Rabu, 23 September 2009

mohon jangan lebay, ustadz...

***

Berpisah dengan sesuatu yang menyenangkan memang rasanya berat. Itu pula setiap kali saya rasakan ketika sholat Idul Fitri. Kerasa banget kalo dengan takbir tujuh kali di rakaat pertamanya dan lima kali di rakaat keduanya, maka saya diresmikan berpisah dengan bulan ramadhan. Selalu saja akhirnya ada setitik air mata yang menetes di pelupuk mata ini. Apalagi mengingat limpahan sayang yang Allah berikan pada saya di hari itu, saat saya masih bisa berkumpul dengan keluarga dalam keadaan sehat walafiat, tidak kurang suatu apa.

Entahlah tahun depan, apa anggota keluarga saya masih lengkap seperti sekarang ini. Entahlah tahun depan, apa yang terjadi atas muka bumi yang saya pijak.
dan entahlah tahun depan, apa saya masih hidup.

Lantunan bacaan shalat oleh sang imam begitu indah.
Gak tau apa saya memang lagi mellow atau ustadznya yang top markotop nih. Surat Al Baqoroh awal, barangkali sekitar dua halaman serta surat An Nabaa di rakaat kedua, amat saya nikmati. Bukan karena saya faham artinya, tapi itu lho.. tajwid dan makhorijul hurufnya keren banget. Setidaknya karena saya pernah belajar tahsin walau cuma sampe tahsin 2, tapi jadinya kalo denger bisa tau mana bacaan yang salah dan yang benar. Walaupun belum tentu saya juga bisa melantunkannya dengan seratus persen benar.

Ustadz yang ini .. bacaan sholatnya keren banget lah. Suaranya tidak mendayu-dayu ala musabaqoh tilawatil qur'an, tapi mantep dari awal hingga akhir dengan pengucapan yang sesuai aturannya.

***

Lanjut ke khutbah Idul Fitri.

Saya berharap, kalau bacaan qur'annya bagus, khutbahnya juga bagus.

Hmm.. benar juga ternyata.
Sederhana sebetulnya apa yang beliau sampaikan. Yaitu tentang amalan yang bisa mengalirkan pahala pada kita setelah kita mati, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo'akan.
Temanya biasa banget gitu lho. Tapi karena penyampaiannya tegas mantaf, nteu ngayayay, ya rasanya kok kena banget di hati. Di setiap poin beliau dengan konsisten menjelaskan maksud harfiyahnya, satu contohnya, kemudian hubungannya dengan keluarga Nabi Ibrahim, sehingga di akhir bisa ditarik kesimpulan bahwa setiap poin tersebut telah diajarkan oleh keluarga Ibrahim dan alangkah ruginya bila kita tidak mengamalkannya.

Ah, sederhana.

Salah satu kunci sukses dari khutbah, tentu selain karena keikhlasan yang menyampaikan dan yang mendengarkan, seorang khatib harus selalu berpegang pada alur. Kalo yang dibahas A, B, dan C, cukuplah perluasan materinya di A1, A2, A3, B1, B2, dst..
Tak perlulah jadi sub bab A1.1., A.1.2, bahkan jadi A.1.1.2, B.1.1.2... cape dehhh...

Mungkin juga khatib mesti lihat audiensnya kayak gimana. Kalo pendengarnya adalah jajaran aktivis yang punya waktu dan tenaga banyak untuk 'mengaji', okelah dibawa berpanjang-panjang.
Lha kalo audiensnya kebanyakan ibu-ibu yang pake kerudung aja gerahnya setengah mati,.. bawa anak-anak pula, apa iya bisa nyimak uraian panjang lebar?

Pernah tu' saya menghadiri sebuah pengajian ibu-ibu. Ustadzahnya membahas tentang amalan di bulan ramadhan. Gaya bicaranya menarik, ekspresinya mendukung, dan bahasa tubuhnya bikin gak ngantuk.

Kata beliau:
"Amalan di bulan ramadhan itu yang pertama adalah perbanyak membaca qur'an" (setelah sebelumnya beliau membahas dulu keutamaan bulan ramadhan).

"Adab membaca qur'an diantaranya yang pertama adalah menutup aurat"
Tak lupa beliau menguraikan tentang batasan aurat, bagi laki-laki dan perempuan,
bla..bla..bla..

"Siapa saja yang dinamakan mahram, yang boleh melihat aurat kita? Yang pertama adalah..."
bla..bla..bla...

"Jadi hati-hati ibu, kalau mudik.. di hadapan ipar itu kita harus menutup aurat"
dibahas pula tentang mudik...



Satu jam berlalu. Matahari mulai meninggi dan suasana semakin panas karena ceramahnya diadakan di luar masjid saat dhuha.. lagian ini baru poin pertama. Pertama dari yang pertama.. halah...

Ringtone sms saya pun berbunyi.. dari seorang ibu yang duduknya menclok di seberang saya, agak jauh. "Irma.. smsan aja yuk, saya mulai gak konsen nih, payah banget ustadnya gak tau waktu!"

untung aja saya masih bisa ngakak dalam hati, dan cuma senyum lebar pada penampakannya kepada si ibu yang ngesms.
Ya sudahlah, akhirnya kami sepakat untuk meninggalkan forum pengajian itu, daripada ngedumel gak karuan sama ustadzahnya.
Kesimpulan dari pengajiannya apa? Gak tau!

AstaghfiruLlah..
Istighfar Ier.. istighfar!!
mungkin ini kekotoran hati kami saja, ya Allah..
kami yang kurang ajar, ndableg, gak bisa diomongin dan malah ngomeli sang guru.

Tapi, kalo boleh kami berkilah, .. tolonglah kepada para da'i dan da'iyah.. ustadz dan ustadzah, kalau kasih materi dalam satu waktu, cukup singkat saja, to the point saja, contoh pun satu atau dua saja, sehingga otak kami yang udah karatan ini bisa mengingatnya, dan tubuh yang lemah ini pun bisa mengamalkannya. Lebih baik sedikit dengan satu kesimpulan dan barangkali bersambung di lain waktu, daripada berpanjang-panjang tapi gak jelas apa intinya.

****
Yuk ah, mending kita berdo'a saja semoga para pengajar, dan guru kami, di manapun anda berada, selalu diberi keikhlasan dalam setiap penyampaian ilmunya. Dan kami, murid, pendengar.. apapun lah namanya, diberi kelapangan hati untuk menerima setiap ilmu yang bermanfaat, diberi kekuatan pula untuk mengamalkannya.

Karena ilmu tanpa amal takkan ada artinya..
***

2 komentar:

Maya mengatakan...

hmm.. yang nge-sms waktu itu saya bukan yah?

ier mengatakan...

eh.. bukannya waktu itu Maya yang jadi ustadzahnya? :P