Arsip Ier, 7 September 2005:
--
(Nostalgia lagii..)
--
Saat itu musholla masih nyempil di sudut sekolah SMA 3 yang megah.
Apalagi musholla akhwatnya, masih ke dalem lagi, masuk gang antara tembok dan tempat nyimpen tas.
Batas antara musholla akhwat - dengan tempat ikhwan lewat untuk masuk ke mushollanya - hanya dibatasi kain hijau murahan yang mudah tertiup angin.
Saat itu saya sholat sendirian di musholla akhwat, tepat dekat dan menghadap kain hijau tersebut.
Ketika saya sujud, tanpa saya sadari kain itu tertiup angin melewati kepala saya.
Walhasil, pas saya duduk... lho... kok saya udah nyebrang ke tempat ikhwan?!
Untunglah gak ada ikhwan di sana. Cepat2 saya nyebrang lagi.
---Batal nteu tah.. sholatna..
Sudah jadi tradisi, untuk penghematan, akhwat suka pada bawa bekel makan dari rumah.
Pakai kertas ala nasi bungkus, kemudian dibuka sama2 dengan ujung2 kertas yang saling menempel.
Jadilah makan berjamaah dekat tempat wudhu akhwat. Tukeran lauk nasi, sungguh nikmat.
Suatu saat ada akhwat yang heboh ketika membuka bekal nasi bungkusnya.
”Eh... tadi dari rumah saya bawa kerupuk besar, kenapa sekarang jadi kecil ya?” .
Dia pandangi kerupuknya dengan wajah terheran-heran.
Hehe... ternyata akhwat tersebut bawa kerupuknya disatuin sama nasi dan lauknya.
Duh, anak sma3! ------------- Guru fisikanya siapa sih?
Ramadhan.
Karena bisa pulang lebih cepet, akhwat DKM berinisiatif untuk ngadain tadarusan di musholla setelah kegiatan belajar di kelas usai. Saat itu kami kebagian sekolah siang, jadi tadarusannya sore.
Hari kedua Ramadhan kegiatan tersebut mulai direalisasikan.
Saya lupa sampai jam berapa.... Pokoknya setelah dianggap sudah waktunya pulang, kami pun bubar dengan wajah ceria hendak buka puasa di rumah.
Tapi... Innalillahii...pintu gerbang sudah terkunci! Depan, samping, belakang, bahkan gerbangnya SMA 5 pun sudah tertutup.
Wah gimana dong (lagian dulu kan mana ada yang punya hp).... jadinya kami cuma bengong2 di gerbang. Bari leuleus.
Alhamdulillah, setelah sekian lama menunggu di gerbang belakang, bapak penjaga sekolah lewat.
Kami pun berteriak2 minta tolong.
---
Kelas satu, saat itu kami mulai kenal sama yang namanya ukhuwah. Diantara wujudnya, kalau ketemu salam2an dan ketemu pipi kiri kanan. Terkadang diiringi pelukan erat tanda cinta yang tulus :-)
Saya dan seorang akhwat di kelas (saat itu baru berdua yang pake jilbab), seringkali mempraktekkan hal tsb, apalagi setelah tau keutamaan dari salam dan jabatan tangan antara dua orang muslim/muslimah bisa menggugurkan dosa. Dan tak terlewatkan pula ketemu pipi dan peluk2an.
Dan seperti biasanya, saat itu di kelas kami ketemu dan otomatis aja begitu, kayak semut.
Tapi tiba2 ada seorang ikhwan yang nyeletuk....
”Jangan gitu-gitu amat dong... jadi nggak enak nih ngeliatnya”
Dengar begitu saya agak bengong juga, apa ya maksudnya?
Namun akhirnya kami mengerti, apa yang ada dalam pikiran ikhwan tsb.
Sedikit.. Ngeres.
---
Masih di kelas satu. Saya lihat teteh-teteh sangat menjaga auratnya, misalnya melengkapi seragamnya dengan rompi yang dipakai kalau tidak ada guru. Jadi kan keliatannya rapi, lurus tidak belekuk di pinggang dan belakang.
Saya saat itu nyoba juga pakai rompi. Yang jahit ibu saya. Dipilihkan bahan dari jeans berwarna biru muda dengan motif2 lucu.
Hari pertama saya pakai rompi, asa pang-akhwat-na. Soalnya rompi di kalangan akhwat berjilbab kelas satu belom ngetrend.
Tapi lagi2 ada cowok yang nyeletuk ngomentarin penampilan saya ”Eh, ada artis nih!”
Hatiku pun remuk redam.
----
Kelas satu lagi. Al-Furqon Fair.... ajang perlombaan antar kelas yang diadakan oleh DKM. Dengan Al Furqon Fair, kerasanya DKM itu benar-benar jadi organisasinya seluruh siswa muslim sma3.
Saya dan dua orang teman di kelas ikut cerdas-cermat sampai babak final. Jadinya ketemu tanding sama anak kelas 2 dan 3.
Kami pun membuat orang berdecak kagum ketika ada pertanyaan tak terduga dilontarkan oleh panitia, berhasil kami jawab dengan tepat. Yaitu,
”Berapakah anak tangga yang menghubungkan lantai 1 dan 2 bangunan utama sma3?”
Saya lupa berapa jawabannya, tapi memang jawaban kami benar. Bukan nebak juga, tapi kebetulan saja, beberapa hari sebelumnya kami pernah naik tangga itu sambil berhitung.
----------------- Anak pintar!
Kelas dua, mulai jadi pejabat DKM. Banyak hal2 yang mesti dibicarakan dengan ikhwan. Apalagi saya adalah jembatan komunikasi antara akhwat dengan ikhwan. Kebetulan ketua DKM saat itu sekelas sama saya.
Karena keperluan mendesak, ketika guru telat datang ke kelas, saya manfaatkan kesempatan itu untuk menyampaikan suatu hal kepada sang ketua DKM. Waktu itu beliau sedang berdiri di bagian belakang kelas dan saya sampaikan keperluan saya dari jarak tidak kurang dari 2 meter, terhalang meja pula. Diusahakan saya bicara sesingkat dan sepadat mungkin.
Dasar apes.... nggak tau mulanya gimana, kelas yang tadinya ribut ngedadak sepi. Ketika saya menoleh ke teman2, semua mata tertuju ke arah saya dan ikhwan ketua tsb.
Dan, .... suit-suit! Huhuy!..... Lebih dari satu semester kami jadi bulan2an teman sekelas gara2 kejadian itu.
Alhamdulillah, naik ke kelas 3 akhirnya celotehan teman2 mereda, karena kami kapok - nggak pernah komunikasi lagi kalau di kelas.
----Secara, kita pindah ngobrol ke.. cafe mana dulu ya Jo? =P
Hehe..
ada fotonya nih..
----
My lovely class: lapoex 1994-1996
Ini waktu main ke rumah nenekku di pangalengan -
(iya bener Sin.. kayak di filem indonesia jadul):
Ini main ke rumahnya Neneng di Garut-
(huaaa... pengen ke sana lagiiii...)
Ini tengah-tengah belajar di kelas-
(dasar punya ka-em fotografer..):
***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
janten ngiring kasuat-suat.. nowlej is power bat karakter is mor.
ayeuna mah tos benten panginten pa haji..
character is power but money is more!
Teteh.. itu yang terakhir Bu Wiwi ya.. Guru PPKn tea :D
iya.. itu Bu Wiwi, walikelas kami pas kelas 2.
Posting Komentar