Kamis, 18 Desember 2008

arsip ier 4 April 2004 - keluargaku, muhrimkah?

Di antara sahabat2 sekarang banyak yang sudah berkeluarga. Tentunya pernikahan selain menyatukan antara seorang laki2 dan perempuan, juga menyatukan dua keluarga besar.

Perlu dikaji juga bagaimana pandangan Islam terhadap hubungan muhrim antar kita dan keluarga baru kita. Misalnya buat kita yang berjilbab... di depan siapa saja kita bisa buka kerudung. Jangan sampai mentang2 udah 'keluarga' atau ada pertalian darah, kita buka kerudung seenaknya.

Baca lagi surat An-Nuur 31. Muhrim kita adalah:
1. Suami 2. Ayah dan ayah suami (bapak mertua)
3. Putra 4. Putra suami = kalau suami nikah lagi berarti putra dari istri yang lain.
5. Saudara laki-laki = kakak/ adik laki2.
6. Putra saudara laki2/ perempuan= keponakan.
7. Wanita Islam = Non muslim bukan muhrim.
8. Budak
9. Pelayan laki2 yang tidak punya keinginan terhadap wanita (hati2 lho, jangan salah menilai)
10. Anak2 yang belum mengerti terhadap aurat wanita (hati-hati juga)

Di depan orang2 di atas, kita boleh buka aurat, tapi tentu saja tetap sopan. Pernah ada berita seorang ayah yang memperkosa anak kandungnya.... penyebabnya tidak lain karena si anak perempuan kalau habis mandi, keluar kamar mandi nutup badan seperlunya aja (mungkin hanya berbalut handuk).

Jadi hindari pakaian2 terbuka, terutama lutut ke atas atau leher ke bawah, tipis, atau menampakkan lekuk tubuh sekalipun itu di rumah, di depan muhrim kita.Tentu saja kecuali kalau kelihatannya cuma sama suami seorang.

Sebagai catatan, pakaian2 sopan itu harus diperkenalkan ke anak sejak kecil. Usahakan pakaian anak (terutama anak perempuan), sejak tiga tahunan atau TK lah... tidak terlihat ketiak atau pahanya. Walaupun dengan begitu dia kelihatan lucu dan menggemaskan.

Satu lagi yang penting, yaitu ipar laki2. Dari An-Nuur 31 di atas tidak disebutkan bahwa saudara ipar adalah muhrim kita. Berarti kita harus tetap berkerudung di hadapannya. Tapi ada yang menyebutkan bahwa ipar adalah muhrim sementara, yaitu tidak bisa menikahi kita selama suami kita masih ada.
Yang ini saya tanya sama sahabat2 tentang dalilnya. Selama ini saya cuma tau tapi nggak pernah dapet teks haditsnya. Apakah kita wajib menutupkan kerudung di hadapannya? Please ya, kasih tau saya!

Selama ini saya nggak terlalu bermasalah dengan ipar laki2. Saya cuma punya satu orang ipar laki2, insyaa Allah nggak akan nambah lagi, yaitu suami dari adik perempuan suami saya (jadi kami sama2 dalam posisi menantu). Nggak masalah, karena sekalipun - misalnya - boleh buka kerudung di depan dia....saya sih, nggak mau deh! Malu! Apalagi beliau cuma setahun di atas saya, jadi rasanya seperti ke temen saya di kampus atau di salman.
Dan alhamduliLlah beliau termasuk ikhwan yang faham juga dalam menjaga hijabnya dengan saya, misalnya nggak bersentuhan kalau salaman atau kalau di mobil nggak mau duduk bersebelahan. Di luar itu ya biasa aja.. ngobrol, nonton TV bareng, makan bareng, dll selayaknya adik-kakak (yang baru kenal 3,5 tahun :)). Dulu sempat serumah di rumah mertua, tapi sekarang alhamduliLlah saya udah menempati rumah sendiri. Jadi ketemu cuma malem minggu aja (?), kalau saya silaturahmi ke mertua...he..he..

Itulah sekelumit romantika pernikahan, di mana Islam ternyata mengatur sampai hal2 kecil dalam keseharian kita, untuk menjaga diri dan keutuhan keluarga besar yang kita cintai.

Obrolan saya ini mewakili kaum akhwat. Untuk ikhwannya tinggal dibalik2in aja ya... selama ini gimana sikap kalian terhadap keluarga dan saudara2 perempuan.
Mohon masukannya kalau ada yang salah dalam uraian saya di atas. Semoga bermanfaat.
Wallahu a'lam bish shawab.

***

Tidak ada komentar: