan lain..sooo.. enam ditambah enam sama dengan dua belas pun jadi.
Enam hari bayar plus satu hari nyawal alhamduliLlah sudah saya lewati.
Bersyukurlah saya karena ditemani dua orang yang saat ini selalu ada di sekitar saya, my friend Eva dan Inay yang shaum juga.
Jadinya sempat buka bersama di apotek bareng Inay .. (mudah2an nanti sore juga), dan nanti abis nyawalan mau lebaran lagi sama Eva.
Makan-makaaaaaaaaaaaaaan...
Tapi memang dinikmati juga sich.. kayak sekarang, sahur sambil fesbukan.
Saur jam dua gini, bukan apa-apa..
Penyakit saya nih, kalo tidur malem kebangun, bawaannya susah tidur lagi.
Jadi we makan.
Nyam... susu murni, dua mini cornetto, nasi+sate+telor, real good coklat... hmm...
sekarang.. baru ngantuks.. yuuu....
***
Ihhh..kayaknya enggak banget ni nyawalan di akhir syawal... heuheu...
Tapi apa daya 'gara-gara' sebuah note yang mampir di wall saya, menyatakan dalil-dalil bahwa bayar dulu, baru nyawal, dan saya gak punya alasan lain..sooo.. enam ditambah enam sama dengan dua belas pun jadi.
Enam hari bayar plus satu hari nyawal alhamduliLlah sudah saya lewati.
Bersyukurlah saya karena ditemani dua orang yang saat ini selalu ada di sekitar saya, my friend Eva dan Inay yang shaum juga.
Jadinya sempat buka bersama di apotek bareng Inay .. (mudah2an nanti sore juga), dan nanti abis nyawalan mau lebaran lagi sama Eva.
Makan-makaaaaaaaaaaaaaan...
Tapi memang dinikmati juga sich.. kayak sekarang, sahur sambil fesbukan.
Saur jam dua gini, bukan apa-apa..
Penyakit saya nih, kalo tidur malem kebangun, bawaannya susah tidur lagi.
Jadi we makan.
Nyam... susu murni, dua mini cornetto, nasi+sate+telor, real good coklat... hmm...
sekarang.. baru ngantuks.. yuuu....
***
Minggu, 11 Oktober 2009
konsisten.. bisakah?
***
Seringkali saya berputus asa terhadap masalah konsistensi. Tapi seringkali juga saya bangkit dan menyusun kembali rencana.
Urusan konsistensi memang suamiku ahlinya. Kalo bukan karena topan badai tsunami, apapun dia terjang untuk melakukan apa yang jadi itikadnya.
Tak lepas dari ingatan saya saat suamiku mesti merelakan PDAnya pecah gara-gara suamiku jatuh kejeblos selokan saat hujan, saat dia mesti hadir di sebuah kursus bahasa arab. Banjir, selokan gak keliatan, dan dia mesti kejeblos ke dalam lubang selokan setinggi satu meter.
Hiks..hiks.. kalo saya, hujan sebesar itu barangkali hanya akan membuat saya diam saja di rumah. Materi kursus bahasa kan bisa nyusul... daripada kehujanan...
Ah, masalahku lebih besar daripada sebuah kursus bahasa, tapi kerasnya hati ini barangkali yang membuatku terjegal di tengah jalan.
Penghalang pastinya banyak, tapi tekad dan niat saya yang ternyata tidak mampu menerobosnya.
Besok senin, dan saya harus kembali pada segala agenda saya.
Lagi-lagi .. bismiLlah.. kapan lagi kalo bukan mulai besok?
(Eh.. sekarang..ya? hihi...)
Ayo!! Mulai dari SEKARANG !!
***
Naon sih?
Teuing lah .. da labelna oge NGACAPRAK ieu mah...
Seringkali saya berputus asa terhadap masalah konsistensi. Tapi seringkali juga saya bangkit dan menyusun kembali rencana.
Urusan konsistensi memang suamiku ahlinya. Kalo bukan karena topan badai tsunami, apapun dia terjang untuk melakukan apa yang jadi itikadnya.
Tak lepas dari ingatan saya saat suamiku mesti merelakan PDAnya pecah gara-gara suamiku jatuh kejeblos selokan saat hujan, saat dia mesti hadir di sebuah kursus bahasa arab. Banjir, selokan gak keliatan, dan dia mesti kejeblos ke dalam lubang selokan setinggi satu meter.
Hiks..hiks.. kalo saya, hujan sebesar itu barangkali hanya akan membuat saya diam saja di rumah. Materi kursus bahasa kan bisa nyusul... daripada kehujanan...
Ah, masalahku lebih besar daripada sebuah kursus bahasa, tapi kerasnya hati ini barangkali yang membuatku terjegal di tengah jalan.
Penghalang pastinya banyak, tapi tekad dan niat saya yang ternyata tidak mampu menerobosnya.
Besok senin, dan saya harus kembali pada segala agenda saya.
Lagi-lagi .. bismiLlah.. kapan lagi kalo bukan mulai besok?
(Eh.. sekarang..ya? hihi...)
Ayo!! Mulai dari SEKARANG !!
***
Naon sih?
Teuing lah .. da labelna oge NGACAPRAK ieu mah...
Sabtu, 03 Oktober 2009
bobogohan tapi riweuh
***
Lagi di rumah niy.. cuma berdua sama suami. Arif dan Sofi dijemput eyangnya kemaren sore, dan akan saya jemput paling besok siang.
Suamiku lagi tidur sekarang. Hmmm... malah jadi bingung mo ngapain.
Nulis aja..
Nulis kejadian yang rada heboh waktu bulan puasa kemarin, tapi belum sempet saya abadikan di blog ini.
Di malam ramadhan itu..seperti sekarang ini, Arif dan Sofi bermalam di rumah eyangnya.
Suamiku yang baru dapet THR saat itu ngajak saya buka puasa di luar. Ke sebuah restoran yang bagi saya.. cukup mewah.
Cukuplah beberapa tahun lalu saya dan teman-teman farmasi 96 buka bersama di sana, dan ternyata saya harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Hiks..
Tapi yo masa' saya nolak diajak makan sama suami sendiri? Lagian tempatnya memang romantis. Huhuy lah pokonya.
Apa boleh buat, .. hayu lah... kapan lagi coba..
Dengan sedikit memanfaatkan kesempatan, saya nyoba merayu suamiku buat sekalian beliin sepatu lebaran. Cewe matre..cewe matre..
Suamiku yang baik hati itu pun mengangguk. YESS...!!!
Selera saya dalam hal pakaian dan aksesoris kan memang murahan. So.. beli sepatu pun ke carrefour aja ah.
Carrefour Kiaracondong yang jadi tujuan kami.
BismiLlah.. kami pergi dari rumah pukul 16.00.
Keriweuhan pertama dimulai saat kami terjebak macet menjelang perempatan kircon.
Tidak tanggung-tanggung.. empat puluh lima menit harus kami habiskan di jalan, hanya dari cibiru sampai kircon, yang biasa ditempuh 15 menit saja melalui bypass.
Penyebabnya selain karena lampu merah yang lama merahnya, kendaraan padat berisi manusia-manusia lapar, juga ada mobil mogok di jalur kanan. Soooo... whew...
Sampai ke Carrefour, kami berjalan cepat ke arah swalayan. Di dekat pintu masuk sudah berjejer obralan sepatu. Kebetulan mereknya cukup terkenal dan sedang obral. Pilihan saya langsung jatuh pada sepatu di deretan pertama. Mudah saja.
Kebetulan pula sudah sepasang, sehingga ketika saya coba salah satunya di kaki kanan dan pas, saya pun langsung membawanya ke kasir, bersama dengan sepatu kirinya.
Menjelang kasir, saya iseng lihat nomornya. Lho.. koq beda.. kanan 37, kiri 38.
Saya langsung konfirmasi pada pelayannya.
"Mbak.. ini tolong carikan yang 37, soalnya pasangannya kok 38 ya?"
Kami menunggu beberapa lama... dan ternyata lama...
Si pelayan akhirnya muncul juga...
"Mbak..maaf.. 37 ini gak ada pasangannya"
Fuuuh... padahal saya udah cocok banget dengan modelnya...
Ya udah deh..
Lihat kanan, ada counter sepatu bata.
"Ke bata aja ..", kata saya sambil narik tangan suamiku.
Tidak lama saya milih, langsung ada yang cocok dan pas juga.
Nomor 4.
Di rak cuma ada yang kiri.
"Mas, tolong carikan pasangan yang ini", pinta saya pada pelayan yang kebetulan lewat.
Lama lagi saya menunggu.
10 menitan menjelang adzan, si mas tadi menghampiri saya..
"Maaf Bu.. yang ini gak ada pasangannya..."
"Wah? Masa sih?",
"Iya Bu.. gak ketemu ketemu..."
Pelayan itu nampak capek. Maklumlah menjelang lebaran, toko itu memang penuh sesak.
Sambil nahan ketawa saya hampiri suami yang lagi lihat-lihat barang di counter lain.
"Hahahaha... MasKa!! gak ada pasanganannya lagi!!!"
.. dasarrrrr....
Sebagai usaha terakhir, suamiku ngajak ke sebuah counter sepatu lain yang tampak sedikit lengang.
Tengok sana pegang sini, dan baru juga lihat harganya, saya sudah menggeleng.
MAHAL!
Masa' barang buat diinjek-injek gitu aja harganya 300 rebu.
Gak usah deh... bisa-bisa saya tenteng tu' sepatu ke mana-mana. Sayang kalo dipake di kaki.
"Ya udah, cari buat ngebatalin aja yuk di atas", suamiku ikutan nyerah, dan ngajak ke swalayannya carrefour. Di sana kami cuma nyari minuman ringan..
Adzan pun berkumandang, dan alhamduliLlah.. minuman sudah di tangan.
Tapi.. maaaasya Allaaaah..itu antrean kasirrr!!!
Mending kalo masing-masing pembeli belanjaannya dikit. Ini mah masing2 setroli besar penuh pulaa!
Yeahhhhh...
ya sudahlah.. kami akhirnya meminum minuman itu sebelum bayar, sembari mengantre di kasir.
Beli minuman doang.. sampe 15 menit ngantre di kasirnya..
Lepas dari carrefour, tentunya kami laper abis.
La..la...la.. sik asik asik.. tinggal makan neeeeh... saya mencoba menghibur diri untuk melupakan kekesalan demi kekesalan yang tadi kami lalui.
Syukurlah saya dan suami sama-sama easy going.. pantang mengeluh kalo udah ketiban 'sialnya' macet ataupun menunggu... ngeluh itu kan merusak suasana.
Duuu..duuu...duuu...
Tapi tiba-tiba .... apa yang terjadi sodara-sodara...?!?!!?
Ibu mertuaku nelpon
"Ir, ada di mana nih? Ini Sofi nangis mau ke Umminya katanya.. ke sini aja deh.. Irma sama Mas Wiska nginep aja sini.."
Tet toooooooooooooooot....
Laper saya langsung menciut jadi sedikit mual. Inget Sofi yang lagi nangis pengen ke saya....
Doooooooh.....
"Gimana?", kata suamiku yang kayaknya bingung juga.
"Mmmmm... "
-bingung.. bingung.. bingung...-
Suamiku sampe melambatkan kecepatan mobil.. karena kalo ke arah rumah mertuaku mobil mesti belok kanan, tapi kalo mau ke restoran yang dituju, mobil harus mengarah ke kiri di tikungan depan.
-tinimbang.. tinimbang..tinimbang...-
"Makan aja dulu!!", kataku mantap. Lebih tepatnya dimantap-mantapkan.
Saya tau, Sofi cuma lagi inget aja, dan biasanya gak bener-bener membutuhkan saya.
Saya tetep yakin adanya 'terus rasa' antara ibu dan anak. Kalo sayanya lapang, anak pun biasanya dilapangkan hatinya.
Mobil pun parkir di halaman restoran.
Dan AlhamduliLlah.. akhirnya kami pun bisa duduk berdua di restoran itu.
Walau.. hiks.. mesti duduk kursi tepat dekat pintu masuk... secara... restorannya penuuuuuuh banget sama yang buka bersama.
Tak apalah.. yang penting kami bisa pacaran...walau hampir setiap menitnya ada orang hilir mudik di dekat meja kami... grrrrh....
Suamiku pun manggil pelayan,
"Mas.. tolong fotoin dong" hihi.. ganjen amat ni penganten baru sembilan taon.
Pulang dari restoran mau gak mau kami 'terpaksa' menuju rumah mertua dan menginap di sana. Padahal kan asiknya berduaan di rumah sendiri sampe pagi..ehm...
*
Tapi ternyata memang kebahagiaan kami adalah saat kami disambut Arif Sofi, dan mereka berebutan tidur di dekat kami... berdesakan satu ranjang berempat..
Hihi.... maaf ya suamiku..
semoga masih ada malam untuk kita bisa berdua saja...
Dan AlhamduliLLah.. kenyataannya masih ada kemarin malam dan malam ini...
Ha ...
****
Lagi di rumah niy.. cuma berdua sama suami. Arif dan Sofi dijemput eyangnya kemaren sore, dan akan saya jemput paling besok siang.
Suamiku lagi tidur sekarang. Hmmm... malah jadi bingung mo ngapain.
Nulis aja..
Nulis kejadian yang rada heboh waktu bulan puasa kemarin, tapi belum sempet saya abadikan di blog ini.
Di malam ramadhan itu..seperti sekarang ini, Arif dan Sofi bermalam di rumah eyangnya.
Suamiku yang baru dapet THR saat itu ngajak saya buka puasa di luar. Ke sebuah restoran yang bagi saya.. cukup mewah.
Cukuplah beberapa tahun lalu saya dan teman-teman farmasi 96 buka bersama di sana, dan ternyata saya harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Hiks..
Tapi yo masa' saya nolak diajak makan sama suami sendiri? Lagian tempatnya memang romantis. Huhuy lah pokonya.
Apa boleh buat, .. hayu lah... kapan lagi coba..
Dengan sedikit memanfaatkan kesempatan, saya nyoba merayu suamiku buat sekalian beliin sepatu lebaran. Cewe matre..cewe matre..
Suamiku yang baik hati itu pun mengangguk. YESS...!!!
Selera saya dalam hal pakaian dan aksesoris kan memang murahan. So.. beli sepatu pun ke carrefour aja ah.
Carrefour Kiaracondong yang jadi tujuan kami.
BismiLlah.. kami pergi dari rumah pukul 16.00.
Keriweuhan pertama dimulai saat kami terjebak macet menjelang perempatan kircon.
Tidak tanggung-tanggung.. empat puluh lima menit harus kami habiskan di jalan, hanya dari cibiru sampai kircon, yang biasa ditempuh 15 menit saja melalui bypass.
Penyebabnya selain karena lampu merah yang lama merahnya, kendaraan padat berisi manusia-manusia lapar, juga ada mobil mogok di jalur kanan. Soooo... whew...
Sampai ke Carrefour, kami berjalan cepat ke arah swalayan. Di dekat pintu masuk sudah berjejer obralan sepatu. Kebetulan mereknya cukup terkenal dan sedang obral. Pilihan saya langsung jatuh pada sepatu di deretan pertama. Mudah saja.
Kebetulan pula sudah sepasang, sehingga ketika saya coba salah satunya di kaki kanan dan pas, saya pun langsung membawanya ke kasir, bersama dengan sepatu kirinya.
Menjelang kasir, saya iseng lihat nomornya. Lho.. koq beda.. kanan 37, kiri 38.
Saya langsung konfirmasi pada pelayannya.
"Mbak.. ini tolong carikan yang 37, soalnya pasangannya kok 38 ya?"
Kami menunggu beberapa lama... dan ternyata lama...
Si pelayan akhirnya muncul juga...
"Mbak..maaf.. 37 ini gak ada pasangannya"
Fuuuh... padahal saya udah cocok banget dengan modelnya...
Ya udah deh..
Lihat kanan, ada counter sepatu bata.
"Ke bata aja ..", kata saya sambil narik tangan suamiku.
Tidak lama saya milih, langsung ada yang cocok dan pas juga.
Nomor 4.
Di rak cuma ada yang kiri.
"Mas, tolong carikan pasangan yang ini", pinta saya pada pelayan yang kebetulan lewat.
Lama lagi saya menunggu.
10 menitan menjelang adzan, si mas tadi menghampiri saya..
"Maaf Bu.. yang ini gak ada pasangannya..."
"Wah? Masa sih?",
"Iya Bu.. gak ketemu ketemu..."
Pelayan itu nampak capek. Maklumlah menjelang lebaran, toko itu memang penuh sesak.
Sambil nahan ketawa saya hampiri suami yang lagi lihat-lihat barang di counter lain.
"Hahahaha... MasKa!! gak ada pasanganannya lagi!!!"
.. dasarrrrr....
Sebagai usaha terakhir, suamiku ngajak ke sebuah counter sepatu lain yang tampak sedikit lengang.
Tengok sana pegang sini, dan baru juga lihat harganya, saya sudah menggeleng.
MAHAL!
Masa' barang buat diinjek-injek gitu aja harganya 300 rebu.
Gak usah deh... bisa-bisa saya tenteng tu' sepatu ke mana-mana. Sayang kalo dipake di kaki.
"Ya udah, cari buat ngebatalin aja yuk di atas", suamiku ikutan nyerah, dan ngajak ke swalayannya carrefour. Di sana kami cuma nyari minuman ringan..
Adzan pun berkumandang, dan alhamduliLlah.. minuman sudah di tangan.
Tapi.. maaaasya Allaaaah..itu antrean kasirrr!!!
Mending kalo masing-masing pembeli belanjaannya dikit. Ini mah masing2 setroli besar penuh pulaa!
Yeahhhhh...
ya sudahlah.. kami akhirnya meminum minuman itu sebelum bayar, sembari mengantre di kasir.
Beli minuman doang.. sampe 15 menit ngantre di kasirnya..
Lepas dari carrefour, tentunya kami laper abis.
La..la...la.. sik asik asik.. tinggal makan neeeeh... saya mencoba menghibur diri untuk melupakan kekesalan demi kekesalan yang tadi kami lalui.
Syukurlah saya dan suami sama-sama easy going.. pantang mengeluh kalo udah ketiban 'sialnya' macet ataupun menunggu... ngeluh itu kan merusak suasana.
Duuu..duuu...duuu...
Tapi tiba-tiba .... apa yang terjadi sodara-sodara...?!?!!?
Ibu mertuaku nelpon
"Ir, ada di mana nih? Ini Sofi nangis mau ke Umminya katanya.. ke sini aja deh.. Irma sama Mas Wiska nginep aja sini.."
Tet toooooooooooooooot....
Laper saya langsung menciut jadi sedikit mual. Inget Sofi yang lagi nangis pengen ke saya....
Doooooooh.....
"Gimana?", kata suamiku yang kayaknya bingung juga.
"Mmmmm... "
-bingung.. bingung.. bingung...-
Suamiku sampe melambatkan kecepatan mobil.. karena kalo ke arah rumah mertuaku mobil mesti belok kanan, tapi kalo mau ke restoran yang dituju, mobil harus mengarah ke kiri di tikungan depan.
-tinimbang.. tinimbang..tinimbang...-
"Makan aja dulu!!", kataku mantap. Lebih tepatnya dimantap-mantapkan.
Saya tau, Sofi cuma lagi inget aja, dan biasanya gak bener-bener membutuhkan saya.
Saya tetep yakin adanya 'terus rasa' antara ibu dan anak. Kalo sayanya lapang, anak pun biasanya dilapangkan hatinya.
Mobil pun parkir di halaman restoran.
Dan AlhamduliLlah.. akhirnya kami pun bisa duduk berdua di restoran itu.
Walau.. hiks.. mesti duduk kursi tepat dekat pintu masuk... secara... restorannya penuuuuuuh banget sama yang buka bersama.
Tak apalah.. yang penting kami bisa pacaran...walau hampir setiap menitnya ada orang hilir mudik di dekat meja kami... grrrrh....
Suamiku pun manggil pelayan,
"Mas.. tolong fotoin dong" hihi.. ganjen amat ni penganten baru sembilan taon.
Pulang dari restoran mau gak mau kami 'terpaksa' menuju rumah mertua dan menginap di sana. Padahal kan asiknya berduaan di rumah sendiri sampe pagi..ehm...
*
Tapi ternyata memang kebahagiaan kami adalah saat kami disambut Arif Sofi, dan mereka berebutan tidur di dekat kami... berdesakan satu ranjang berempat..
Hihi.... maaf ya suamiku..
semoga masih ada malam untuk kita bisa berdua saja...
Dan AlhamduliLLah.. kenyataannya masih ada kemarin malam dan malam ini...
Ha ...
****
kemarin, di hari batik
***
Papa ke kantor pake batik.
Arif ke sekolah sama Ummi dipakein batik.
Ummi ke apotek pun pake batik.
Sofi? Rok batiknya ketinggalan di rumah eyang.
Sofi mikir, aku juga punya batik.
Kan ada batik sekolah? begitu pikirnya.
Setengah memaksa, Sofi mengganti bajunya.
Jadilah Sofi berbatik juga.
Walau masih libur, Sofi berkostum seragam Jum'at.
Batik cetak hijau belel bertuliskan 'pendidikan RA AtTaqwa'.
Peduli semua orang memandangnya dengan tersenyum.
Whateverlah, yang penting kan batik.
**
Papa ke kantor pake batik.
Arif ke sekolah sama Ummi dipakein batik.
Ummi ke apotek pun pake batik.
Sofi? Rok batiknya ketinggalan di rumah eyang.
Sofi mikir, aku juga punya batik.
Kan ada batik sekolah? begitu pikirnya.
Setengah memaksa, Sofi mengganti bajunya.
Jadilah Sofi berbatik juga.
Walau masih libur, Sofi berkostum seragam Jum'at.
Batik cetak hijau belel bertuliskan 'pendidikan RA AtTaqwa'.
Peduli semua orang memandangnya dengan tersenyum.
Whateverlah, yang penting kan batik.
**
Minggu, 27 September 2009
all by myself
***
Lebaran usai, dan barangkali hari ini banyak orang tua yang telah berpisah kembali dengan anak cucunya. Pamit pamit peluk cium dan untaian do'a agar perlindungan Allah selalu menaungi. Air mata pun kadang tak luput di sela lambaian tangan perpisahan.
Kini semua kembali pada dunianya, kesehariannya, back to work. Mencoba meninggalkan kesan indah selama mudik, melupakan segala kerinduan yang masih tersisa, dan kini kembali menarik nafas panjang untuk menghadapi realita hidup, juga barangkali.. rutinitas.
Ah, semua itu cuma dalam bayangan saya kok.
Saya yang tak pernah terpisah dengan orang tua. Pun suamiku.
Dari rumah ini, hanya 15 menit naik mobil sendiri, saya sudah bisa sampai di rumah orang tua. Dan hanya 45 menit sudah bisa sampai di rumah mertua.
Belum pernah gak ketemu orang tua lebih dari satu minggu.
Rabu kemarin, waktu saya melepas kepergian adek ipar di bandara, malah saya yang nangis ketika memeluknya.
.. bakal pisah lagi... paling cepet ketemu taun depan .. hik hik...
Lagian gak tega lihat adekku menggendong anaknya yang tertidur pulas di pundak kirinya, disangga tangan kiri, dan tangan kanan mendorong troli barang sambil sesekali melambaikan tangan pada kami yang hanya bisa menonton di balik kaca.
Adekku itu tampak tegar dan biasa-biasa saja. Toh tinggal satu tahun lagi insyaa Allah, setelah sembilan tahun berlalu selalu jauh dari keluarga. Mungkin begitu pikirnya. Sementara saya masih sibuk juga usap air mata di pipi kiri kanan. Lebay.
Saya jadi membayangkan jika suatu saat Sofi-ku harus merantau jauh untuk meraih cita-citanya, atau mungkin ngikut suaminya. Kuat gak ya melepasnya?
Makanya, biar saya bisa melepas anak kapanpun dan kemana pun mereka pergi, mestinya saya bisa mendidik anak-anak saya menjadi seorang yang ikhlas dan mandiri.
Ikhlas berarti ada atau tidak ada saya, mereka tetap melakukan hal yang terbaik karena Allah, dan mandiri artinya mereka bisa melakukan segala sesuatu dengan sesedikit mungkin merepotkan orang lain.
Setuju? Mestinya iya.. tentu saja.
Dan kepada sahabat-sahabatku, adikku, saudara-saudaraku,.. saya sungguh salut atas kemandirian kalian. Mudah-mudahan saya bisa mendidik anak-anak saya dan tentunya diri saya sendiri, agar bisa kuat, tegar, dan mandiri seperti kalian semua.
***
Sementara di lain waktu, di lain tempat, di bulan Ramadhan kemarin...
Sekilas saya kagum pada sosok ibu yang sabar ini. Memasuki bulan ketiga anaknya masuk TK, dia dengan setia menunggui anaknya di sekolah dari pagi hingga bubar. Kalo ibunya pulang, anaknya nangis. Ibu ini menggendong si anak pula bila anaknya minta digendong. Coba saya? Kalo saya punya anak serewel itu, meureun ku saya geus dialungkeun.
"Ibu itu anaknya empat, yang TK ini yang bungsu", kata Mama Ila kepada saya, saat saya menyatakan 'kekaguman' saya pada ibu itu.
Wah, anaknya empat, betapa repotnya. Apalagi anak yang bungsu semanja ini.
Kekaguman saya ini ternyata serta merta menjadi rasa kasihan ketika saya mendengar curhatnya di forum konsultasi bersama psikolog.
Betapa tidak, ternyata keempat anaknya sama saja manjanya. Anak tertuanya saja, perempuan, kelas 6 SD, di rumahnya tampak tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan rumahnya. Jangankan membantu, yang ada hanya 'ngerjain' ibunya saja setiap hari. Si Ibu mengeluh capek karena sepanjang hari dia sibuk melayani keempat anaknya.
Jawaban dari Ibu psikolog sungguh mengena. Setidaknya buat saya yang barangkali saat ini mudah-mudahan belum terlambat.
"Ibu harus melatihnya Bu.. Dimulai dari hal-hal yang kecil dulu. Jangan harap anak bisa cuci piring sendiri sebelum dia bisa menaruh piring bekas makannya di tempat cuci piring. Dan jangan harap anak bisa mencuci baju sendiri sebelum anak bisa menaruh baju bekas pakainya di keranjang cucian, tanpa disuruh"
"Untuk melatih tanggung jawabnya terhadap lingkungan rumah, mulailah beri tugas yang ringan, misalnya sebelum tidur diberi tugas mengecek apa pintu depan sudah dikunci. Kalau Ibu konsisten, insyaa Allah bisa Bu.."
Si Ibu pun mengangguk-ngangguk, setengah mikir. Wajar saja kalo Ibu ini merasa berat.Mungkin kebiasaannya memanjakan anak memang berbuah resiko ketidakmandirian bagi putra-putrinya. Berat juga barangkali bagi si Ibu untuk lebih tegas kepada anak-anaknya.
Seperti saya yang sampai saat ini masih berat juga untuk tidak menyuapi Arif. Dia teh kecil kurus gitu kayak ibunya. Kalau makan sendiri, suka sedikit dan tidak habis. Tapi kalau saya suapi, dia bisa makan banyak.
Kata temen saya yang lebih pengalaman, justru Ibu yang sabar adalah yang bisa konsisten dan tegas menerapkan aturan. Bukan Ibu 'siaga' yang selalu siap sedia memberikan dan melakukan apa saja yang dimaui anak-anaknya.
***
Ternyata Arif Sofi-ku bisa juga ya walau masih dalam area mandiri kecil-kecilan.
Mereka dalam beberapa minggu ini mulai bisa menaruh piring dan gelas bekas pakainya di tempat cuci piring tanpa saya suruh lagi.
Hmm.. kapan ya mereka bisa nyuci piring sendiri??
Barudak atuh barudak, sing geura gede sing geura jangkung...
Sing geura mantuan ka nu jadi indung...
***
Lebaran usai, dan barangkali hari ini banyak orang tua yang telah berpisah kembali dengan anak cucunya. Pamit pamit peluk cium dan untaian do'a agar perlindungan Allah selalu menaungi. Air mata pun kadang tak luput di sela lambaian tangan perpisahan.
Kini semua kembali pada dunianya, kesehariannya, back to work. Mencoba meninggalkan kesan indah selama mudik, melupakan segala kerinduan yang masih tersisa, dan kini kembali menarik nafas panjang untuk menghadapi realita hidup, juga barangkali.. rutinitas.
Ah, semua itu cuma dalam bayangan saya kok.
Saya yang tak pernah terpisah dengan orang tua. Pun suamiku.
Dari rumah ini, hanya 15 menit naik mobil sendiri, saya sudah bisa sampai di rumah orang tua. Dan hanya 45 menit sudah bisa sampai di rumah mertua.
Belum pernah gak ketemu orang tua lebih dari satu minggu.
Rabu kemarin, waktu saya melepas kepergian adek ipar di bandara, malah saya yang nangis ketika memeluknya.
.. bakal pisah lagi... paling cepet ketemu taun depan .. hik hik...
Lagian gak tega lihat adekku menggendong anaknya yang tertidur pulas di pundak kirinya, disangga tangan kiri, dan tangan kanan mendorong troli barang sambil sesekali melambaikan tangan pada kami yang hanya bisa menonton di balik kaca.
Adekku itu tampak tegar dan biasa-biasa saja. Toh tinggal satu tahun lagi insyaa Allah, setelah sembilan tahun berlalu selalu jauh dari keluarga. Mungkin begitu pikirnya. Sementara saya masih sibuk juga usap air mata di pipi kiri kanan. Lebay.
Saya jadi membayangkan jika suatu saat Sofi-ku harus merantau jauh untuk meraih cita-citanya, atau mungkin ngikut suaminya. Kuat gak ya melepasnya?
Makanya, biar saya bisa melepas anak kapanpun dan kemana pun mereka pergi, mestinya saya bisa mendidik anak-anak saya menjadi seorang yang ikhlas dan mandiri.
Ikhlas berarti ada atau tidak ada saya, mereka tetap melakukan hal yang terbaik karena Allah, dan mandiri artinya mereka bisa melakukan segala sesuatu dengan sesedikit mungkin merepotkan orang lain.
Setuju? Mestinya iya.. tentu saja.
Dan kepada sahabat-sahabatku, adikku, saudara-saudaraku,.. saya sungguh salut atas kemandirian kalian. Mudah-mudahan saya bisa mendidik anak-anak saya dan tentunya diri saya sendiri, agar bisa kuat, tegar, dan mandiri seperti kalian semua.
***
Sementara di lain waktu, di lain tempat, di bulan Ramadhan kemarin...
Sekilas saya kagum pada sosok ibu yang sabar ini. Memasuki bulan ketiga anaknya masuk TK, dia dengan setia menunggui anaknya di sekolah dari pagi hingga bubar. Kalo ibunya pulang, anaknya nangis. Ibu ini menggendong si anak pula bila anaknya minta digendong. Coba saya? Kalo saya punya anak serewel itu, meureun ku saya geus dialungkeun.
"Ibu itu anaknya empat, yang TK ini yang bungsu", kata Mama Ila kepada saya, saat saya menyatakan 'kekaguman' saya pada ibu itu.
Wah, anaknya empat, betapa repotnya. Apalagi anak yang bungsu semanja ini.
Kekaguman saya ini ternyata serta merta menjadi rasa kasihan ketika saya mendengar curhatnya di forum konsultasi bersama psikolog.
Betapa tidak, ternyata keempat anaknya sama saja manjanya. Anak tertuanya saja, perempuan, kelas 6 SD, di rumahnya tampak tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan rumahnya. Jangankan membantu, yang ada hanya 'ngerjain' ibunya saja setiap hari. Si Ibu mengeluh capek karena sepanjang hari dia sibuk melayani keempat anaknya.
Jawaban dari Ibu psikolog sungguh mengena. Setidaknya buat saya yang barangkali saat ini mudah-mudahan belum terlambat.
"Ibu harus melatihnya Bu.. Dimulai dari hal-hal yang kecil dulu. Jangan harap anak bisa cuci piring sendiri sebelum dia bisa menaruh piring bekas makannya di tempat cuci piring. Dan jangan harap anak bisa mencuci baju sendiri sebelum anak bisa menaruh baju bekas pakainya di keranjang cucian, tanpa disuruh"
"Untuk melatih tanggung jawabnya terhadap lingkungan rumah, mulailah beri tugas yang ringan, misalnya sebelum tidur diberi tugas mengecek apa pintu depan sudah dikunci. Kalau Ibu konsisten, insyaa Allah bisa Bu.."
Si Ibu pun mengangguk-ngangguk, setengah mikir. Wajar saja kalo Ibu ini merasa berat.Mungkin kebiasaannya memanjakan anak memang berbuah resiko ketidakmandirian bagi putra-putrinya. Berat juga barangkali bagi si Ibu untuk lebih tegas kepada anak-anaknya.
Seperti saya yang sampai saat ini masih berat juga untuk tidak menyuapi Arif. Dia teh kecil kurus gitu kayak ibunya. Kalau makan sendiri, suka sedikit dan tidak habis. Tapi kalau saya suapi, dia bisa makan banyak.
Kata temen saya yang lebih pengalaman, justru Ibu yang sabar adalah yang bisa konsisten dan tegas menerapkan aturan. Bukan Ibu 'siaga' yang selalu siap sedia memberikan dan melakukan apa saja yang dimaui anak-anaknya.
***
Ternyata Arif Sofi-ku bisa juga ya walau masih dalam area mandiri kecil-kecilan.
Mereka dalam beberapa minggu ini mulai bisa menaruh piring dan gelas bekas pakainya di tempat cuci piring tanpa saya suruh lagi.
Hmm.. kapan ya mereka bisa nyuci piring sendiri??
Barudak atuh barudak, sing geura gede sing geura jangkung...
Sing geura mantuan ka nu jadi indung...
***
Rabu, 23 September 2009
mohon jangan lebay, ustadz...
***
Berpisah dengan sesuatu yang menyenangkan memang rasanya berat. Itu pula setiap kali saya rasakan ketika sholat Idul Fitri. Kerasa banget kalo dengan takbir tujuh kali di rakaat pertamanya dan lima kali di rakaat keduanya, maka saya diresmikan berpisah dengan bulan ramadhan. Selalu saja akhirnya ada setitik air mata yang menetes di pelupuk mata ini. Apalagi mengingat limpahan sayang yang Allah berikan pada saya di hari itu, saat saya masih bisa berkumpul dengan keluarga dalam keadaan sehat walafiat, tidak kurang suatu apa.
Entahlah tahun depan, apa anggota keluarga saya masih lengkap seperti sekarang ini. Entahlah tahun depan, apa yang terjadi atas muka bumi yang saya pijak.
dan entahlah tahun depan, apa saya masih hidup.
Lantunan bacaan shalat oleh sang imam begitu indah.
Gak tau apa saya memang lagi mellow atau ustadznya yang top markotop nih. Surat Al Baqoroh awal, barangkali sekitar dua halaman serta surat An Nabaa di rakaat kedua, amat saya nikmati. Bukan karena saya faham artinya, tapi itu lho.. tajwid dan makhorijul hurufnya keren banget. Setidaknya karena saya pernah belajar tahsin walau cuma sampe tahsin 2, tapi jadinya kalo denger bisa tau mana bacaan yang salah dan yang benar. Walaupun belum tentu saya juga bisa melantunkannya dengan seratus persen benar.
Ustadz yang ini .. bacaan sholatnya keren banget lah. Suaranya tidak mendayu-dayu ala musabaqoh tilawatil qur'an, tapi mantep dari awal hingga akhir dengan pengucapan yang sesuai aturannya.
***
Lanjut ke khutbah Idul Fitri.
Saya berharap, kalau bacaan qur'annya bagus, khutbahnya juga bagus.
Hmm.. benar juga ternyata.
Sederhana sebetulnya apa yang beliau sampaikan. Yaitu tentang amalan yang bisa mengalirkan pahala pada kita setelah kita mati, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo'akan.
Temanya biasa banget gitu lho. Tapi karena penyampaiannya tegas mantaf, nteu ngayayay, ya rasanya kok kena banget di hati. Di setiap poin beliau dengan konsisten menjelaskan maksud harfiyahnya, satu contohnya, kemudian hubungannya dengan keluarga Nabi Ibrahim, sehingga di akhir bisa ditarik kesimpulan bahwa setiap poin tersebut telah diajarkan oleh keluarga Ibrahim dan alangkah ruginya bila kita tidak mengamalkannya.
Ah, sederhana.
Salah satu kunci sukses dari khutbah, tentu selain karena keikhlasan yang menyampaikan dan yang mendengarkan, seorang khatib harus selalu berpegang pada alur. Kalo yang dibahas A, B, dan C, cukuplah perluasan materinya di A1, A2, A3, B1, B2, dst..
Tak perlulah jadi sub bab A1.1., A.1.2, bahkan jadi A.1.1.2, B.1.1.2... cape dehhh...
Mungkin juga khatib mesti lihat audiensnya kayak gimana. Kalo pendengarnya adalah jajaran aktivis yang punya waktu dan tenaga banyak untuk 'mengaji', okelah dibawa berpanjang-panjang.
Lha kalo audiensnya kebanyakan ibu-ibu yang pake kerudung aja gerahnya setengah mati,.. bawa anak-anak pula, apa iya bisa nyimak uraian panjang lebar?
Pernah tu' saya menghadiri sebuah pengajian ibu-ibu. Ustadzahnya membahas tentang amalan di bulan ramadhan. Gaya bicaranya menarik, ekspresinya mendukung, dan bahasa tubuhnya bikin gak ngantuk.
Kata beliau:
"Amalan di bulan ramadhan itu yang pertama adalah perbanyak membaca qur'an" (setelah sebelumnya beliau membahas dulu keutamaan bulan ramadhan).
"Adab membaca qur'an diantaranya yang pertama adalah menutup aurat"
Tak lupa beliau menguraikan tentang batasan aurat, bagi laki-laki dan perempuan,
bla..bla..bla..
"Siapa saja yang dinamakan mahram, yang boleh melihat aurat kita? Yang pertama adalah..."
bla..bla..bla...
"Jadi hati-hati ibu, kalau mudik.. di hadapan ipar itu kita harus menutup aurat"
dibahas pula tentang mudik...
Satu jam berlalu. Matahari mulai meninggi dan suasana semakin panas karena ceramahnya diadakan di luar masjid saat dhuha.. lagian ini baru poin pertama. Pertama dari yang pertama.. halah...
Ringtone sms saya pun berbunyi.. dari seorang ibu yang duduknya menclok di seberang saya, agak jauh. "Irma.. smsan aja yuk, saya mulai gak konsen nih, payah banget ustadnya gak tau waktu!"
untung aja saya masih bisa ngakak dalam hati, dan cuma senyum lebar pada penampakannya kepada si ibu yang ngesms.
Ya sudahlah, akhirnya kami sepakat untuk meninggalkan forum pengajian itu, daripada ngedumel gak karuan sama ustadzahnya.
Kesimpulan dari pengajiannya apa? Gak tau!
AstaghfiruLlah..
Istighfar Ier.. istighfar!!
mungkin ini kekotoran hati kami saja, ya Allah..
kami yang kurang ajar, ndableg, gak bisa diomongin dan malah ngomeli sang guru.
Tapi, kalo boleh kami berkilah, .. tolonglah kepada para da'i dan da'iyah.. ustadz dan ustadzah, kalau kasih materi dalam satu waktu, cukup singkat saja, to the point saja, contoh pun satu atau dua saja, sehingga otak kami yang udah karatan ini bisa mengingatnya, dan tubuh yang lemah ini pun bisa mengamalkannya. Lebih baik sedikit dengan satu kesimpulan dan barangkali bersambung di lain waktu, daripada berpanjang-panjang tapi gak jelas apa intinya.
****
Yuk ah, mending kita berdo'a saja semoga para pengajar, dan guru kami, di manapun anda berada, selalu diberi keikhlasan dalam setiap penyampaian ilmunya. Dan kami, murid, pendengar.. apapun lah namanya, diberi kelapangan hati untuk menerima setiap ilmu yang bermanfaat, diberi kekuatan pula untuk mengamalkannya.
Karena ilmu tanpa amal takkan ada artinya..
***
Berpisah dengan sesuatu yang menyenangkan memang rasanya berat. Itu pula setiap kali saya rasakan ketika sholat Idul Fitri. Kerasa banget kalo dengan takbir tujuh kali di rakaat pertamanya dan lima kali di rakaat keduanya, maka saya diresmikan berpisah dengan bulan ramadhan. Selalu saja akhirnya ada setitik air mata yang menetes di pelupuk mata ini. Apalagi mengingat limpahan sayang yang Allah berikan pada saya di hari itu, saat saya masih bisa berkumpul dengan keluarga dalam keadaan sehat walafiat, tidak kurang suatu apa.
Entahlah tahun depan, apa anggota keluarga saya masih lengkap seperti sekarang ini. Entahlah tahun depan, apa yang terjadi atas muka bumi yang saya pijak.
dan entahlah tahun depan, apa saya masih hidup.
Lantunan bacaan shalat oleh sang imam begitu indah.
Gak tau apa saya memang lagi mellow atau ustadznya yang top markotop nih. Surat Al Baqoroh awal, barangkali sekitar dua halaman serta surat An Nabaa di rakaat kedua, amat saya nikmati. Bukan karena saya faham artinya, tapi itu lho.. tajwid dan makhorijul hurufnya keren banget. Setidaknya karena saya pernah belajar tahsin walau cuma sampe tahsin 2, tapi jadinya kalo denger bisa tau mana bacaan yang salah dan yang benar. Walaupun belum tentu saya juga bisa melantunkannya dengan seratus persen benar.
Ustadz yang ini .. bacaan sholatnya keren banget lah. Suaranya tidak mendayu-dayu ala musabaqoh tilawatil qur'an, tapi mantep dari awal hingga akhir dengan pengucapan yang sesuai aturannya.
***
Lanjut ke khutbah Idul Fitri.
Saya berharap, kalau bacaan qur'annya bagus, khutbahnya juga bagus.
Hmm.. benar juga ternyata.
Sederhana sebetulnya apa yang beliau sampaikan. Yaitu tentang amalan yang bisa mengalirkan pahala pada kita setelah kita mati, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo'akan.
Temanya biasa banget gitu lho. Tapi karena penyampaiannya tegas mantaf, nteu ngayayay, ya rasanya kok kena banget di hati. Di setiap poin beliau dengan konsisten menjelaskan maksud harfiyahnya, satu contohnya, kemudian hubungannya dengan keluarga Nabi Ibrahim, sehingga di akhir bisa ditarik kesimpulan bahwa setiap poin tersebut telah diajarkan oleh keluarga Ibrahim dan alangkah ruginya bila kita tidak mengamalkannya.
Ah, sederhana.
Salah satu kunci sukses dari khutbah, tentu selain karena keikhlasan yang menyampaikan dan yang mendengarkan, seorang khatib harus selalu berpegang pada alur. Kalo yang dibahas A, B, dan C, cukuplah perluasan materinya di A1, A2, A3, B1, B2, dst..
Tak perlulah jadi sub bab A1.1., A.1.2, bahkan jadi A.1.1.2, B.1.1.2... cape dehhh...
Mungkin juga khatib mesti lihat audiensnya kayak gimana. Kalo pendengarnya adalah jajaran aktivis yang punya waktu dan tenaga banyak untuk 'mengaji', okelah dibawa berpanjang-panjang.
Lha kalo audiensnya kebanyakan ibu-ibu yang pake kerudung aja gerahnya setengah mati,.. bawa anak-anak pula, apa iya bisa nyimak uraian panjang lebar?
Pernah tu' saya menghadiri sebuah pengajian ibu-ibu. Ustadzahnya membahas tentang amalan di bulan ramadhan. Gaya bicaranya menarik, ekspresinya mendukung, dan bahasa tubuhnya bikin gak ngantuk.
Kata beliau:
"Amalan di bulan ramadhan itu yang pertama adalah perbanyak membaca qur'an" (setelah sebelumnya beliau membahas dulu keutamaan bulan ramadhan).
"Adab membaca qur'an diantaranya yang pertama adalah menutup aurat"
Tak lupa beliau menguraikan tentang batasan aurat, bagi laki-laki dan perempuan,
bla..bla..bla..
"Siapa saja yang dinamakan mahram, yang boleh melihat aurat kita? Yang pertama adalah..."
bla..bla..bla...
"Jadi hati-hati ibu, kalau mudik.. di hadapan ipar itu kita harus menutup aurat"
dibahas pula tentang mudik...
Satu jam berlalu. Matahari mulai meninggi dan suasana semakin panas karena ceramahnya diadakan di luar masjid saat dhuha.. lagian ini baru poin pertama. Pertama dari yang pertama.. halah...
Ringtone sms saya pun berbunyi.. dari seorang ibu yang duduknya menclok di seberang saya, agak jauh. "Irma.. smsan aja yuk, saya mulai gak konsen nih, payah banget ustadnya gak tau waktu!"
untung aja saya masih bisa ngakak dalam hati, dan cuma senyum lebar pada penampakannya kepada si ibu yang ngesms.
Ya sudahlah, akhirnya kami sepakat untuk meninggalkan forum pengajian itu, daripada ngedumel gak karuan sama ustadzahnya.
Kesimpulan dari pengajiannya apa? Gak tau!
AstaghfiruLlah..
Istighfar Ier.. istighfar!!
mungkin ini kekotoran hati kami saja, ya Allah..
kami yang kurang ajar, ndableg, gak bisa diomongin dan malah ngomeli sang guru.
Tapi, kalo boleh kami berkilah, .. tolonglah kepada para da'i dan da'iyah.. ustadz dan ustadzah, kalau kasih materi dalam satu waktu, cukup singkat saja, to the point saja, contoh pun satu atau dua saja, sehingga otak kami yang udah karatan ini bisa mengingatnya, dan tubuh yang lemah ini pun bisa mengamalkannya. Lebih baik sedikit dengan satu kesimpulan dan barangkali bersambung di lain waktu, daripada berpanjang-panjang tapi gak jelas apa intinya.
****
Yuk ah, mending kita berdo'a saja semoga para pengajar, dan guru kami, di manapun anda berada, selalu diberi keikhlasan dalam setiap penyampaian ilmunya. Dan kami, murid, pendengar.. apapun lah namanya, diberi kelapangan hati untuk menerima setiap ilmu yang bermanfaat, diberi kekuatan pula untuk mengamalkannya.
Karena ilmu tanpa amal takkan ada artinya..
***
Sabtu, 19 September 2009
Ramadhan 29 -- tamat
***
Busy day..
Menyiapkan lebaran rasanya tak ada habisnya. Dimulai dari mengisi ketupat sampai nyetrika baju buat besok pagi. 30 cangkang ketupat di rumah mertua dan 50 cangkang ketupat di rumah orang tua, kini telah terisi dan tengah tergantung pasrah untuk disembelih besok dan barangkali untuk dua hari ke depan
Rasa syukur pun ternyata tak ada habisnya hari ini. Betapa tidak, saya masih diizinkan olehNya berkumpul dengan orang-orang yang saya cintai. Kedua orang tua, bapak-ibu mertua, suami, anak-anak, kakak-kakak, para ipar dan keponakan yang insyaa Allah besok berkumpul semuanya.
Betapa kurang ajarnya saya jika saya tidak menyempatkan diri untuk sujud syukur atas semua ini.
Ramadhan pun usai, dengan berjuta tekad untuk bisa menerapkan kebiasaan baik yang telah dilatihkan sebulan ini, di bulan-bulan berikutnya. Bangun sebelum shubuh, sholat malam, tilawah Qur'an, shaum, menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat berupa kelebayan, dan tentu saja introspeksi diri serta berbagi hikmah dengan menulis.
Istiqomah....
... adalah hal yang paling sulit dilakukan, sehingga Allah pun mencintai orang-orang yang istiqomah ini. Bersabar taat pada Allah, walau dengan amalan yang kecil tapi terus menerus.
Ada lho satu hari di bulan Ramadhan ini, saat saya merasa benar-benar takut siksa api neraka (waduh.. punten da saya mah makhluk tingkat rendah tea, nyadarnya cuma sehari, segitu juga mending ada nyadarnya )
Neraka!! Setitik iman di hati ini -dengan dosa yang menggunung- setahu saya, amat memungkinkan kalau saya dicuci sementara waktu di neraka, baru boleh masuk surga. Itu pun bila saya beruntung mendapatkan setitik rahmat dan kasih sayangNYA.
Tak ada yang tahu, berapa lamakah 'sementara waktu' pembersihan diri di neraka itu..
Sedangkan saya, diberi sakit dismenore saja sudah kalang kabut.. apalagi disiksa di akhirat???
Saat berpikir seperti itu memang saya merasa amat sangat bodoh, merasa amat tidak sabar untuk bisa taat pada Nya. Mengorbankan sesuatu yang amat indah tak terhingga, hanya untuk kesenangan duniawi yang cuma seujung kuku.
Rasanya ingin menyumpahi diri dengan kata-kata yang lebih kasar dari bodoh dan goblok.
Pernah seorang teman apoteker saya yang kecewa dengan kinerja asistennya di apotek.
Si pegawai ini kalau nerima gaji kok ya gak pernah kelihatan bersyukur. Dari obrolannya selalu saja dia tampak merasa kurang, kurang, dan kurang. Udah gitu teh, bukannya dia menggiatkan kinerjanya, malah ngelayanin apotek semakin asal-asalan, dan banyak ngelamunnya. Padahal kalau saya nilai, gaji si asisten ini cukup. Lumayan besar malah.
Teman saya kesel banget sama asistennya ini. Yang tadinya mo naikin gaji, ngeliat dia gak bersyukur dan gak sabar kayak gitu .. gak jadi deh ngasih tambahan gajinya. Bawaannya malah pengen mecat aja.
Heu.. mendengar cerita itu saya jadi merasa tersindir. Saya yang tidak bersyukur atas limpahan kasih sayangNya, dan bukannya tambah rajin ibadah, malah makin asal-asalan dan banyak 'ngelamun'nya... bagaimana dengan Allah terhadap saya?
Kali Allah juga yang tadinya akan memberi rezeki yang lebih, ya ditahan dulu aja.
Bawaannya pengen mecat saya juga kali?
Allah, ke mana saya pergi jika dipecat oleh Mu???
Maafkan hamba jika berkata seperti ini, Allah...
Amarah-Mu tak kan terbayangkan, dan limpahan kasih sayang Mu pun tak ada batasnya.
Hanya saja makhluk bodoh seperti hamba ini cuma bisa mengerti dan percaya bila melihat sesuatu dengan kasat mata.
Setitik keimanan ini belum juga bisa memahami segala yang Kaumaksud dalam firmanMu.
Belum ngeh juga sama yang namanya pahala dan dosa, karena kedua benda itu tidak tampak masuk dan tidak juga tampak keluar dari dompet saya.
Belum ngeh sama yang namanya surga dan neraka, karena setiap hari yang saya lihat dan rasakan adalah dunia.
Di penghujung Ramadhan ini saya tak pernah merasa bisa meraih bahagia dariMu bila mengandalkan segala amal ini.
Amal apa coba? nothing, dodol!!
Hanya saya berharap setitik saja kasih sayangMu, bisa membawa saya bahagia. Semoga ada satu saja amalan saya yang bisa meneteskan kasih sayangMu itu.
Berkumpul dengan keluarga, berkumpul dengan orang yang dicintai, betapa bahagianya.
Tak terbayangkan bila saya bisa berkumpul seperti ini juga di syurgaMu kelak.
Di akhir serial ramadhan ini, saya ucapkan TaqabalaLLahu minna wa minkum, -sebuah do'a yang mesti diamini dengan khusyuk-, tidak sekedar untuk send to all, dan tidak untuk diamini dengan hanya menekan tombol2 hp/keyboard.
semoga amal ibadah kita semua diterima oleh Nya.
Aamiin ya rabbal 'aalamiin.
Semoga kita semua disampaikan ke Ramadhan tahun depan dan semoga nanti saya bisa menulis lagi serial ramadhan yang lebih sarat dengan hikmah di sini, di blog ini, di.. 'hanya berbagi'.
mangga.. mangga.. dileueut heula caina...ulah tararegang kitu ah..pan lebaran urang teh
AlhamduliLlaah...
***
Busy day..
Menyiapkan lebaran rasanya tak ada habisnya. Dimulai dari mengisi ketupat sampai nyetrika baju buat besok pagi. 30 cangkang ketupat di rumah mertua dan 50 cangkang ketupat di rumah orang tua, kini telah terisi dan tengah tergantung pasrah untuk disembelih besok dan barangkali untuk dua hari ke depan
Rasa syukur pun ternyata tak ada habisnya hari ini. Betapa tidak, saya masih diizinkan olehNya berkumpul dengan orang-orang yang saya cintai. Kedua orang tua, bapak-ibu mertua, suami, anak-anak, kakak-kakak, para ipar dan keponakan yang insyaa Allah besok berkumpul semuanya.
Betapa kurang ajarnya saya jika saya tidak menyempatkan diri untuk sujud syukur atas semua ini.
Ramadhan pun usai, dengan berjuta tekad untuk bisa menerapkan kebiasaan baik yang telah dilatihkan sebulan ini, di bulan-bulan berikutnya. Bangun sebelum shubuh, sholat malam, tilawah Qur'an, shaum, menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat berupa kelebayan, dan tentu saja introspeksi diri serta berbagi hikmah dengan menulis.
Istiqomah....
... adalah hal yang paling sulit dilakukan, sehingga Allah pun mencintai orang-orang yang istiqomah ini. Bersabar taat pada Allah, walau dengan amalan yang kecil tapi terus menerus.
Ada lho satu hari di bulan Ramadhan ini, saat saya merasa benar-benar takut siksa api neraka (waduh.. punten da saya mah makhluk tingkat rendah tea, nyadarnya cuma sehari, segitu juga mending ada nyadarnya )
Neraka!! Setitik iman di hati ini -dengan dosa yang menggunung- setahu saya, amat memungkinkan kalau saya dicuci sementara waktu di neraka, baru boleh masuk surga. Itu pun bila saya beruntung mendapatkan setitik rahmat dan kasih sayangNYA.
Tak ada yang tahu, berapa lamakah 'sementara waktu' pembersihan diri di neraka itu..
Sedangkan saya, diberi sakit dismenore saja sudah kalang kabut.. apalagi disiksa di akhirat???
Saat berpikir seperti itu memang saya merasa amat sangat bodoh, merasa amat tidak sabar untuk bisa taat pada Nya. Mengorbankan sesuatu yang amat indah tak terhingga, hanya untuk kesenangan duniawi yang cuma seujung kuku.
Rasanya ingin menyumpahi diri dengan kata-kata yang lebih kasar dari bodoh dan goblok.
Pernah seorang teman apoteker saya yang kecewa dengan kinerja asistennya di apotek.
Si pegawai ini kalau nerima gaji kok ya gak pernah kelihatan bersyukur. Dari obrolannya selalu saja dia tampak merasa kurang, kurang, dan kurang. Udah gitu teh, bukannya dia menggiatkan kinerjanya, malah ngelayanin apotek semakin asal-asalan, dan banyak ngelamunnya. Padahal kalau saya nilai, gaji si asisten ini cukup. Lumayan besar malah.
Teman saya kesel banget sama asistennya ini. Yang tadinya mo naikin gaji, ngeliat dia gak bersyukur dan gak sabar kayak gitu .. gak jadi deh ngasih tambahan gajinya. Bawaannya malah pengen mecat aja.
Heu.. mendengar cerita itu saya jadi merasa tersindir. Saya yang tidak bersyukur atas limpahan kasih sayangNya, dan bukannya tambah rajin ibadah, malah makin asal-asalan dan banyak 'ngelamun'nya... bagaimana dengan Allah terhadap saya?
Kali Allah juga yang tadinya akan memberi rezeki yang lebih, ya ditahan dulu aja.
Bawaannya pengen mecat saya juga kali?
Allah, ke mana saya pergi jika dipecat oleh Mu???
Maafkan hamba jika berkata seperti ini, Allah...
Amarah-Mu tak kan terbayangkan, dan limpahan kasih sayang Mu pun tak ada batasnya.
Hanya saja makhluk bodoh seperti hamba ini cuma bisa mengerti dan percaya bila melihat sesuatu dengan kasat mata.
Setitik keimanan ini belum juga bisa memahami segala yang Kaumaksud dalam firmanMu.
Belum ngeh juga sama yang namanya pahala dan dosa, karena kedua benda itu tidak tampak masuk dan tidak juga tampak keluar dari dompet saya.
Belum ngeh sama yang namanya surga dan neraka, karena setiap hari yang saya lihat dan rasakan adalah dunia.
Di penghujung Ramadhan ini saya tak pernah merasa bisa meraih bahagia dariMu bila mengandalkan segala amal ini.
Amal apa coba? nothing, dodol!!
Hanya saya berharap setitik saja kasih sayangMu, bisa membawa saya bahagia. Semoga ada satu saja amalan saya yang bisa meneteskan kasih sayangMu itu.
Berkumpul dengan keluarga, berkumpul dengan orang yang dicintai, betapa bahagianya.
Tak terbayangkan bila saya bisa berkumpul seperti ini juga di syurgaMu kelak.
Di akhir serial ramadhan ini, saya ucapkan TaqabalaLLahu minna wa minkum, -sebuah do'a yang mesti diamini dengan khusyuk-, tidak sekedar untuk send to all, dan tidak untuk diamini dengan hanya menekan tombol2 hp/keyboard.
semoga amal ibadah kita semua diterima oleh Nya.
Aamiin ya rabbal 'aalamiin.
Semoga kita semua disampaikan ke Ramadhan tahun depan dan semoga nanti saya bisa menulis lagi serial ramadhan yang lebih sarat dengan hikmah di sini, di blog ini, di.. 'hanya berbagi'.
mangga.. mangga.. dileueut heula caina...ulah tararegang kitu ah..pan lebaran urang teh
AlhamduliLlaah...
***
Jumat, 18 September 2009
Ramadhan 28 -- jelang lebaran
***
Grrrrh.. baru tau kalo suamiku hari ini libur. Jadi bingung saya.
Enaknya kan kalo suami libur saya juga libur?! Sementara anak-anak juga udah jelas libur.
Sementara saya udah merencanakan hari ini di apotek sampe jam 3 sore
Diapain dong ya suami dan anak-anakku? Masa' dibekel ke apotek.. kasian.
Belom lagi bingung mo lebaran di mertua atau ortu. Saya udah netral aja sih, perasaan sama aja koq mo sholat ied di mana.. Cuma memang sejak saya nikah, saya gak pernah lagi sholat ied bareng mamah bapak. Tahun ini kebetulan ada adek iparku yang gak jadi pulang ke rantaunya, tapi lebaran di Bandung (di rumah mertuaku).. so...
.. kalo menjelang lebaran malah disibukkan hal-hal yang gak penting! Mikirin acara hari H, hari H+1, H+2... mana belom jelas juga hari H nya tanggal berapa. Mikirin hari H pake baju yang mana, buat sendiri buat suami, dan buat anak-anak.. juga hari H+1 kalo ke mana-mana pake baju yang mana lagi....
Bekel-bekel.. beres-beres...mikirin makanan pula....
Huduhhhh ... ibu-ibu pisan ya?
Gak heran kalo saya dan teman-teman sebayaku begini saat Ramadhan dan lebaran seringkali merindukan jaman mereka masih gadis. Yang selama Ramadhan dan Syawal cukup memikirkan dirinya sendiri serta lebih khusyu dalam ibadahnya.
Hmm...mungkin karena kebanyakan kita tidak faham akan arti ibadah yang sesungguhnya kali ya? Terlalu berpikiran romantis sehingga ibadah cuma dinilai dari seringnya i'tikaf, khatamnya Al Qur'an, dan panjangnya roka'at dalam sholat.
Bisakah kita berpikir jika ibadah itu tersedia dalam berbagai pilihan? Ada yang memang dipilihkan dan ada pula yang kita bebas untuk memilihnya. Tinggal kita mengkhusyukkan, memulainya dengan basmalah dan menjaga keikhlasannya tanpa melupakan ritualnya.
Karena apapun kita bagaimanapun kita, raqib dan atid tak kan pernah lelah mencatatnya
Eh, waktu gadis juga pan saya gak ikhlas-ikhlas amat.. ngerjain ini itu kadang sambil lihat-lihat 'dia' ada apa enggak. Kalo ada seneng, kalo enggak jadi kecewa.
....Nah loh.. mendingan sekarang atuh
....semoga gak pengen kepuji siapa-siapa deh sekarang mah.. insap!!
***
Grrrrh.. baru tau kalo suamiku hari ini libur. Jadi bingung saya.
Enaknya kan kalo suami libur saya juga libur?! Sementara anak-anak juga udah jelas libur.
Sementara saya udah merencanakan hari ini di apotek sampe jam 3 sore
Diapain dong ya suami dan anak-anakku? Masa' dibekel ke apotek.. kasian.
Belom lagi bingung mo lebaran di mertua atau ortu. Saya udah netral aja sih, perasaan sama aja koq mo sholat ied di mana.. Cuma memang sejak saya nikah, saya gak pernah lagi sholat ied bareng mamah bapak. Tahun ini kebetulan ada adek iparku yang gak jadi pulang ke rantaunya, tapi lebaran di Bandung (di rumah mertuaku).. so...
.. kalo menjelang lebaran malah disibukkan hal-hal yang gak penting! Mikirin acara hari H, hari H+1, H+2... mana belom jelas juga hari H nya tanggal berapa. Mikirin hari H pake baju yang mana, buat sendiri buat suami, dan buat anak-anak.. juga hari H+1 kalo ke mana-mana pake baju yang mana lagi....
Bekel-bekel.. beres-beres...mikirin makanan pula....
Huduhhhh ... ibu-ibu pisan ya?
Gak heran kalo saya dan teman-teman sebayaku begini saat Ramadhan dan lebaran seringkali merindukan jaman mereka masih gadis. Yang selama Ramadhan dan Syawal cukup memikirkan dirinya sendiri serta lebih khusyu dalam ibadahnya.
Hmm...mungkin karena kebanyakan kita tidak faham akan arti ibadah yang sesungguhnya kali ya? Terlalu berpikiran romantis sehingga ibadah cuma dinilai dari seringnya i'tikaf, khatamnya Al Qur'an, dan panjangnya roka'at dalam sholat.
Bisakah kita berpikir jika ibadah itu tersedia dalam berbagai pilihan? Ada yang memang dipilihkan dan ada pula yang kita bebas untuk memilihnya. Tinggal kita mengkhusyukkan, memulainya dengan basmalah dan menjaga keikhlasannya tanpa melupakan ritualnya.
Karena apapun kita bagaimanapun kita, raqib dan atid tak kan pernah lelah mencatatnya
Eh, waktu gadis juga pan saya gak ikhlas-ikhlas amat.. ngerjain ini itu kadang sambil lihat-lihat 'dia' ada apa enggak. Kalo ada seneng, kalo enggak jadi kecewa.
....Nah loh.. mendingan sekarang atuh
....semoga gak pengen kepuji siapa-siapa deh sekarang mah.. insap!!
***
Kamis, 17 September 2009
Ramadhan 27 -- kopi darat
***
"FB, mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat", suamiku bilang gitu, kata Rena..
hehe.. bener juga. Kalo udah fesbukan, Rena jadi deket sama saya dan kami malah nyuekin suami masing-masing
Rena adalah satu dari beberapa orang yang saya kenal di dunia maya. Ada yang ketemu di fb dulu, di milis dulu, di ym dulu.. barulah ketemu orangnya.
Pas ketemu, jadi lucu aja, jadi langsung akrab, pun kadang sedikit meleset dari bayangan.
Setelah ketemu, jadi lebih dekat lagi rasanya.
Rena, adalah istri dari teman saya sewaktu SMA yang bernama Pitut, dengan tulisan kerennya Pitoetz. Saya baru ketemu mereka barusan.
Saya sama Pitut? Temen biasa aja koq ..swear.. sempet deket sih dulu.. deketan bangku..
Haha.. tenang Reeeeen... dulu terlalu banyak yang lebih 'iya' dari Pitut
Latar belakang kenapa Rena mengadd saya pun saya gak begitu jelas. Tapi ya sudahlah. Pitut patut berbahagia melihat saya dan istrinya rukun
Begitu pula dengan Dyne. Ketemunya pertama kali di ym, dikenalin temen. Sering chattingan sampai masalah pribadi, .. baru setengah tahun kemudian kami ketemu. Berasa aneh aja waktu ketemu, sedikit meleset dari bayangan saya.
Lebih cantik...
Mbak Iin.. kakak angkatan. Ketemu di milis alumni, yman sejak setahun yang lalu, tapi tetep aja sampai sekarang belom pernah ketemu. Kemaren Mbak Iin ini sampe nelpon saya, pengen tau suara saya kayak gimana.
Lembut kan Mbak?
Yang cowoknya.. mm.. ada Ahmad dan Bayu yang ketemu di FB. Sering chattingan selama setahun ini, tapi belom pernah ketemu langsung sampai sekarang.
Sama dua yang ini gak ketemu juga gak apa-apa lah. Khawatir benar-benar meleset dari bayangan saya
AlhamduliLlaah.. sering online ternyata silaturahminya semakin lebar ya. Semoga rezekinya juga semakin kenceng.
Contohnya saya.. dapet batik kaltim deh dari Rena
Bagus bangeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet.... Makasih ya Reen, makasih ya Pituut... JazakumuLlahu khairan katsiira
***
"FB, mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat", suamiku bilang gitu, kata Rena..
hehe.. bener juga. Kalo udah fesbukan, Rena jadi deket sama saya dan kami malah nyuekin suami masing-masing
Rena adalah satu dari beberapa orang yang saya kenal di dunia maya. Ada yang ketemu di fb dulu, di milis dulu, di ym dulu.. barulah ketemu orangnya.
Pas ketemu, jadi lucu aja, jadi langsung akrab, pun kadang sedikit meleset dari bayangan.
Setelah ketemu, jadi lebih dekat lagi rasanya.
Rena, adalah istri dari teman saya sewaktu SMA yang bernama Pitut, dengan tulisan kerennya Pitoetz. Saya baru ketemu mereka barusan.
Saya sama Pitut? Temen biasa aja koq ..swear.. sempet deket sih dulu.. deketan bangku..
Haha.. tenang Reeeeen... dulu terlalu banyak yang lebih 'iya' dari Pitut
Latar belakang kenapa Rena mengadd saya pun saya gak begitu jelas. Tapi ya sudahlah. Pitut patut berbahagia melihat saya dan istrinya rukun
Begitu pula dengan Dyne. Ketemunya pertama kali di ym, dikenalin temen. Sering chattingan sampai masalah pribadi, .. baru setengah tahun kemudian kami ketemu. Berasa aneh aja waktu ketemu, sedikit meleset dari bayangan saya.
Lebih cantik...
Mbak Iin.. kakak angkatan. Ketemu di milis alumni, yman sejak setahun yang lalu, tapi tetep aja sampai sekarang belom pernah ketemu. Kemaren Mbak Iin ini sampe nelpon saya, pengen tau suara saya kayak gimana.
Lembut kan Mbak?
Yang cowoknya.. mm.. ada Ahmad dan Bayu yang ketemu di FB. Sering chattingan selama setahun ini, tapi belom pernah ketemu langsung sampai sekarang.
Sama dua yang ini gak ketemu juga gak apa-apa lah. Khawatir benar-benar meleset dari bayangan saya
AlhamduliLlaah.. sering online ternyata silaturahminya semakin lebar ya. Semoga rezekinya juga semakin kenceng.
Contohnya saya.. dapet batik kaltim deh dari Rena
Bagus bangeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet.... Makasih ya Reen, makasih ya Pituut... JazakumuLlahu khairan katsiira
***
Langganan:
Postingan (Atom)