Kamis, 03 September 2009

Ramadhan 13 -- orang ketiga

***
Hah? Anang-KD cere???? ... eh... salah.. mestinya

Ada orang ketigakah? masalah hartakah? KD sudah tidak taatkah pada suaminya?

Apa urusan gw ya.
Yang jelas saya jadi pengen juga ngebahas tentang orang ketiga dalam rumah tangga kita.
Orang ketiga berbentuk PIL atau WIL mah udah biasa, gak usah dibahas lagi kan?

Tapi orang ketiga dalam bentuk lain?
Tentu saja ada.
Malah barangkali di rumah tangga kita ada orang ketiga, keempat, hingga belasan orang.

Siapa?

****

"Mati gaya, Teh.."
tulis seseorang di chatting windownya dengan saya, beberapa waktu yang lalu.
"Masa ngejemur baju aja gak boleh sama bapak mertua saya, dan jadinya dia yang ngejemurin baju?? Masa iya saya relakan baju dalam saya dijemurin sama bapak mertua?"

Setengah geli setengah kasihan saya pada teman saya ini. Segala macem gak boleh dikerjain di rumah mertuanya. Sampai masalah jemur baju sekalipun!! Padahal temanku itu perempuan!
Sejak menikah beberapa bulan lalu, memang temanku ini mesti rela diboyong suaminya ke rumah mertuanya.
Dan dari awal hingga sekarang, satu ketidakenakan ke ketidakenakan lainnyalah yang dia rasakan. Mertuanya ini memang 'terlalu baik' barangkali ya, sampai temanku itu bingung mengartikan kebaikannya.

***

"Ibu harus punya otoritas," kata seorang psikolog di forum konsultasi sekolah Sofi kemarin, kepada salah seorang orang tua siswa yang bertanya.
"Tidak boleh ya tidak boleh Bu, Ibu harus punya aturan pada anak. Tegas. Konsisten".

"Tapi anaknya memberontak terus Bu, nangis kalo dilarang", jawab si orang tua.

"Ya Ibu harus mulai dari sekarang untuk tegas. Semakin dia besar semakin susah lho Bu.. memperbaikinya", saran dari psikolog lagi.

"Begini Bu," kata si orang tua siswa ini pada Ibu psikolog, mencoba mamaparkan lagi kondisi keluarganya.
"Di sekeliling rumah saya itu tinggal neneknya, uwaknya, emang bibinya. Jadi di komplek situ mayoritas keluarga saya Bu.." kata si orang tua bernada mengeluh
"Jadi kalo sama saya dilarang, dia lari ke rumah uwaknya atau neneknya, dan mereka ngebelain"

Ibu Psikolog pun tersenyum sambil berkata sambil tersenyum miris.
"Di situlah akar permasalahannya, Bu.."

Si Ibu manggut-manggut sedih...looks like asking just for sure...

***

Saya sendiri, walaupun dampaknya tidak terlalu besar, tentunya pernah mengalami saat otoritas saya sebagai orang tua direcoki oleh orang ketiga dan kesekian ini. Banyak orang bilang kalau saya itu enak karena tinggal satu kota dengan orang tua dan mertua. Kalo lebaran gak usah mudik, dan kalo ada perlu bisa nitipin anak-anak.

Dari sisi itunya barangkali iya. Tapi di sisi lain pun tak urung juga, tetep aja ada cobaannya...

Belum mood untuk cerita tentang apa yang saya alami, gimana enak gak enaknya intervensi orang tua dan mertua dalam kehidupan rumah tangga saya. Yang jelas, saya jadi bisa menyimpulkan bahwa sebagian besar korban dari orang ketiga jenis ini adalah pihak istri.

Saya jadi geli sendiri setelah membaca sebuah tulisan di "Laa Tahzan for mothers", tulisan karya Mariskova (Lingkar Pena). Hampir mirip dengan cerita recok merecoki yang saya alami.
Mariskova dalam tulisannya sampai berandai-andai jika saja ada sekolah ibu, saking bingungnya dia menghadapi apa kata orang.

"Bila sekolah itu benar ada, alangkah indahnya hidupku sebagai seorang lulusan sekolah ibu. Setiap kali ada masalah, aku tinggal mengecek solusinya di buku panduan menjadi ibu. Bila ada yang bertanya mengapa aku melakukan sesuatu terhadap anakku, aku tinggal menyodorkan buku panduan itu. Bila ada yang komplain dengan tindakanku terhadap anakku, aku bisa berlindung pada daftar referensi buku-buku resmi menjadi ibu itu. Bila aku bingung apa yang harus dilakukan dalam satu kejadian, aku tinggal mencari solusinya di daftar isi buku menjadi ibu"

Hahaha.. beneran deh.. apa yang dia bilang sempat juga terlintas dalam pikiran saya saat saya diberi saran ini itu, terutama dalam hal mendidik anak oleh orang tua dan mertua...

***

Perempuan, terutama setelah menikah, memang menghadapi banyak hal yang tidak pasti, yang kadang indikatornya cuma perasaan. Variabel yang banyak membuat mereka makin tidak pasti lagi. Solusinya pun terkadang hanya dengan menangis sebentar saja, setelah itu mereka bisa tertawa lagi..

***

Ya sudahlah, wahai para istri di manapun anda berada, namanya hidup punya keluarga yang sayang sama kita, resikonya memang direcoki. Bisa positif, bisa negatif.

Untuk meminimalisir sisi negatifnya tentu saja kita harus hidup berumah tangga terpisah dari mereka. Walau tali silaturahmi harus tetep nyambung.

Punya rumah sendiri mestinya jadi cita-cita setiap pasutri. Agar setiap anggota keluarga bisa menjalankan kewajiban dan menerima hak dengan sebaik-baiknya. Utuh sebagai seorang istri, sebagai seorang suami, dan sebagai adik atau kakak.

Gak mudah memang, tapi kalo niat, insyaa Allah bisa.
Kakakku sendiri yang kasih contohnya. Belasan tahun menikah, setelah nikah langsung 'bawa kabur' istri dengan penghasilan yang tak seberapa, dan baru dua-tiga tahun (?) terakhir ini diizinkan Allah bisa punya rumah atas hasil jerih payahnya sendiri. AlhamduliLlah.

Selama belum bisa, dan masih numpang di rumah mertua indah (dengan berbagai alasan tentunya), maka bersabarlah. Jadikan syukur dan cinta sebagai perisai kemarahan. Menangis diam-diam pun tak ada salahnya, yang penting komunikasi dan keterbukaan dengan suami masih bisa dijaga.

***

Jadi apa hubungannya dengan Anang-KD??
Ah, itu kan cuma buat ngeramein aja.. Anang-KD cerai, bumi pun bergetar...
.................................................Dasar geje

1 komentar:

rena puspa mengatakan...

setuju buanget klo perempuan yg mesti byk sabar klo rmh tngga mau tegak...secara perempuan emang diciptakan utk itu kali yaa....hehe...ssstss....biar aku jauh di balikpapan aku merasa lbh hepi disini soale bisa jd ratu rmh tngga full, tanpa ada "sentuhan lain".

Soal KD....aku ge reuwas...scr bru baca bukunya 3 hr yg lalu...eh pjg umur lsg cerei...huss...hehe...btw...satu pelajaran dr KD baik dr bukunya n gonjang-ganjingnya skrg....dia tuh bisa jd org salah yg benar....yg selalu optimis ingin berubah dr kesalahannya....g di dramatisir...tp dihadapi dgn realistis....ah bukan ngebela...da nge fans jg ngga....cuma jarang org yg bisa tegar bgituh....mensikapi kesalahan dgn tulus......