Sabtu, 07 Desember 2013

Petualangan Anto dan Sarah (2)

***
"Ibu punya perawat bayi di rumah?", tanya Prof. Dadang, dokter spesialis anak (Konsulen), penanggungjawab Anto dan Sarah selama 3 minggu mereka dirawat di NICU, di awal kehidupannya.

Saya cuman nyengir, memandang dengan rasa bersalah ke mamah sambil bilang ke dokternya, "Dirawatnya dibantu sama neneknya Dok".

"Wahhh.. cape dong Bu, kasihan. Saya sarankan punya perawat ya di rumah.. Ini bayinya harus dikasih minum tiap 2 jam sekali. Sekali minum 50ml harus habis. Harus dibuat nangis dulu sebelum minum.. ", dst dst beliau memaparkan perawatan bayi prematur, di rumah, yang standarnya standar NICU banged. Misalnya saja semua yang ketemu bayi harus pakai masker. Yang sakit jangan coba dekat-dekat dengan bayi. Alas kaki harus dilepas dan semua yang pegang bayi harus cuci tangan terlebih dahulu memakai sabun + sanitizer. GLEK!!


Yaaa iya juga sih, mestinya memang begitu. Tapi bisa jadi selain menyewa perawat, kami juga harus menyewa satpam seperti halnya di ruang NICU RSIA Limijati =P

Bagaimana bisa tega kami melarang-larang yang nengokin untuk culak colek adek bayi. Gimana bahasanya kami menyuruh mereka pakai masker dan cuci tangan lebih dulu?

Lagian yang nengokin kadang suka keterlaluan juga. Anaknya yang lagi flu dibiarkan masuk kamar bayi dan uhuk uhuk tepat di depan box.

Itu mah beneran saya tuntun anaknya biar keluar kamar ... haha.. maafkan ya...


Lama-lama ya sudahlah pasrah saja dengan kerabat dan handai taulan yang nengokin si bayi kecil yang berat badannya masih kurang dari 2,5kg itu, yang masih sangat rentan terhadap penyakit itu. Semoga virus dan kuman-kuman yang datang .. dari jawilan tangan-tangan mereka.. dari ciuman yang tiba-tiba didaratkan di pipi bayi.. kalah telak karena do'a yang terlantun ikhlas dari mereka semua =D Terimakasih ya =)


Yang nengokin mungkin 100 orang ada deh dari awal si kembar lahir, sampai mereka usia 3 bulan juga adaa terus yang nengok. Banyak banget yang pengen lihat wujud si bayi kembar ini. Hihi. Selebritis brow.

Mana kalau kontrol ke dokter, kami dikerubungi pasien-pasien lain yang penasaran juga. ...Gubrak dah. Itu virus kayaknya udah ngepung aja.


Yup... saat bayi pulang dari RS, ART pun kami tak punya. Saya belum berani pulang ke rumah sendiri. Masih numpang di mamah dan segala sesuatunya dibantu mamah dan bapak. Hiks. Semoga Allah selalu menyayangi keduanya.

Sementara itu pencarian ART masih terus dilakukan, dan dapat .. dicomblangin tetangga. ART saya yang sebelumnya kan seperti yang udah saya ceritakan di blog, berhenti kerja di awal ramadhan. Kepaksa deh cari ART baru.


Setelah dapat ART ini barulah saya memulai hidup baru di rumah. Dan berhubung ARTnya cuma mau kerja sampai jam 12 siang, mamah datang ke rumah saya hampir setiap hari menempuh perjalanan lebih dari 5km dengan angkot untuk menemani saya dari jam 12 hingga menjelang suami pulang >.

Memang saya bagaimanapun gak bisa ditinggal sendiri mengurus dua bayi. Mereka bukan boneka yang bisa dikasih minum langsung diam dan ditidurkan. Namanya bayi beneran,... ya ada rewelnya, ada ganti popoknya, ada pupnya, ada gumohnya. Apalagi Sarah, gumoh alias olabnya parah pisan. Udah disendawakan tetep aja susunya suka keluar lagi. Ditepuk-tepuknya harus lamaaa.. baru bisa ditidurkan tanpa olab. Saat Sarah ditepuk-tepuk, Anto minta minum pulak.

Masa-masa itu adalah masa yang berat banget buat saya. Gak pernah tidur dengan nyaman, khawatir para bayi olab gak ketauan. Sampai tersedak misalnya... kan kasihan.


Kalau Anto, dia dari awal bermasalah di area paru-paru. Beberapa jam setelah dia lahir, dia harus pakai ventilator untuk menambahkan oksigen yang dihirupnya. Mengkhawatirkan sekali.

Sampai di rumah pun ada kalanya dia "lupa bernafas". Ketika minum tiba-tiba berhenti nyedot dengan mulut terbuka. Kemudian mukanya pucat sementara area mulut hidung dan mata menggelap warna kulitnya.

Mungkin karena saya terdidik oleh perawat selama mereka di ruang NICU, saya tidak terlalu panik. Saya angkat dan tepuk-tepuk punggung Anto hingga dia mengeluarkan suara keras seperti batuk campur teriakan, kemudian dia akan menangis.. dan sudah. Selesai. Tapi tetep saya gemeteran sih setelahnya.. hiks.


Dan setelah lebih dari sebulan Anto gak kayak gitu lagi... tiba-tiba kejadian lagi. Nah itu yang bulan kemaren yang dia sampai dirawat di RS Hermina. Saat itu kejadiannya berulang dalam satu malam. Saya masih diberi ketenangan oleh Allah sampai dia saya tidurkan dia di bed IGD Rumah sakit sambil bilang ke perawat "Suster dia gak nafas" dan membuat heboh seluruh perawat yang ada di sana.


Air mata saya tumpah seketika melihat Anto dikerubungi dokter dan perawat dan ditempeli alat untuk menyedot cairan dari mulutnya... hingga akhirnya dia menangis lagi....

Entah itu air mata ke berapa mili yang tumpah dari mata saya saat merawat si kembar dari sejak mereka lahir.

Air mata pertama tentu saja saat melihat mereka untuk pertama kalinya di ruang NICU.... betapa kecilnya, betapa lemahnya mereka T.T


AlhamduliLlah saat ini segalanya sudah membaik. Saya punya ART. Punya juga pengasuh bayi. Walau keduanya tidak menginap. Lumayanlah tidak lagi membuat mamah saya bolak-balik ke rumah.


Jangan tanya berapa dan dari mana biaya untuk merawat si kembar .... dari mulai aqiqahnya, susu formulanya, diapersnya, pengasuhnya, biaya perawatan di RS,.... sampai ada komen di fb... ini satu bayi seharga mobil avanza .. bahkan lebih kalau semua dirupiahkan :))

Tapi di sinilah yang lagi-lagi membuat air mata saya tumpah. Air mata syukur atas kuasa Allah membiayai segalanya dari jalan halal yang tidak disangka-sangka. Takjub beneran.. Memang Allah Maha Kaya. Tidak ada yang tidak bisa bagi NYA.


Dari si kembar, semoga kami sekeluarga mendapat hikmah yang banyak dan keimanan yang bertambah. Yakin DIA ada dan mengurus segalanya :-) karena tenaga kami saat merawat anak-anak kami..tak ada apa-apanya bila tanpa pertolongan dari Allah.. Rabb semesta alam.

Super. Luar biasa rasanya....


Laa haula wa laa quwwata illaa biLlaah T.T


-diam-diam nyeka mata.. malu keliatan nangis di depan komputer sama pengasuh bayi .. xixi.

***