Jumat, 06 Agustus 2010

"akhwat jaim" -- (bagian keempat) -- tamat

sambungan dari "akhwat jaim" bagian pertama, kedua, dan ketiga.
***

Gerbang pernikahan selain membawa warna baru dalam cara pandang saya terhadap orang lain, ternyata membawa warna baru juga dalam kehidupan perhijaban saya.
Terasa sedikit lebih longgar ketimbang saat saya berada dalam status lajang.

Kenapa?

Mungkin.. ini mungkin...
Mungkin karena merasa sudah tertutup celah bagi siapapun yang ingin menikahi saya, maka aksi dan reaksi apapun yang diberikan dan diterima oleh dan dari lawan jenis, tidak lagi saya artikan sebagai sinyal untuk dibogohi...
Lha seperhatian perhatiannya cowo sama saya, emangnye dia mau apa? Pasti cuma mau temenan doang kan? Masa iya ingin menikahi?

Bersyukurlah saya karena berada di lingkungan makhluk beradab, di mana persepsi saya di atas benar adanya. Namun ternyata di lingkungan lain.. katanya.. tak lagi berlaku istilah “sebelum janur kuning berdiri, maka dia bisa jadi milikku”.. tapi yang kini berlaku adalah “sebelum bendera kuning berkibar, maka dia bisa jadi milikku”
Whaaa.. ngeri banget siy...

So, ternyata memang hijab berlaku untuk siapapun yang bukan mahram kita. Begitu pula kejaiman, hendaklah kita jaga.

Lhaaa... dari dulu belom tau ya apa definisi akhwat jaim versi saya?
Jaim itu kan jaga image ya. Semacam menjaga pandangan atau persepsi atau pendapat orang terhadap dirinya.
Akhwat jaim yang terbayang di benak saya adalah seorang akhwat yang bisa dikatakan pemalu dan tidak memalukan.

Menjawab pertanyaan dari seorang komentator di blog ini, apakah jaim itu suatu bentuk pembohongan publik? Dan jawaban saya adalah tidak.

Akhwat (baca: saya, ier) bersikap jaim karena mengikuti apa kata hatinya. Hati yang dibentuk oleh pemahamannya dan lingkungannya. Tidak bohong, karena hatinya nyaman saat dia bersikap jaim. Ada sesuatu yang dia jaga, ada sesuatu yang dia bela.

Lain jawabannya jika ada yang bertanya.. salahkah akhwat bersikap jaim?
Jawabannya ya, salah, jika niat dia jaim adalah untuk berharap ridho manusia.
Jawabannya tidak, tidak salah, jika niat akhwat tersebut bersikap jaim adalah karena inginkan ridho Allah SWT.
Masalah niat, hanya akhwat tersebut yang mengetahuinya.
Kadang memang pacampur-campur antara inginkan ridho manusia, dan inginkan ridho Allah. Tapi satu sajalah yang dirasakan saat berjaim karena inginkan ridho Allah ta'ala... yaitu ketenangan hati saat menjalaninya. Karena berharap ridho manusia itu manalah tenang? Adakah hati yang tenang saat pujian manusia menjadi tujuannya?

Akhwat jaim saya definisikan sebagai seorang muslimah yang berhijab atau berbatas.
Adapun cara terbentuknya bisa karena terpaksa, bila terus menerus berada dalam lingkungan seperti yang saya ceritakan pada akhwat jaim bagian pertama. Salah sedikit dimarahi, deket ma cowo langsung diingatkan. Namun bisa juga mengalir dan tanpa pemaksaan seperti yang saya ceritakan pada akhwat jaim bagian kedua. Di bagian kedua ini sang akhwat (baca: si nu boga lalakon, saya, ier) memang sudah menikmati dirinya yang berhijab.

Adapun tingkat kejaiman bisa berubah tatkala sang akhwat memasuki babak baru kehidupannya. Misal: menikah, seperti yang saya ceritakan pada akhwat jaim bagian ketiga dan keempat ini.
Atau bagi akhwat lain barangkali tingkat kejaiman berubah saat dia memasuki dunia perkuliahan ataupun dunia kerja yang lingkungannya sebagian besar laki-laki.

Dan di dunia maya seperti facebook dan YM, seperti yang saya ceritakan di akhwat jaim bagian ketiga, standar jaim bisa sangat berbeda dengan dunia nyata.
Dunia maya seakan bisa menunjukkan pada dunia bagaimana 'asli' nya kita, atau bahkan bisa kebalikannya sama sekali... di sana kita bisa menunjukkan kepalsuan kita sepalsu palsunya.

Jadi harus bagaimana seorang akhwat berhijab di dunia maya, nyata, darat ataupun laut?
Kuncinya ada dua. Yang pertama dan utama adalah ilmu, dan yang kedua seringlah bertanya pada hati nurani, pada hati kita yang terdalam. Dia tak kan bisa memungkiri, apakah kita benar atau salah dalam bersikap.

Semoga kita semua masih dikaruniai hati nurani yang ada dalam penjagaan Nya.

***

Melag nteu mun saya tamatkan serial ini?
Ya sudahlah.. tamat gak tamatnya saya tunggu komentar dari para penggemar (beu..angger eta geer)


***

2 komentar:

rena puspa mengatakan...

horeee.....endingnya happy end uy...tdk nannggung.....tdk kurang tdk lebih....pass...

Lesly Septikasari mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.