Rabu, 03 September 2008

TUHAYA

***
Baca tulisan Kang Hdmessa di milis DKM3 tentang betapa 'gaya'nya anak-anak SMA3Bandung sekarang (sudah pintar, kaya raya pula...)
Saya jadi ingat sama teman kelas satu dulu, tahun ajaran 1993-1994, namanya Tuhaya.
Ah, pasti teman-teman di kelas 1-2, alias khosters , masih ingat sama dia.

Sesuai dengan namanya yang 'luar biasa', maka dia memang menjelma menjadi seseorang yang juga 'luar biasa'.

Di mata saya sebagai seorang perempuan normal, makhluk asal Cilacap itu terlihat sebagai anomali di antara teman laki-laki di kelas yang mayoritas berpenampilan menarik. SMA3 gitu loh. Tampil elegan dengan siswa-siswinya yang pintar dan berpenampilan necis. Tampak cantik dan tampan, serta berwawasan luas, walau sebenarnya gak gitu-gitu amat.

Tuhaya ini lain. Penampilannya engga banget. Kumal, lusuh, dengan sepatu warior yang sejak pertama kali masuk sudah berwarna abu-abu. Tapi tentu saja nggak kena razia, karena Pak Vittry sebagai Raja Razia -tetap menganggap wariornya Tuhaya adalah hitam.

Postur tubuhnya pendek, kulit legam, dan rambutnya acak-acakan. Tapi tampak percaya diri di tengah teman-temanku yang ganteng-ganteng.

Entah kenapa..., bagi saya, Tuhaya ini menarik. Dia sepertinya menyimpan sebuah misteri dibalik matanya yang berbinar dan bibirnya yang selalu... kalau tidak bisa dibilang senyum, ya menyeringai.
Yang jelas dia cerdas. Tidak ada yang tidak mengakui hal itu.
Jagonya matematika, fisika, dan kimia adalah TUHAYA!
Tanyalah dia bab terakhir dari ketiga pelajaran kita itu pada semester ini, maka dia akan bisa menjelaskannya.
Tapi seandainya nilai ebtanas murni saat lulus SMP itu diukur dari pelajaran PMP, IPS, dan Bahasa Indonesia saja, maka dijamin 100% dia nggak akan bisa masuk SMA3. hehe.
Di mata pelajaran sosial, dia kacrut.

Satu dari sekian keanehan Tuhaya adalah: dia suka ngotret di atas kertas koran. Bikin puyeng kalo minta diajarin sama dia. Karena dia menuliskan penjelasannya di antara cetakan tulisan koran. Payah.

Dia menghibur kami dengan berjoget kala Pak Daiman, guru matematika kami, menghadap papan tulis. Tapi dia bisa mengalahkan guru-guru ilmu pasti itu kalau sudah berdebat di kelas tentang sebuah kasus ilmiah.
Kalo nggak joget, dia suka ngajak bisik-bisik.
Sayalah salah satu korban bisik-bisiknya di kelas, kalo pas sama-sama kebagian bangku di belakang, karena KM mengatur perputaran tempat duduk.
Dia cerita ngalor ngidul...
kisah lucu sampai ke kisah pribadinya, yang ternyata punya kesulitan ekonomi.

Saya nggak terlalu ngeh dengernya, ya cuma didenger aja, karena dia juga bercerita tanpa beban. Selalu diiringi dengan senyumnya. Menandakan dia sendiri tidak keberatan dengan berbagai cobaan yang menimpa hidupnya. Saya baru ngeh sekarang aja, dan menyesal, kenapa dulu saya benar-benar tidak peduli padanya.

Sempat juga saya dibuatnya terbahak saat lampu di kelas padam, di luar hujan, dan kami menyalakan lilin.
"Mesra ya Ier?", katanya.
"Hahaha.... romantis kalleee...", jawab saya meluruskan kosa katanya.
Dia kembali tersenyum.

Namun kemudian....
Kalau tidak salah, di semester kedua,
beberapa hari Tuhaya tak tampak di kelas. Tidak terdengar kabar beritanya.

Paling sakit..
sementara kami menyimpulkan demikian.

Tapi lewat seminggu, dia masih juga tak muncul. Kami mulai kehilangan hiburan.
Lewat dua minggu, satu di antara kami mencari tempat tinggalnya. Dan ternyata dia dikabarkan pulang ke kampungnya di Cilacap, dan tidak kembali lagi.

Kenapa? Sampai sekarang masih misteri.
Saya sendiri meyakini, semua ini terjadi karena masalah ekonomi yang beberapa waktu lalu dia ceritakan pada saya, yang dia cerita sambil tersenyum itu...
Mungkin dia terpaksa meninggalkan bangku sekolah untuk bekerja menghidupi keluarganya di Cilacap.

Maka kini saya merasa bersalah.
Mengetahui keadaannya, tapi tak sedikitpun peduli padanya.

Tiga tahun kemudian saat saya menapaki jalan di Ganesha 10, saya masih berharap bisa bertemu dengannya. Pantas sajalah anak sepintar dia bisa masuk Teknik Elektro... atau Teknik Mesin?
Tapi dia tetap hilang.

Akhirnya saya hampir membenarkan kalau di negeri ini kekayaan orang tua sangat menentukan masa depan anak. Bahkan anak secerdas Tuhaya pun tampaknya harus rela terkubur dalam-dalam di tanah air tercinta ini, karena kemiskinannya.

Tuhaya.. Tuhaya, di manakah kau berada?

Jelang buka shaum ramadhan hari ini, kan kukirim do'a untuk Tuhaya,
semoga dia baik-baik saja.

9 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam kenal teh Ier,

Pengalamannya mirip pengalaman Ikal dan Lintang di buku Laskar Pelangi ya.
Jadi ngebayangin kapan ya pendidikan bisa di akses oleh semua lapisan masyarakat? hmmmmm.

Iin mengatakan...

hahahaha... ier ier, klo andri baca bisa ngamuk2 dia, kesannya andri kalah jauh sama tuhaya..
padahal kan nggak ya ndri, gak jauh2 amat maksudnya..

hahahahaha.. peace ndri peaaceee :))

*duh, jd kangen sama2 anak2 khosters :)*

Tuhaya mengatakan...

hallo
Saya tuhaya , saya sekarang tinggal di soreang-bandung, sempet kuliah teknik informatika, sambil kerja sebagai software designer di beberapa perusahaan. termasuk PT Meprofarm. sy kerja sambil kuliah sore hari, maklum ekonomi lemah. Tapi setelah semua SKS saya selesaikan, tinggal sidang, saya memutuskan berhenti kuliah dan berhenti kerja juga.....
Saya memulai usaha sendiri...kecil kecilan....

Alhamdulillah usaha saya cukup berhasil. saya punya beberapa usaha antara lain... Bordir Komputer, Konfeksi jaket...

jadi ada perbedaan besar antara saya dan lintang
SAYA TIDAK PERNAh MENYERAH

Tuhaya mengatakan...

cerita hidup saya memang rada ajaib.. nanti saya sambung lagi

ier mengatakan...

I don't believe it.
Bener ni Tuhaya??
Hm.. passwordnya apa ya.. biar saya yakin..
Alamat blog mu apa? Mau saya link tapi kok gak bisa..

Tuhaya mengatakan...

ini bener tuhaya, temen sekelas kita waktu di sma3 dulu yang masih saya inget, Andri(sekolah di jerman ya...congratulations),dulu saya sering numpang mobil Charade CX putihnya. terus Gamaginta , Iin Marlina, Nathaniel Nondon M (saya masih inget waktu sama dia beliin roti satu bungkus buat ganjel perut karena kiriman dia belum dateng , kalo ga salah dia orang kalimantan.
Yogi, Virna Kanya....


sory blogku belum dipublish..
email saya yaya.tuhaya @google.com

ier mengatakan...

Hehe.. bener euy ini tuhaya asli.
Gak nyangka saya!
Ok, ditunggu ceritamu ya.. sharing di sini aja. Beberapa orang pembaca blog saya penasaran dengan dirimu.
-Perjalananmu setelah 'kabur' dari SMA3...-

gama mengatakan...

ass. bu ierma..
saya iseng2 find gamaginta di google, keluar blog tuhaya-mu ini. duh bu ier, tyt ibu sudah menemukan si anak hilang ya..alhamdulillah. agak2 mirip laskar pelangi yah.
tyt tuhaya msh mengingat aku, duh jd terharu. dulu kt biasa debat tentang teori relativitas enstein (yang aku sbnrnya gak ngerti bgt he2), tp emg bnr cemerlang bgt dia, he could be the next enstein, i have no doubt of it. kecuali kebiasaannya melorotin celana di depan kelas he2..
dulu waktu tuhaya menghilang, kita (ahmed, deden, andri, dll) dah pgn berangkat ke cilacap lho, tp aku lupa kenapa akhirnya ga jadi..
tolong aku di-connect ke tuhaya yah.. thx bu ier..
btw, setelah membaca tulisan-tulisanmu, kyy sayang kalo cuma berakhir di blog.. you should write a book!!
wss.

ier mengatakan...

Gama! Temen sekelasku sampe tiga tahun di sma 3 nich. Dan berarti dirimu tersebut sebagai teman cowok yang ganteng versi gw donk.
Haiiaaa... gak ngaruh, peduli amat.

Tu, di atas ada alamat emailnya Tuhaya. Meski belum pernah saya coba kontak.

Gem, jadi inget buletin khosters tea ya yang gama n the gank buat.. naah tulisan saya mah cocoknya di buletin kelas kayak gitu aja. hehe.

Do'ain aja Gem, suatu saat tulisan saya bisa lebih baik lagi.
Salam buat anak istrimu.
Thx atas apresiasinya.