***
Hari ini bisa dianggap hari bersejarah kali ya, buat saya....
Patut diingat lah, 4 Agustus 2006.
Karena pada hari ini saya mesti tega-tegaan memutuskan salah satu tali tipis keterikatan anak-anak terhadap saya, sebagai ibunya.
Arif yang sudah seminggu sekolah tanpa mau lepas dari pangkuan saya, pada hari ini mulai 'dipaksa' oleh Bu Guru untuk tinggal di kelasnya tanpa saya di sisinya.
Serta putriku -Sofi- yang hari ini mulai lepas ASI berhubung kemarin dia ulang tahun yang kedua.Pagi tadi keduanya sempat menangis meraung-raung meratapi hilangnya sebuah kehangatan yang biasa mereka rasakan.
Tapi alhamduliLlah... tidak lama. Mungkin seiring dengan tekad bulat saya untuk melepas mereka pada waktunya.
Banyak orang bilang, antara ibu dan anak biasanya suka 'terus rasa'. Ya seperti saya dan ibu saya -yang kalau saya sakit, beliau pasti gelisah, dan kalau saya nelepon, beliau sudah hampir selalu bisa memastikan bahwa itu telepon dari saya.-
Tadi pada saat saya meninggalkan Arif di kelas, dalam keadaan mengamuk dan menangis meraung-raung "Sama Umiiiiiii !!! Sama Umiiiiii !!!" .. saya melenggang pergi dengan cukup tenang dan yakin bahwa Arif bisa mengatasi kekalutannya. Dan setengah jam kemudian, ketika saya tengok dari pintu kelasnya (pintu akhirnya dibuka oleh Bu Guru), anakku itu sudah duduk rapi dan sepertinya tidak berniat memburu saya. Hanya dia memandang saya sambil cemberut... entah apa yang ada di pikirannya. Saya hanya mengacungkan jempol saja sambil tersenyum padanya, dan kembali menjauh.
Singkat cerita, pulang sekolah dia dengan giat bercerita pada siapa saja yang dia kenal... bahwa "Hari ini Arif hebat!". Lupalah sudah akan tangisnya tadi pagi. Dan tentu saja saya pun tidak mengoreknya lagi. Happy ending sajalah.
***
Dan tadi siang, sebatang bratawali sudah ada di tangan. Metode konvensional berupa pahit-pahitan di sekitar tempat keluarnya ASI akan saya lakukan. Sedikit pesimis bahwa cara ini bisa berhasil- mengingat ketergantungan Sofi pada ASI cukup tinggi alias 'ngagantel'. Tapi kemudian optimis, saat saya mencoba mencolek dan menjilat getah bratawali itu. Oek... pahit buaaanget!
Saya tunjukkan pada Sofi, bahwa batang inilah yang membuat 'nenen' pahit.
Sofi bawa Dora-nya, dan dia kasih ke saya
"Dora aja yang nenen," katanya.
Saya pura-pura menyusui Dora, dan kemudian saya gerakkan Dora membungkuk-bungkuk, pura-pura muntah dan ambil minum
"Ueeek.... paiiiit... hiiii.... kata Dora".
Sofi sangat terkesan dengan drama itu, sehingga dia bertahan untuk tidak mencobanya walau harus berurai air mata, sampai akhirnya dia tertidur malam ini.
***
Ah lihatlah wajah-wajah lelah Arif-Sofiku yang hari ini telah mencoba berjuang melalui satu episode hidupnya... Kini terlelap, diam...
Nyenyaknya tidur mereka malam ini tidak berarti sudah selesai semua masalah. Bisa jadi besok Arif mogok sekolah, bisa jadi besok Sofi masih berharap kembali bisa menikmati hangatnya ASI. Sehingga bisa jadi mereka akan kembali 'latihan pernapasan'.
Tapi ya biarlah.... semua pasti ada prosesnya. Tinggal saya yang mesti menjaga stamina kesabaran dan keyakinan akan penjagaan Allah bagi mereka.
Akhirnya akan terasalah bahwa saya sebagai ibunya semakin hari akan semakin tidak berarti bagi anak-anak saya. Bukan saya meremehkan peran ibu, tapi sedikit kesadaran bahwa saya tidak mungkin bisa terus-menerus mendampingi dan merawat mereka.
Jadi, pastilah harus ada yang saya kenalkan pada mereka,
bahwa di samping saya -yang notabene saat ini sangat mereka andalkan- ada sesuatu yang jauh lebih berarti, jauh lebih bisa menjaga, jauh lebih bisa diandalkan daripada segala sesuatu di muka bumi ini. Harus saya kenalkan dengan sebenar-benarnya ma'rifat, agar mereka tidak salah tempat bergantung, tidak salah kepada siapa mereka meminta pertolongan. Tidak hanya saat ini, tapi untuk seumur hidup mereka.
Dan untuk bisa benar dalam mengenalkan Dia pada mereka, maka pastilah saya yang terlebih dahulu harus mengenalNya.
Bagi saya, itulah tugas terberat saya sebagai seorang ibu.
Diakhiri dengan...... hikz.... semoga saya bisa. Aamiin.
***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
salam Yeh, komen adj sebelumnya keluar gak ya??
teteh selalu menyapih pake pait2an Teh? kenapa?
Eh, adjeng..
Iya, komen sebelumnya gak ada tuh.
Pake pait2an ya niru orang2 terdahulu aja.
Sekali dicoba, ternyata langsung tokcer =)
Posting Komentar