Jumat, 27 Februari 2009

resepsi rese!!

Sabtu siang jam 2, mamah pulang dari undangan pernikahan putri salah seorang teman kantor bapak. Wajah mamah tidak secantik ketika beliau pergi tadi. Bercucuran keringat dan sedikit cemberut.
Tak lama kemudian muncul bapakku yang misuh-misuh.
"Teungteuingeun !!", kata bapak.

Setelah duduk, membuka kerudung, dan menyalakan kipas angin, barulah mamah cerita ke saya kalau ternyata..
yang mulai jam 11 itu adalah penghantaran pengantin hingga ke pelaminan yang dikawal oleh para pager ayu. Acara jalan lambat tersebut kemudian diikuti oleh pagelaran sendra tari, lawakan garing, dan diakhiri dengan sempurna oleh pidato panjang lebar dari sang empunya hajat.

Walhasil, para tamu yang berjejal itu -baru bisa menyalami pengantin tepat pukul duabelas siang. Mengantri panjang dalam keadaan gerah dan lapar.
Entah apa mereka masih bisa mengucap do'a ketika bersalaman dengan pengantin, atau hanya sumpah serapah yang ada di hati mereka...



"Ikut apa mau orang tua"
Biasanya itulah alasan sebagian besar teman saya yang dengan tabahnya mengikuti prosesi pernikahan hingga akhirnya mereka tiba di kursi pelaminan.
Ya namanya adat, mau digimanain lagi. Sebagian besar orang bilang itu mesti dilestarikan. Toh di balik semua itu memang banyak hikmah dan nasihat yang terkandung. Ada nilai-nilai yang secara halus disampaikan oleh para sesepuh untuk gadis dan perjaka yang akan mengakhiri masa lajangnya.
It's oke lah... mudah-mudahan aja semua ingat akan hal itu.
Tapi ternyata ya.. yang seringkali terjadi hanyalah kesan hura-hura dan guyonan saja jadinya.

Huap lingkung, nincak endog, dan seterusnya.. akhirnya hanya jadi tontonan orang dan jadi bahan tertawaan.
Lucu aja sih lihat pasangan pengantin yang malu-malu itu, saling menyuapkan nasi ke mulut pasangannya hingga berpose setengah berpelukan. Diiringi sindiran-sindiran mesum dari sang presenter, bikin semua ketawa.

Syukurlah itu tak terjadi pada diriku dan suamiku dulu.. hihi.. malu-maluin aja.

Yup.. orang tuaku kebetulan paling males juga ngadain acara-acara adat begitu. Mungkin seiring dengan semakin pahamnya mereka akan ajaran agama. Kalau menikah, ya menikah saja dengan syarat dan rukun yang telah diberi contoh dan dalilnya oleh RasuluLlah SAW. Tak usahlah ditambah-tambah. Hanya nambah pikiran aja. Mending kalo cuma nambah pikiran.. Lha kalau nambah dosa?



Untuk kasus yang tadi, keterlambatan yang dibuat dengan sengaja di acara resepsi, pemikiran saya sederhana saja...
Saya hanya ingin pernikahan saya barokah. Kalaupun mereka lupa secara hati dan lisan mendo'akan saya, ya minimal jangan membuat mereka bersumpah serapah, mengeluh, dan kecewa atas pelaksanaan resepsi kami.

Dulu saya dan suami minta bantuan seorang ustadz. Mungkin teman-teman masih ingat, ustadz Djalaluddin Asy Syathibi. Selain meminta beliau memberikan khutbah nikah, kami pun meminta tim KUA beliau untuk bisa mengurus surat-surat nikah kami.

Kenapa kami minta beliau menangani? Karena kami gak mau petugas KUA yang tidak kami 'kenal', mengurus surat-surat nikah kami.
Emang kenapa kalau gak 'kenal' ?
Gak kenal.. ya gimana mau percaya?
Kenapa harus percaya?

Bukan masalah surat-suratnya...
Tapi pernahkah teman-teman menghadiri sebuah akad nikah yang sama sekali tidak khidmat gara-gara ulah petugas KUA ini?
misalnya saja, sesaat sebelum akad, petugas KUA menanyakan kembali nama lengkap dari kedua mempelai. Menanyakan kepada mempelai pria, apakah benar perempuan ini yang akan dinikahi...

Please dehhhhh!!! Gak penting banget!!!

Penting memang ya.. tapi kan itu bisa dilakukan sebelum acara, tidak usah di depan umum begitu.

Atau misalnya lagi, petugas KUA tiba-tiba panjang lebar berbicara, menyaingi khutbah nikah yang baru saja selesai. Dan yang paling garing kalau udah main-mainin kedua mempelai dengan guyon-guyon yang 'serem' gitulah.
Hih..cik atuh lah.. emangnya nikah tu cuma buat halal main di tempat tidur aja???!!!
Bener-bener guyonan gak bermutu gitu merusak suasana akad yang khidmat.

Belom lagi ini nih.. kalo petugas KUA nya udah nyuruh pengantin pria cium istri 'baru'nya itu di depan para hadirin.
Tolooooooong!!! Jangaaaaaan!!!
Ciuman pertama itu kan prosesi paling mengesankan seumur hidup!! Jangan biarkan pengantin baru itu melakukannya di depan orang lain.. please..please...

Ah, terserah deh teman-teman setuju apa enggak. Tapi itulah pendapat saya, yang udah ngejalanin sendiri prosesi bersejarah itu.
Enggak.. Mas Wis gak disuruh cium saya di depan para hadirin..
Thank's God!




Eh, tadi sampe mana? Sampe petugas KUA ya...

Yayaya.. akhirnya memang Ustadz Djalal dengan tim KUA nya are the best!!
Buat teman-teman yang menghadiri akad nikah saya, mudah-mudahan masih inget.

Diawali pembacaan Qur'an yang tidak mendayu-dayu, tapi sangat menyentuh dan memenuhi syarat makharijul huruf oleh Kang Andri Fitriadi.

Kemudian, penyampaian maksud dari Pak De Saroso (alm.), Pak De nya Mas Wiska yang menyampaikan maksud kehadirannya di tempat itu. Gak tanggung-tanggung, gaya beliau bicara kayak komandan upacara lapor pada inspektur. Singkat padat dan to the point.
Maklumlah beliau memang Mayjen TNI AD. Bikin saya rada reuwas. Untung gak ada tembakan ke atas pertanda pidato berakhir.

Dari pihak saya, diwakili oleh Pak Rustaman, sahabat bapak saya. Yang dengan tambahan basa-basi dikit, menjawab dan menerima maksud kedatangan dari keluarga mempelai pria.

Dilanjut Ustadz Djalal yang berkhutbah sangaaaat bagus. Saya pikir, gak hanya saya sebagai mempelai yang tersentuh, tapi juga hadirin yang lain.
Bener-bener semuanya menyimak, membuat suasana sunyi senyap. Padahal di antara hadirin tidak sedikit keluarga suamiku yang beragama Hindu. Tapi semuanya ikut menyimak.
Betapa seringnya beliau menyebut nama kami setiap kali beliau mengawali sebuah babak nasihat. Ananda Wiska, Ananda Irma,.. begitu katanya.
Kebapakan sekali beliau.. dan nasihatnya kerasa 'jederrr!' 'jederrr' gitu di hati saya. Yang bikin sebel karena saya diwanti-wanti sama perias biar gak nangis. Kalopun nangis, ngusapnya harus hati-hati.
Maklumlah, wajahku sudah dilukis sedemikian rupa sehingga.
Duhhh denger khutbahnya Ustadz Djalal ini, tamu-tamu yang lain aja pada nangis gitu, gimana aku bisa nahaaan...

Di akhir khutbahnya beliau mengajak lebih dari seratus orang yang hadir untuk sama-sama mengucap do'a secara lisan. Dan memandunya:

Barakallaahu laka... (diikuti hadirin: "barakaLlahu laka"...) dst
Barakallahu laka... wa baraka 'alaika... wa jama'a bainakuma... fii khairii...
Barakallaahu laka... wa baraka 'alaika... wa jama'a bainakuma... fii khairii...
Barakallaahu laka... wa baraka 'alaika... wa jama'a bainakuma... fii khairii...

Sampai tiga kali.

Siapa yang gak senang dido'akan rame-rame gitu.. apalagi ini, ketika kita menjalani hal yang amat berat dalam hidup!
Lagian senangnya, puluhan teman-teman dekat saya baik teman SMA, teman kuliah, dan teman di salman, semua! semua! semuanyaaaa.. hadir di acara akad nikahku ini. Hwaaa.. I love u all my best friends!!
Kalo aku kangen kalian, tinggal diputer ulang deh videonya..
tampak wajah-wajah kalian sewaktu muda dulu.. hehe..
You are the best dah!!



Sambil menutup khutbah, Ustadz Djalal memberi kode pada tim KUA untuk segera menghampiri 'meja aqad'.
Dua orang petugas segera membuka berbagai dokumen di atas meja, memberi kode pada para saksi agar maju, dan dengan cepat memberikan kertas 'kope'an bait-bait aqad di depan Mas Wiska dan bapakku, sambil tak lupa menyatukan tangan mereka.
Tanpa bicara sepatah kata pun!

Tanpa ba-bi-bu pula salah seorang petugas KUA itu segera memimpin istighfar dan memberi aba-aba pada bapakku untuk memulai prosesi.
Jujur saya hampir pingsan.
Kirain ada sepatah dua patah kata dulu dari pembawa acara yang menyatakan prosesi akad nikah akan segera dimulai.
Ini mah.. sesaat setelah penutupan khutbah, langsung akad!!!

Sempet diulang sekali sih pengucapan akadnya. Secara, Mas Wis bilang basmalah dulu sebelum "saya terima"... hehe.. Mestinya langsung.. (basmalahnya dalam hati aja)
Gara-gara reuwas tea meureun ya Mas? Atau karena belom pengalaman?

Setelah prosesi akad nikah yang singkat tapi amat khidmat itu, gak ada acara apa-apa lagi, kecuali sungkeman sepenuh hati tanpa disoundtracki oleh sinden, dan salaman dengan hadirin akad nikah.
Saya dan mas wiska.. (iya yang akhirnya jadi suami saya itu..wkwkwk..), berganti pakaian -(masih di kamar yang berbeda..hehe)..dan jam 11 teng, kami sudah berdiri di atas kursi pelaminan. Siap menerima salam selamat dari para hadirin resepsi, yang memang diundang jam 11 hingga jam 14.

Kami tiba di singgasana pengantin itu gak pake dianter-anter. Kucluk-kucluk-kucluk.. jalan aja berenam bareng-bareng orang tua dan mertua.
Toh nyampe juga di panggung dengan selamat.

Hiburannya cuma kecapi suling, itupun dari dua kaset yang diputar berulang.
Pelan saja, gak jelegar jeleger menohok dada, gak bikin para tamu mesti tereak tereak kalo ngobrol.



Ah, kalo kitanya mau simple sih .. nikah itu bisa kita bikin simple..
Yang gak simple memang satu..
cari jodohnya !

***

Jumat, 13 Februari 2009

we love wayah

Tadi pagi Arif nangis.. ujug-ujug.. teu angin teu hujan.
Kesel saya kalo dia udah gitu. Cik atuh lah.. laki-laki!
Nangis terisak-isak di jok belakang, pas saya starter mobil, mau antar Arif Sofi pergi sekolah.
Saya matikan lagi mesin mobil, dan berbalik ke belakang.
"Kenapa Rif??"

Arif menghabiskan dulu sedu sedannya, baru bisa jawab:
"Arif mau sama Wayah.."



Gak nyangka saya pagi-pagi begini dia kangen sama wayahnya.
"Yaa..kan besok juga kita ke kanayakan ketemu wayah?", hibur saya sekenanya, but that's true.

Arif pun mengangguk dan berhenti menangis.

Fh.. lengketnya Arif sama wayahnya ini memang gak ada duanya.
Wayah adalah panggilan 'kakek' dalam bahasa Bali, tidak lain tidak bukan adalah bapak mertua saya tercinta.

Maklumlah Arif itu cucu pertama di keluarga mertua, jadi..kehadirannya itu seperti sebuah durian runtuh. Ditunggu-tunggu, dikerubutin, disayang-sayang...

Bukan waktu yang sebentar, saya sempat tinggal di rumah mertua sampai 3 tahunan. Menghabiskan masa hamil, hingga Arif berusia 1,5 tahun.
Selama 1,5 tahun itu, ya begitulah..Wayah dan Arif lengket kayak perangko.
Sempat juga saya ngerasa jealous ketika Arif kelihatan lebih senang bersama wayahnya daripada sama saya.

***
Bulan-bulan pertama pindah ke rumah sendiri, Wayah sampe hampir tiap hari menempuh belasan kilometer hanya untuk bertemu Arif.
Di sela-sela jadwal mengajarnya yang padat, beliau sempat-sempatnya mengunjungi rumah kami.
Sebentar, kadang hanya 30 menitan di siang hari, hanya untuk berbaring dengan Arif sampe cucunya ini tertidur, lantas beliau berangkat lagi.. menempuh belasan kilometer lagi, kembali ke tempat tugasnya.

Tak jarang pula Arif jadi satu-satunya balita yang berkeliaran di kampus. Dibawa kerja sama Wayahnya. Untungnya gak digembol di tas, masuk ke kelas

Sayang Wayah ini pasti nyampe ke hatinya Arif, dan melekat hingga sekarang.
Sekarang mah 'mending', Wayah gak sampe mesti bertemu muka.. 'hanya' nelepon Arif aja setiap sore

Sama Sofi? Gak segitunya sih. Mungkin karena Sofi perempuan, trus Sofi juga lahirnya pas saya udah di rumah sendiri. Pokonya gak selengket sama Arif.
Tapi cucu wayah ya tetep cucu wayah..
Arif sama Sofi di kanayakan seperti gak punya tempat duduk sendiri.
Sebegitu banyak kursi, yang mereka duduki hanyalah kedua kaki Wayah. Kalo enggak, ya menclok di pundak Wayah. Pokonya nempel sama Wayah.
Lebih parah lagi sewaktu keponakanku Thaariq, cucu wayah yang ketiga, masih di kanayakan, ya tiga-tiganya dipangku wayah!
Syukurlah, postur tubuh beliau tinggi besar sehingga bisa menampung ketiga cucunya.

Senyum wayah memang selalu mengembang dari bibirnya setiap beliau bertatap muka dengan siapapun. He's so nice. Baik sekali orangnya. Pendiam tapi tampak ramah pada siapapun.
Beberapa mahasiswi yang sempat diajar oleh beliau, sempat saya tanyakan kesannya terhadap bapak mertuaku ini..
"Baik banget...murah senyum", selalu begitu jawaban mereka.

Bapak adalah dosen matematika yang mengajar hampir di setiap jurusan, baik teknik maupun sains. Di farmasi, beliau mengajar kalkulus.

Bapak sempat bilang sama saya. Kata beliau anak farmasi sekarang centil-centil.
"Kenapa gitu Pak?", tanya saya.
"Ya gak tau tuh, tadi ketemu anak farmasi 200X, bertiga,perempuan, manggil-manggil dari jauh sambil dadah-dadah 'Bapaaaaaaakk'!!!'gitu..Duh...", kata Bapak sambil geleng-geleng kepala, tapi tetep aja sambil senyum juga.

...ada ya mahasiswi manggil Pak Dosennya kayak gitu..

***

Beranjak paham akan arti sholat, Arif cukup sering bertanya, kenapa Wayah gak pernah sholat.
Bahkan Sofi pun mulai menyadari hal ini,"Sofi belom pernah liat wayah solat?!"

Saya jelaskan baik-baik kepada mereka, kalau Wayah belum menjadi seorang muslim.
Entah mereka mengerti apa enggak. Tapi tetep aja selalu terdengar ungkapan-ungkapan spontan dari mereka.
Misalnya saat Arif dikeloni wayahnya, suara Arif yang stereo terdengar dari kamar saya di kanayakan:
"Wayah..gimana coba do'a sebelum tidur?"
"..." (gak kedengeran sama saya jawabannya wayah apa)
"Bukan gituuuu! Gini nih.. bismika Allohumma ahyaa wa bismika amuuut"

Mendengar ini saya cuma senyam-senyum sendiri dengan sedikit miris sambil mengucap do'a, semoga Arif bisa menjadi jalan hidayah, untuk wayah tersayang.
Semoga Ya Allah... amiiin...

***
Terhitung sejak dua pekan kemarin, wayah pensiun. Seperti yang sudah saya duga, rencana pertama di awal pensiunnya adalah mengunjungi Thaariq, cucu dari adik ipar saya. Beliau akan menempuh ribuan kilometer dan akan keluar uang jutaan rupiah 'hanya' untuk bertemu dengan sang cucu ketiganya. Hihi.. pasti Thaariq bahagia

***
Hm,Wayah, betapa kami sangat sayang padamu!

"Ya Rahiim..sampaikanlah sayangMu padanya.."


***

Minggu, 08 Februari 2009

lagi gak enak hati..

Duh.. pernah gak sih ngerasain kayak gini..
nyebelin banget.

Melakukan kesalahan yang saya tau saya salah,
ketika niat akan memperbaiki dan minta maaf, orangnya keburu marah duluan.
Saya tetap memperbaiki kesalahan itu dan mengakhirinya dengan minta maaf.
Insyaa Allah ikhlas, karena saya sadar saya memang salah.

Tapi tetep aja dia mengungkit-ungkit kesalahan saya. Sekali..dua kali.. tiga kali..
terus aja dibahas.
Padahal saya melakukan kesalahan itu hanya satu kali! Gak pernah dan gak akan sekali-kali lagi.. pliss deh. Saya tau diri koq.

Rasanya pengen bilang:
"Gw tau gw salah! dan gw udah minta maaf! Kenapa elu mesti ungkit-ungkit lagi????"

Hhh..God.. hanya Engkau sebaik-baiknya Pemberi Maaf..
Ampuni saya

***

Selasa, 03 Februari 2009

ummi gak boleh jadi dedemit fesbuk !!

Gara-gara perang komentar terus sama Mas Eko -sepupu suamiku- di fesbuk, daku jadi kacau balau begini.. (hayo Mas, bisa ngomentarin blog saya gak??? Hahaha..nantang lagi deh gw)

Hari ini saya salah makein Arif seragam. Mestinya hari ini dia pake seragam kotak-kotak, eh.. malah saya pakein batik. Ada untungnya juga Arif cuekan. Dia cuek aja bajunya beda dari yang lain. Penyakit cuek sama penampilan ini konon turunan dari kedua orang tuanya

Pas saya upload kondisi ini di fesbuk, haha.. tentu saja Mas Eko mencela saya habis-habisan.
Hihi.. rame nian ya 'fesbuk fever' saat ini. Kurang-kurangnya disiplin diri, bablas deh. Apalagi buat saya yang anytime anywhere bisa online. Padahal kerjaan begitu menumpuk

Akhirnya saya bikin aturan baru nih buat diri sendiri, kapan aja saya boleh buka laptop- koneksi telkomsel flash- connecting- and... OL !!

Jadi kapan tuh?
Ada deh..
Pokonya buat Mas Eko.. awas ya kalo ketemu !!!

***

"umi suka gak tepat waktu"

Siapa yang bilang gitu???
ARIF !!!
Nyebelin banget dibilangin kayak gitu sama anak sendiri
Gak tau apa, kalo umminya ini paling ditakuti sama orang-orang yang bikin janji padanya?
Mungkin saya terlalu sombong.. merasa diri paling on time sedunia

Ceritanya nih.. Arif udah tau jam.
Selain sama saya selalu diingatkan, gurunya juga ikut membentuk Arif menjadi anak yang sangat tau waktu.
Di kelas ada jam.. dan gurunya selalu mengingatkan. Nanti kalau jam sekian.. lima menit lagi..jarum panjang di angka sekian.. pekerjaannya dikumpulkan/ waktunya makan/ istirahat..etc.

Dan masalahnya, Arif belum bisa nerima yang namanya 'sekitar jam ...', 'kurang lebih jam...', juga 'waktu toleransi'.

Jadi ketika saya terlambat lima menit saja, Arif sudah mencap saya tidak tepat waktu.
Atau bahkan saya terlalu cepat datang dari apotek, maka Arif protes
"Umi kok udah pulang lagi? Katanya pulang setengah tiga?"

***