Kamis, 23 April 2009

Syahidnya Rika Hafsyah

***
Dibalik matanya yang sembab dan garis-garis wajahnya yang menahan kesedihan, tampak ibu di hadapan saya ini berusaha mengumpulkan serpihan memori, berjuang menerobos lorong waktu, dan berbalik arah menuju belasan tahun yang lalu. Mencari-cari di mana beliau pernah melihat wajah saya.

“Saya Irma Bu.. temennya Rika di SMA... temen sebangkunya..,”

“Ooh.. Neng Irma? Nu aya dina foto?”, diluar dugaan sekali jawaban spontan dari beliau.

Berarti benar apa yang saya bilang di note sebelumnya, bahwa saya dan Rika sering sekali berada dalam satu foto semasa SMA dulu.
Bahkan saya pernah berfoto di sini, di sudut ruang tamu ini, juga di kamar itu...
kamarnya almarhumah Rika Hafsyah.
Semuanya lengkap saya koleksi dalam beberapa album. Dan pastinya Rika juga mengoleksi foto-foto saya, karena semua yang ada foto Rikanya, selalu saya cetak dua.
Maklumlah, waktu SMA, entah kelas berapa, saya punya kamera pocket baru. Jadi senengnya jeprat jepret melulu.

“Paaaa.. ieu aya Neng Irmaaa...”, mama Rika memanggil suaminya.

Ayah Rika pun muncul dari kamarnya, dan lengkaplah sudah potongan 'puzzle' wajah Rika di hadapan saya. Sebagian ada di mamanya, dan sebagian lagi ada di ayahnya. Menghasilkan wajah ayu seorang Rika Hafsyah.

Saya, bersama Levy, dipersilahkan duduk.
Rumah orang tua Rika tidak bisa dibilang besar, tapi cukup. Cukup untuk keluarga kecil seperti keluarganya Rika. Rika si anak sulung yang hanya punya satu adik.
Bahkan untuk mencari rumahnya saja, saya dan Levy harus berputar-putar dulu di Gg.Sukasari. Bulak belok, masuk gang sana sini, cari-cari rumah nomor 66.

Berdasar data dari buku angkatan kita “Dimensi Tiga”, rumah Rika terletak di Gg.Sukasari V. Tapi berdasarkan ingatannya Levy, rumah Rika ada di Gg.Sukasari IV
(ternyata memang di gang empat!)
Ingatan saya? Saya hanya ingat bentuk dan tata letak ruang tamu dan kamarnya saja. Tidak membantu sama sekali.
Jauhnya jarak rumah kami membuat saya hanya sekali dua kali bertandang ke rumah Rika. Kalau kerja kelompok tentunya kami memilih rumah teman yang letaknya di tengah, atau kos-kosan yang hanya beberapa ratus meter saja dari sekolah.

Di buku "Dimensi Tiga" itu pun tidak mudah menemukan alamat Rika di kapling Fis 1, karena kita menyusunnya dalam bentuk iklan mini yang ngaco. Ingat?
Ternyata Rika masuk ke kolom 'agen dan biro jasa' :

“Tukang air bersih, tukang kredit buku, tukang ngompas bulanan, tukangeun imah batur. RIKA Jl.Cibeureum Gg.Sukasari V no.66 Rt/Rw 02/01”

Begitulah 'iklan' yang tertera di sana, membuat saya senyum-senyum sendiri di mobil yang dikemudikan Levy. (Dulu memang Rika jadi bendahara kelas ya?)

Kembali ke rumah Rika,
Saya dan Levy menyampaikan salam dan turut belasungkawa dari rekan-rekan SMA 3, yang dijawab dengan anggukan dan terimakasih dari kedua orang tua Rika.
Mama Rika yang tak henti-hentinya mengusap air mata membuat kami berat untuk mulai menanyakan kronologis peristiwa yang terjadi pada Rika 19 April kemarin, karena kami tau, pasti itulah bagian yang paling berat yang harus diceritakan oleh orang tua Rika kepada banyak orang dan berulang-ulang pula.

Tapi siapa yang tidak penasaran dengan kejadian mendadak seperti ini?

Akhirnya Ayah Rika mulai bercerita, sementara mama Rika tetap terisak. Maklum, selama ini Rika dan cucunyalah yang menemani keseharian beliau di rumah, sementara suami Rika mencari nafkah di Jakarta dan pulang setiap akhir pekan saja.
Ganjar, adik Rika yang beda usianya 4 tahun dengan Rika, bekerja di Cilegon. Belum ada menantu dari putranya ini.

Sebelum Ayah Rika cerita, sebetulnya saya sudah menyiapkan hati untuk mendengar tentang tragedi persalinan semacam pendarahan, bayi sungsang, pecah ketuban terlalu cepat, atau kelalaian bidan.

Namun.....

“Di RSB.XX...”, kata bapak memulai ceritanya.
Saya sedikit terlonjak.. “RSB XX?”
“Iya yang di jalan XX”, jawab beliau memastikan.

Oh my God... !! Karena di rumah sakit itu pula, tepat 19 April tujuh tahun lalu, saya melahirkan Arif. Kini justru pada tanggal yang sama, dan pada proses yang sama, sahabat saya gugur di sana.

*maaf, nama RSB itu saya samarkan dulu. Tanya via japri saja bila perlu*

Ternyata Levy melahirkan kedua putrinya di rumah sakit itu pula, sehingga kami bisa sama-sama membayangkan situasi pada saat Rika dipanggil oleh Nya.
Pastilah kalau melahirkan spontan, Rika terbaring di kamar bersalin yang itu, di bed yang itu, yang menghadap ke situ... Terbayang saat saya berjuang melahirkan Arif di sana.

“Semuanya normal...”, lanjut ayah Rika. Dan cerita selanjutnya memang membuat kami terpaku.

Ya teman teman... semuanya berjalan begitu baik, sehat, dan wajar.
Selama kehamilan, Rika sehat, tidak kurang suatu apa. Pun letak janin di dalam rahim, usia kehamilan... semuanya baik.
Selama kehamilan, Rika rajin memeriksakan kandungannya kepada dokter yang juga menangani kelahiran anak keduanya ini, di rumah sakit bersalin ini. Toh anak pertama pun lahir dengan selamat di rumah sakit yang sama, dengan proses kelahiran spontan yang lancar.

Ahad 19 April 2009, ba'da shubuh kemarin itu...Rika siap melahirkan. Dokter yang menangani sudah stand by, para suster dan bidan lengkap, suami Rika pun sudah siap mendampingi Rika di kamar bersalin.
Tidak ada yang kurang, bahkan nyaris sempurna untuk sebuah proses persalinan.

Hanya saja.... ketika tengah mengejan, dan rambut bayi mulai tampak....

*pengalaman saya dalam dua kali melahirkan, ketika dokter/bidan mengatakan bahwa rambut bayi mulai tampak, maka tinggal dua tiga kali mengejan maka bayi pun keluar*

Nah.. ketika rambut bayi mulai tampak, Rika tiba-tiba mengeluh pusing dan kemudian pingsan.
Dokter sampai berteriak dan menepuk-nepuk Rika agar bangun dan sadar.
“Rika !! Rika !! Sadar!! Rika!!”
Tapi Rika tetap tak sadarkan diri.

Mendengar ribut-ribut begitu, kedua orang tua Rika, bersama Fina (4,5 tahun) putri Rika yang pertama, segera masuk ke dalam ruang persalinan. Dan mereka melihat Rika tak bergerak.

Bantuan pernafasan dan alat pacu jantung diaktifkan.
Tapi Rika tetap diam.

Fina mulai menangis “Umi kenapa? Umi kenapa?”, tapi tentu saja tak ada yang bisa menjawab. Semuanya panik.

Membayangkannya saja sudah membuat saya berurai air mata.
Usia Fina persis usia anakku Sofi, yang Agustus nanti 5 tahun. Saat seorang anak, apalagi anak perempuan, mulai mengerti dan bergantung pada orang yang amat menyayangi dan mengerti dirinya, yaitu ibu kandungnya sendiri.

Melihat hidung dan telapak tangan Rika yang membiru, ayah Rika sudah langsung sadar bahwa putri satu-satunya yang dicintainya telah tiada. Ruhnya telah pergi, meninggalkan jasad Rika yang cantik, untuk selama-lamanya.

Setelah berbagai usaha dikerahkan, dan setelah berbagai pemeriksaan dilakukan, dokter spesialis kandungan yang menangani Rika akhirnya menyerah, dan menyatakan bahwa Rika telah meninggal bersama bayi perempuan yang masih berada dalam rahimnya.

***

“Rika syahidah...”, sementara hanya itu tanggapan saya di akhir cerita, sambil tak kuasa menahan air mata.

“Iya .. setelah Bapak baca-baca juga, Insyaa Allah, Rika syahid”, jawab ayah Rika berkaca-kaca.

*Jabir bin Atiq meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: jenis mati syahid ada tujuh selain berjihad di jalan Allah, yaitu: ......
......., dan seorang perempuan yang meninggal karena melahirkan (HR Bukhari, Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, Malik)*

Syahid, berarti Rika insyaa Allah masuk Syurga-Nya TANPA HISAB !!!!

Setelah Rika dinyatakan meninggal, dokter dan pihak rumah sakit meminta maaf kepada suami dan kedua orang tua Rika.
Penyebab Rika meninggal memang belum diketahui dengan pasti, karena segala sesuatunya sudah sesuai prosedur, dan baik Rika maupun janin, sebelumnya telah dinyatakan sehat.
Menurut dokter, kejadian seperti ini terbilang sangat jarang. Satu diantara seribu, katanya.

Wallahu a'lam, mungkin memang ini hanya satu cara bagaimana Allah memilih seseorang untuk syahid di jalanNya. Memanggil orang yang disayangiNya dengan panggilan mulia.

Teman-teman, begitu indahnya ya akhir dari kehidupan sahabatku ini?
Wafat dengan cara yang begitu terhormat... menghembuskan nafas terakhir dalam rengkuhan ridha suami, dan ridha kedua orang tua.
SubhanaLlah... betapa sempurnanya !!

Tapi pastilah ini menjadi ujian teramat berat bagi suami Rika, yang harus berpisah dengan istri yang dicintainya justru pada momen di mana sepasang suami istri berada dalam puncaknya kedekatan batin. Harus berada pada sisi paling menyedihkan saat di sisi lain mestinya dia berada pada detik-detik yang paling membahagiakan dalam hidupnya.

Mengingat apa yang pernah saya alami,... saat terasa dekat dan bahagianya saya ketika suami bisa merengkuh punggung saya dengan tangan kanannya, dan menggenggam tangan kiri saya dengan tangan kirinya, membantu saya menguatkan hati dan fisik untuk mendorong bayi hingga keluar. Serta betapa melambungnya saya ketika kami bertatapan dengan penuh cinta dan suka cita tatkala semua berjalan begitu lancar.

Dan untuk suami Rika kemarin, semua itu berbalik, jatuh, terhempas.... karena semua kehilangan itu terjadi tepat di depan matanya pada saat yang tidak disangka-sangka.

Sayangnya, saya dan Levy sore tadi tidak bertemu dengan putri dan suami Rika, karena sedang berada di rumah mertua Rika di Cimahi.

Orang tua Rika memohonkan maaf atas kesalahan Rika, katanya tolong disampaikan kepada teman-teman. Sementara saya dan Levy berkali-kali meyakinkan mereka berdua dengan kesaksian bahwa Rika sama sekali tidak ada cela di mata kami.
Yang kami kenal adalah Rika yang baik, Rika yang ramah, dan Rika yang lembut hati. Beruntunglah mereka punya putri sebaik Almarhumah.

Ibu mertua Rika pun saat ini jatuh sakit, karena sangat terpukul ditinggal oleh menantu yang sangat mereka sayangi.
SyafakiLlah...

***

Saya dan Levy sudah menyampaikan titipan tanda belasungkawa dari teman-teman.
Semuanya berjumlah Rp.3.010.000,- (tiga juta sepuluh ribu rupiah),
AlhamduliLlah...
Telah disampaikan atas nama teman-teman Rika di SMA 3 Bandung (1996), karena tanda belasungkawa tidak hanya berasal dari rekan-rekan sekelas, tapi juga dari rekan di kelas lain.

JazakumuLlahu khairan katsiiraa.

Yah, begitulah teman-teman....
Sekarang tinggal kita yang belum menemukan jawaban dari sebuah pertanyaan dengan tanda tanya yang paling besar dalam hidup ini...yaitu, dengan cara apa kelak kita mengakhiri hidup.

Akankah jadi orang seberuntung Rika Hafsyah Asy Syahidah?

**
Allahumma inni as-aluka salamatan fiddiin, wa aafiyatan fil jasadi, wa ziyaadatan fil' ilmi, wa barakatan firrizqi, wataubatan qablal maut, wa rahmatan indal maut, wa maghfiratan ba'dal maut. Allahuma hawwin 'alainaa fii sakaraatil maut wannajaata minannaar, wal 'af - wa indal hisaab.

"Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu keselamatan dalam agama, kesehatan jasmani, bertambah ilmu, rezeki yang berkah, diterima taubat sebelum mati, mendapat rahmat ketika mati dan mendapat ampunan setelah mati. Ya Allah, mudahkanlah kami pada waktu sakaratul maut dan selamatkanlah kami dari api neraka serta kami mohon ampunan ketika di hisab."

Aamiin ya Rabbal 'alamiin.



Bandung, 22 April 2009
*sebagai tanda cinta, untuk seorang sahabat*
***

Selasa, 21 April 2009

sepenggal memoar untuk Rika Hafsyah

***



Ternyata tidak berlebihan apa yang saya lihat di film-film Indonesia, saat seseorang menerima berita tentang sesuatu yang mengejutkan, dia kaget sampai melepas genggaman teleponnya. Karena itupun hampir saja terjadi pada saya saat saya menerima berita kalau Rika meninggal.
Tiba-tiba lemas... hilang.... melayang...

Baru kali ini memang saya ditinggal oleh orang yang pernah amat dekat dengan saya, ditinggal untuk selamanya. Wajarlah kalau teman-teman banyak yang mengucapkan turut belasungkawanya justru kepada saya. Karena selama SMA, terutama kelas 2 sampai kelas 3, Rika adalah soulmate saya. Di mana ada Irma, di situ ada Rika. Lihat deh, sebagian besar foto-foto SMA kita, pastilah ada saya dan Rika dalam satu foto. Malah beberapa pekan lalu saya sudah mengupload foto Rika di facebook ini.

Mungkin banyak teman SMA yang melupakan Rika. Rika seakan menghilang dari hadapan saya pada hari pengumuman kelulusan UMPTN tahun 1996. Rika tidak lulus UMPTN, tetapi kemudian lulus di Polban Ciwaruga. Setelah itu dia rasanya begitu menjauh. Kami sibuk dengan urusan masing-masing, dan telpan telpon hanya pas lebaran saja. Apalagi dengan tidak munculnya beliau di mailing list, friendster, dan facebook, jadi agak susah melacaknya. Tidak banyak teman lama yang tau kabar terkini dari beliau.

Kalau dibilang dekat, sebetulnya enggak juga. Kedekatan saya dengan Rika mungkin tidak sedekat saya dengan beberapa sahabat lainnya. Tapi bagaimanapun, dia yang sempat satu kelas dengan saya tiga tahun, dan dua tahun terakhir satu bangku dengannya, tentunya punya kenangan tersendiri, kenangan yang selama ini hanya kami simpan berdua saja.

Karakter yang berbeda, tapi saling melengkapi. Mungkin itu yang membuat kami tak pernah berpisah bangku. Saya yang cenderung extrovert, dan Rika yang cenderung introvert. Saya yang cerewet, dan Rika yang siap mendengarkan. Saya yang mengatur, dan Rika yang siap diatur.
Kami punya kesibukan di ekskul yang berbeda, dan bertemu hanya di bangku untuk berbagi cerita.

Tidak banyak rahasia dirinya yang sempat terungkap.
Pernah saya secara tidak sengaja menemukan rahasia terdalam dari hatinya. Benar-benar tidak sengaja, sampai saya kaget dan memandang matanya sambil sedikit tersenyum penuh arti. Membuat wajahnya yang putih bersih itu benar-benar merah padam.

“Tapi Irma, jangan bilang siapa-siapa ya?”, katanya sambil memohon, memelas, setengah menangis.
“Iya.. iya...tenang aja, “ jawab saya meyakinkan dirinya. Toh apa yang dia rahasiakan sebetulnya bukan aib, dan wajar saja terjadi di hati seorang gadis SMA. Tapi dia tampak begitu malu. Malu sekali.
Insyaa Allah Rika, apapun rahasia dirimu yang pernah terungkap di hadapan saya, akan saya jaga selamanya, hingga saya menyusulmu kelak.
Ah, akankah kita 'sebangku' lagi di syurgaNya, Rika?

Rika yang cantik, pemalu dan sangat menjaga dirinya... itu kesan saya pada Rika, almarhumah.
Saya cerita ke mamah juga, mamahku spontan bilang.. “InnaliLlahii.. Rika nu manis tea?”
SubhanaLlah.. tampaknya selain fisik yang memang cantik, dia dikaruniai inner beauty (pinjam istilahnya Lita dalam notenya tentang Rika), sehingga siapapun yang bertemu dengannya, akan bilang Rika anak yang manis.

Yang saya ingat dia sering sekali menggenggam jemari saya. Saat dia cemas, gembira, ataupun saat dia menghibur saya yang sedang sedih ataupun menyatakan bahwa dia ikut bahagia... Pasti... pasti saja dia genggam jemari ini. Pun ketika dia berjalan di samping saya, tangannya selalu saja menggandeng. Kadang saya sampai risih, karena saya sendiri tidak biasa mengungkapkan segala sesuatu dengan sentuhan. Tapi tak apalah... bila itu nyaman bagi Rika.
Mungkin teman-teman semua juga merasakan bagaimana kita harus menyesuaikan diri dengan yang namanya teman sebangku. Cocoknya ada, gak cocoknya juga ada.
Tapi semua tentu saja kami lalui dengan senang hati, dan saling toleransi.

Masih ingat kan di mana kami biasa duduk di Fis 1?
Meskipun kita berebut kursi, tapi hampir bisa dipastikan kalau kami biasa duduk tepat di depan pintu masuk, dengan tugas memata-matai bila guru yang akan mengajar di kelas kita datang dari kejauhan.
Haha.. pintu kelas kita itu lho yang papannya dilepas satu biar ada celah 5cm untuk bisa ngintip ke arah lorong.
Kalau guru datang, maka saya dan Rika langsung memberi kode... pssst.. psst..pssst....sambil melambai-lambaikan tangan, dan semua duduk dengan manis di tempatnya masing-masing, hingga guru yang bersangkutan masuk dan memandang kita dengan tatapan puas, karena kita siap belajar :)

***
Tadinya saya dan Levy sore ini mau ta'ziyah, tapi berhubung Levy ada sebuah urusan, sepertinya ta'ziyah ke rumah orang tua Rika akan ditunda.
Kemarin saya sempat menelpon ke rumahnya dan diangkat oleh ibu mertuanya Rika. Maklum, karena berita yang saya dengar dari Levy via telepon dan yang saya baca di milis kelas dari Iin, tidak jelas sumbernya. Masih sedikit berharap bila berita yang saya dengar itu salah.
Tapi memang benar demikian adanya. Rika meninggal saat melahirkan anak keduanya, dan bayinya pun tidak terselamatkan. Rika meninggalkan suami dan seorang anak yang usianya barangkali sekarang sekitar 4-5 tahun.
Cerita lebih detil akan saya tulis lagi pada note berikutnya setelah saya ke rumahnya besok, Insyaa Allah.Maklumlah, rumah Rika di ujung barat, dan saya sekarang ada di ujung timur, belum lagi urusan pekerjaan dan anak-anak, sulit sekali bagi saya dan Levy untuk mengatur waktu.

Tolong sempatkan sejenak saja untuk dengan khusyuk kita do'akan Rika, mema'afkan segala kesalahannya, dan mengenang segala kebaikannya.

[Alloohummaghfir laha Warhamha Wa ‘Aafihi Wa’fu ‘anha, Wa Akrim Nuzulaha, Wa Wassi’ Madkholaha, Waghsilhu Bil Maa’i WatsTsalji Wal Barodi, Wa Naqqihi Minal Khothooyaa Kamaa Naqqaitats Tsaubal Abyadho Minad Danasi, Wa Abdilhu Daaron Khoiron Min Daarihi, Wa Ahlan Khoiron Min Ahlihi, Wa Zaujan Khoiron Min Zaijihi, Wa Adkhilhul Jannata, Wa A’idhu Min ‘Adzaabil Qabri]

Ya Allah, Ampunilah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempat-kanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), suami yang lebih baik daripada suaminya, dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.” (HR. Muslim 2/663)

Aamiin, ya Rabbal 'aalamiin...

***

Sabtu, 18 April 2009

warnailah sesukamu, nak!

***
Rabu kemarin saya antar Sofi ke taman lalu lintas, untuk mengikuti acara Festival Raudhatul Athfal sekodya Bandung. Sofi mewakili kelas A RA At Taqwa pada lomba mewarnai. Kata Bu Gurunya sih, Sofi paling rapi di kelasnya kalo mewarnai.
Hm.. hebat ya? Siapa coba umminya?



Allah, Allah, rasa syukur ini begitu besarnya. Jangankan melihat Sofi punya kelebihan.. melihat dia bisa tersenyum saja, saya bahagia!

Taman lalu lintas saat itu jadi arena yang amat sangat padat. Ratusan kepala manusia, anak beserta ibu dan gurunya, memadati taman di tengah kota itu. Puluhan pedagang ikut pula meramaikan suasana di luar arena. Macet luar biasa di jalan belitung - sumatera. Di antara kepala-kepala itu, ada kepala Dada Rosada tentu saja. Karena beliaulah yang membuka acara ini dengan resmi.

Ricuh bin Riweuh.

Banyak anak-anak yang merengek minta dibelikan mainan, dan kayaknya banyak juga orang tua yang mencoba berbohong untuk menghibur hati anaknya.
"Iya nanti dibeliin", padahal nunggu anak lupa.

Sofi rewel gak?
Ah, kalo Sofi sih udah biasa gak dibeliin apa-apa. Jadi ya dia juga gak minta.
(kasian amat anak itu ya.. siapa sih bapaknya? )

Saya dan Sofi gak ikut rombongan sekolah. Saya nyetir mobil sendiri saja, antar Arif dulu ke sekolahnya. Ceritanya biar bisa bebas mau pulang jam berapa.
Sesampai di sana saya langsung cari-cari rombongan RA At Taqwa. Tapi di antara sekian banyak orang itu, saya gak nemu satupun yang saya kenal. Nelpon gurunya Sofi, gak diangkat. Sms pun gak nyampe.

Ya sudah, saya akhirnya cari sendiri panitia dan meminta lembar 'soal' mewarnai buat Sofi. Kebetulan dari sekolah, Sofi sudah dibekali dua karcis masuk dan nomor peserta. Jadi ya tinggal masuk masuk aja.

Sofi cemberut. Awalnya dia gak mau masuk arena karena gak ada satupun orang yang dia kenal. Saya coba gak maksa, karena cukup bisa berempati lah. Males banget memang mesti mewarnai di tempat yang begitu padat manusia, ditambah lagi sinar matahari yang semakin terik. Masih jam sembilan pagi tapi ya kok rasanya panaaas sekali.

Gak maksa sih, tapi coba untuk membujuk. Bahasa halus dari 'AGAK maksa'.
A itu tidak, gak itu tidak. Jadi ya kesimpulannya maksa juga.
Sofi pun mau karena saya menunjukkan tempat di pinggir arena, sehingga Sofi masih bisa dekat dengan saya.
Ibu-ibu memenuhi tempat di pinggir arena itu. Masing-masing ibu tentu saja mengarahkan pandangan pada anak dan hasil karyanya.

Di area lain, ada juga lomba senam, lomba peragaan busana, dan beberapa lomba lainnya. Ibu, anak, guru, dan panitia hilir mudik. Belum lagi kereta mobil yang berputar-putar di jalanan dengan klakson yang dipijit berkali-kali dan teriakan si sopir agar orang-orang menyingkir dari jalanan.
Hehe.. bener-bener dah, crowdednya taman lalu lintas saat itu seakan jadi miniatur kota Bandung. Bedanya sih cuma satu: jalan di taman lalu lintas gak ada yang berlubang. Sementara aslinya kota Bandung, tak ada jalan tanpa lubang di tengahnya.



Matahari semakin meninggi. Sudah 15 menit Sofi mewarnai. Anak-anak lain yang sudah lebih dulu duduk di arena tampak mulai gelisah dan melirik kiri kanan. Konsentrasi mulai buyar. Ibu-ibu pun berlomba meneriaki anaknya biar segera menyelesaikan pekerjaannya. Dan saya sibuk mengamati. Sofi alhamduliLlah, tampak masih semangat.



"Eh, udah dari tadi kok mewarnainya masih segitu?", teriak seorang ibu. Anaknya emang kayaknya udah kesel dan gak konsen banget. Sementara dia baru mewarnai gambar pohonnya saja. Si anak segera kembali mewarnai, tapi tak lama kemudian dia udah clingak clinguk lagi.

tik tuk tik tuk...

Waktu terus berjalan, dan kini masuk ke tahapan finishing.
Ibu-ibu masih ribut juga.

"Loh.. kok atap warnanya biru? Coklat atuh!!", teriak seorang ibu pada anaknya.
"mm.. tapi atap rumah sekarang emang ada juga yang biru ya?", masih kata si ibu itu lagi sambil melayangkan pandangan ke seorang ibu di sebelah kirinya.

Tidak hanya satu ibu yang berkomentar senada, tapi tiga.. mungkin lebih karena tiga itu hanya yang ada di sekitar saya saja. Begitu banyak ibu yang tampak ribut juga di belahan arena yang lain.

"Daun kok ungu?" "Langit kok hijau?", berisik!

Malah ada seorang ibu yang.. 'teu kuaaat!'.
Dia masuk arena, merebut krayon yang sedang dipegang anaknya yang siap ditorehkan di atas kertas, mengambil krayon warna lain, dan menyerahkannya pada si anak.
"Nih.. warnai ini pake yang ini!!", kata si Ibu sambil menunjuk sebuah bidang di kertas soal.

Oh my God! Biasa aja deh Bu!!

Ah, mewarnai itu kan tak sekedar mewarnai. Seandainya saya jadi panitia, barangkali saya akan memberi nilai tertinggi pada gambar dengan warna yang paling aneh.
Daun ungu, bunga hijau, atap kuning, dinding hitam, langit oranye, dan awan merah. Anak yang mewarnai gambarnya seperti itu -sekali lagi, ini pemikiran saya pribadi- pastilah anak yang kreatif, berimajinasi tinggi, percaya diri, dan bukan plagiator.

Tapi jujur, tak urung saya pun hampir meneriakkan hal yang sama dengan ibu-ibu tadi saat Sofi mengakhiri gambarnya dengan menorehkan krayon coklat pada langit!
Bukan.. bukan masalah warnanya, tapi warna coklat itu sama persis dengan coklatnya atap dan coklatnya batang pohon.

Jadi kan...
"Sofi!! Bedain dong warnanya!!!.. fh..fh..."

*Sabar buuuuuuu !!*

Syukurlah.. saya masih bisa nahan diri. Walaupun sedikit kecewa karena sebetulnya dari mulai mewarnai tanah sampai atap, Sofi udah bagus permainan warnanya. Tapi ya kok endingnya mesti begini.. hiks. Sudahlah!



Paduli teuing si langit dan atap coklat itu!
Coklat emang uwennak Fiii...!!
Lanjuuuuuuuuuuuuuuuuuuutt !!!

Saya menghibur diri dalam hati..sambil memperhatikan jemari mungilnya Sofi yang terus mewarnai dengan krayon patah-patahnya. Tiap akan mengambil krayon Sofi pasti melirik saya seakan minta persetujuan. Dan saya.. tentu saja selalu mengangguk.

"Warnailah sesukamu, Nak!"

**

Dan setelah Sofi usai mewarnai, kami pun bersenang-senang naik kereta api dan kereta mobil.

Sofi senang, saya pun senang...
*maklum, saumur-umur memang baru saat itu saya naik kereta api di taman lalu lintas ini*



***

Selasa, 14 April 2009

Irma laper

***


illustrated by Ella Elviana, apt. Farmasi ITB '96

***

bosan

***

Beberapa hari lalu saya sempat dengar sebuah cerita hikmah di sebuah stasiun radio. Cerita ini dibacakan oleh penyiarnya, Shahnaz Haq. Shahnaz yang cantik, kocak, dan cerdas itu - *ngefans*

Intinya sih, bagaimana mengatasi rasa bosan.

Kata Pak Tua kepada seorang pemuda yang bosan, cobalah menikmati kebosanan itu sendiri.

"Hah... terlalu filosofis!" kata saya dalam hati.
Begitu pula ternyata pendapat si pemuda tadi.
Bagaimana caranya menikmati kebosanan Pak Tua? Itu tidak mungkin saya lakukan!

Hm.. lantas kenapa kamu tidak bosan makan nasi setiap hari? ujar si pak tua.

Saya mulai mikir, "iya ya.. kenapa ya saya gak bosen makan nasi.."
Ternyata si pemuda punya jawabannya: saya tidak bosan karena lauknya berganti-ganti.

"Oh heeh.. bener juga".

Ya sudah kalau gitu, kata pak tua. Berilah lauk yang berbeda pada rutinitasmu.
Cobalah kalau biasa membaca di atas kursi, membacalah di atas lantai.
Kalau biasa menggenggam hp dengan tangan kanan, cobalah di tangan kiri.

Saya mulai mikir.. mm.. ini memang hal yang biasa saya lakukan untuk mengatasi kebosanan. Bukan dengan mengganti cara membaca atau menggenggam hp tentunya. Tapi karena saya bukan orang kantoran, maka saya cukup bebas mengatur waktu dan mengubah-ubah rutinitas. Kecuali kaitannya dengan suami kerja dan anak-anak sekolah, yang memang rutin buangett..

Si pemuda itu pun mencoba, dan seminggu kemudian dia balik lagi ke si pak tua.
Ternyata dia masih bosan.
Kata si Pak Tua.. cobalah bermain layaknya anak kecil. Kamu senang main apa waktu kecil? Cobalah mainkan kembali.
Dan di cerita ini si pemuda tadi ternyata merasa tidak lagi bosan.

Ah.. endingnya gak seperti yang saya harapkan. Kok solusinya main kayak anak kecil.
Cuma kesimpulannya ya lumayan kena. Katanya bosan itu hanya berasal dari pemikiran kita saja. Berpikir bosan, ya jadilah bosan.

***

Hidup ini kayaknya terlalu rumit buat dibosani ya? Teman juga terlalu banyak untuk dipake bosen.. hehe..
Tapi kali ini saya bener-bener bosen ternyata.
Di apotek, sendirian, menjalani rutinitas seperti biasanya. Datang, hitung duit, urusan faktur, pemesanan, pembayaran. Pulang.. beres-beres rumah, ngurus anak, suami.. begitu saja terus.

Mungkin yang ada bukan bosan sih. Tapi hilangnya rasa syukur dan kejelian dalam mengambil hikmah dari setiap langkah. -Hwah...sok dalem ah.. jadi malu-

Nulis ini sambil denger lagunya Michael Ruff.. Entah kenapa suamiku kok ngedownload lagu jadul ini.

...new snow falling softly round me
a second chance to make things all right...


Lha kok salju jatoh aja tampak begitu berarti..
atau kalo lagi mellow, emang yang kayak gitu jadi indah ya?
atau semua terasa berarti jika orang sedang jatuh cinta saja?

Saya coba kembali berpikir ke arah target. Bila kita melihat pada apa yang belum didapat, maka waktu akan berjalan begitu cepat. Tak kan lagi membosankan.
Dengan berpikir Arif seminggu lagi genap 7 tahun saja, mestinya saya tidak boleh merasa bosan...

***

Minggu, 12 April 2009

hehe...dapet blog award =)

Howey...howeyy... alhamduliLlaah... makaci ya Mia Cantik, atas awardnya...



Saya nunjuk blognya siapa ya.. mmmm... tiga aja deh, blognya Tika, Lita, dan Ella.

Nah, kalo kamu mendapatkan award ini, kamu harus :

1. Meletakkan logo/ award di blogmu
2. Meletakkan link blog yang telah memberimu award
3. Berikan ke blog lain
4. Buat link blog lain yang kamu berikan award
5. Kasih tau lewat pesan di blog yang kamu kasih award

Yuhuuuu...jadi (pengen) semangat lagi nulis deh.. hmm..

***

Minggu, 05 April 2009

aku ingin

***
aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada


Sabtu, 04 April 2009

snowman, benda padat atau cair? (2)

***
hoaaahmmm.... (heuay maksudnya)... dini hari begini euy..

setelah fesbukan, akhirnya ingin menyempatkan nulis di sini.
Mo cerita tentang perkembangan "snowman".. haha..
buat yang gak ngikutin, silahkan baca dulu postingan "snowman, benda padat atau cair? (1)"

Saya akhirnya gak ngajak ngobrol tu' bu guru. Tapi saya ngajak ngobrol bagian kesiswaan.
Alasan pertama: Saya gak punya kata-kata yang tepat buat Bu Guru. Kasarnya sih, kata-kata untuk 'menyalahkan' teori dia tentang snowman. You know lah, gw gitu.. yang orangnya lemah lembut begini, paling gak suka menyalahkan orang, membuat orang kalah telak di depan saya, membuat orang lain malu karena merasa dirinya salah. Sementara saya dengan penuh argumen dan dukungan fesbukers, sebetulnya bisa mengalahkan Bu Guru itu, setelak telaknya.
Teori yang dia pegang juga kan sebetulnya udah diungkapkan, so.. bisa jadi kami gak bisa 'ketemu' kalau bicara.

Alasan kedua: Ini bukan semata-mata teori fisika. Tapi lebih ke metode pendidikan yang diterapkan di sekolah ini. Jadi ya pembicaraannya mesti agak meluas dan melibatkan pihak sekolah. Tidak 'sekedar' Ibu Guru.

Alasan ketiga: Saya dekat dengan Bu Lely, bagian kesiswaan. Dia yang memperkenalkan untuk pertama kali pada saya, SD tempat Arif belajar ini. Maka saya memutuskan untuk bicara saja dengannya. Kebetulan Maziya, putrinya, sekelas sama Arif.

Akhirnya saya ungkapkan uneg-uneg saya ini pada Bu Lely. Bu Lely sendiri lupa kalau putrinya dapat PR ini. Mungkin Maziya mengerjakannya sendiri.
Bu Lely paham betul permasalahannya dan berjanji akan membicarakan hal ini dengan baik-baik ke Bu Gurunya Arif (dan Maziya), juga pihak sekolah. Bu Lely juga sepakat kalau snowman itu benda padat. Hehe...
Kalau Bu Lely janji.. ya saya percaya betul beliau akan menepatinya.
Saya tinggal tagih ntar kalo ketemu, bagaimana hasilnya.

Segitu dulu lahh.. beneran tunduh sekarang mah...
***

snowman, benda padat atau cair? (1)

Snowman... benda padat, atau cair ??
Share
Sunday, March 8, 2009 at 9:03pm

Ini sebetulnya PRnya Arif yang telah dikerjakan pekan lalu.
Mengklasifikasikan mana benda padat, benda cair, dan gas.
Dari print out 12 macam gambar benda yang ditempel Bu Guru di buku PR, setiap gambarnya harus diberi warna..
merah untuk benda padat, biru untuk benda cair, dan kuning untuk gas.

Awalnya agak bingung,
misalnya karena ada gambar botol berisi air.

Ini maksudnya gambar air di dalam botol, atau botol berisi air? Hehe.. (beda toh?)
Tapi ya sudrahla.... itu benda cair, Nak..

Tiba pada giliran gambar gelembung...
Saya dan Arif keukeuh kalo itu gelembung.
Sementara papanya keukeuh kalo itu gambar tetesan air.
Sofi tentu saja no comment.
Pertengkaran pun tidak terelakkan.
Si papah sampe nyipratin air ke atas taplak plastik meja makan.
Dan saya membalas dengan membanting kursi (.. hehe.. boong banget..)

Akhirnya Arif ambil jalan tengah.
"Itu gambar gelembung, dan itu benda cair!!!!"
Didebat sama saya juga dia keukeuh kalo itu adalah benda cair.
Ya sudrahla....wherever you go whatever you do.. I will be right here waiting for you...

Tiba pada manusia salju...
kami sekeluarga sepakat, bahwa itu adalah benda padat.
Peun.
Ngerjain PR anak kelas 1 SD aja sampe rapat keluarga coba!!

----

Besoknya saya periksa buku PR Arif.
Ada dua point yang disalahkan Bu Guru.
Pertama, gelembung itu mestinya masuk kategori gas. Sepakat.
Dan kedua, manusia salju itu mestinya masuk kategori benda cair.
Haaa... Manusia salju benda cair?

Saya langsung protes di buku penghubung..
"Komentar PR: bukankah snowman=es itu benda padat? mohon penjelasan"
Begitu tulis saya.

Sepulang Arif sekolah besoknya lagi, ada jawaban Bu Guru:
"Umi, sebelumnya Bu Guru ucapkan terimakasih atas masukannya.
Memang jika dilihat secara bentuk, snowman itu solid. Akan tetapi pada akhirnya akan mencair.
Salah satu kriteria benda padat adalah kuat (tidak mudah untuk hancur). Dan salju cukup mudah untuk dihancurkan.
Demikian info dan penjelasannya. Terimakasih"

Wah.. kalo saya tatap muka sama Bu Guru, tanpa baku hantam pun tampaknya saya bakal menang nih sebenernya.
Tapi karena medianya terbatas begini, saya memilih untuk tidak melanjutkan perdebatan.

Bahkan saya pun tidak bertanya pada Arif, apa dia mau ikut pendapat Bu Guru atau pendapat saya. Biarlah dia berpikir sendiri dan menemukan sendiri jawabannya.
Ketika saya tanya Arif, apa kriteria benda padat dan cair, Arif belum bisa mendeskripsikannya dengan baik... kurang lebih jawabannya adalah "pokoknya ya gitu deh".

-----

Belakangan saya jadi khawatir juga jangan-jangan ada sikap saya yang salah:

1. Hmmm... jangan-jangan... emang snowman itu benda cair??
*maklum dah lama gak sekolah*

2. Kalo iya benda padat, apa mesti saya mendatangi Bu Guru dan berdebat tentang hal ini demi masa depan para siswa?
*bertanggungjawab akan masa depan bangsa*

3. Atau saya cukup berdiskusi dengan Arif agar Arif sadar bahwa snowman itu benda padat?
*maksa*

What do you think about it?

***
Written about a month ago

Show 10 more comments...
Mariati Abdulkadir at 5:02pm March 9
kayaknya kriteria bu gurunya sama sekali tidak ilmiah.. kalo gitu coklat batangan juga benda cair ya.. kalo dikantongin mencair hehe.. es batu juga benda cair, lama kelamaan mencair.. trus bener juga tuh kata ninuk, istana pasir juga mudah hancur..

kalo udah diskusi, update lagi ya bu.. pengen tau bu gurunya keukeuh apa gak :D

Irma Vitriani Susanti at 7:58pm March 9
Dan kalo gitu alasannya, berarti kita juga benda mati ya Yun??

Hehe.. ntar diupdate di blog saya yah...:) Iyun masih setia membuka blogku kannn?? Sori di sana jadi suka dipake curhat aja sekarang. Blog jadi sepi gara2 fb :P

Swestika Swandari at 7:59pm March 9
Snowman for benda padat !!
Teh, diskusi lagi ama gurunya Arif.. :D
Kali ini harus keliatan lulusan ITB ya.. tidak seperti yang ini..http://wizhier.blogspot.com/2009/01/buat-apa-kita-belajar.html heuheu...

Irma Vitriani Susanti at 8:07pm March 9
wkwkwkwk....saya hapus ahh postingannya... :P

Belli Belinda at 8:57pm March 9
Snowman menurut petani adalah benda padat sok weh gegel bari moyan...tak akan mencair...tinggal pilih yang permanent atau white board....(tah..aip itu kt wa umis..wakakkakakakkak) ,emh aip tea calon propesor hehehehe..aip hebaaaaaat :)

Diah Kusumawati at 2:17am March 10
snowman= benda padat, bu guru. kecuali kalo snowman dimasukin ke panci gede trus digodog, tah eta jadi cai panas. itu perubahan fasa padat ke fasa cair. coklat, plastik, baja oge bisa mencair, tergantung suhunya. bukan sok ilmiah, lho. lagian saya mah bukan tukang insinyur, bukan juga alumni ITB. :-) atau gini aja:" arif, kakek & nenek bogor udah ... Read Morenanya ke snowman di pyrennees, katanya snowman benda padat. titik. end of discussion." berarti yg diomongin bu guru snowman di bandung, yah udah cair atuh... sama2 bener kan? makin bingung kan? udah ah, jd pusing saya oge. tunduh...

Irma Vitriani Susanti at 4:38am March 10
Uwa Belli, Tante Diah....nuhun ah.. abdi janten ngiring pusing mikiran snowman nu digegel bari moyan jeung snowman nu dibawa ti pyrennees ka bandung ....!@#$%^&*
(Pyrennees teh.. pami ti Cilengkrang ka palih mana eta teh Neng?)

Sri Yayu Indriyani R at 11:58am March 10
punten nembe ngasih komentar Ier.

Snowman, saya setuju termasuk benda padat.

Alasannya : karena dalam wujud snow (salju) apalagi sudh dibentuk snowman, dia memiliki sifat2 benda padat, bukan liquid.... Read More

Contoh yang sepadan : es batu, apakah ini termasuk benda padat/cair? bisa dijadikan bahan diskusi dengan Bu Guru tadi (btw, Arif sekolah di dekat TK nya yang dulu Ier?)

--> snow atau salju atau yuki (bhs jepang), teksturnya kalo baru turn memang lembut, tapi kalo sudah jatuh ke tanah, apalagi dibentuk bulat2 (snowman) akan menjadi keras, lumayan kalo dilemparin ke badan kita he..he..apalagi ke muka (inget pas main lempar2an salju sama anak2) :).

Mudah2an bisa mencerahkan Ier.

Sulitnya belajar tanpa meilhat langsung ya. Sama juga di isni, saat anak2 belajar tentang transportasi tradisional di Indonesia, pasar rakyat di Indonesia, bagi yang ikut pelajaran INA, apalagi PPKN, sulit mengikuti karena nggak kebayang.

Irma Vitriani Susanti at 8:07pm March 10
@Yayu: Arif sekolah bukan di deket TK yang dulu, bukan juga di SD kita dulu :)
Inget gak Yay.. dulu jaman SD - bareng Lia - kita suka eksperimen pelajaran IPA di rumah saya? Hehe.. sok ilmiah pisan.. Tapi dipikir-pikir.. keren juga kita dulu ya :P

Lita Edia at 8:32pm March 23
kumaha Ier...dah ngobrol lagi sama gurunya arif? kumaha komentar terbarunya sang guru?