anak SD mestinya belajar apa dong?

Tadi malem chatting ma Lita.
Ngeluh lagi tentang Akmal yang stress gara-gara pelajaran hingga mogok sekolah (wah, ketularan Sofi!!!)... Tapi Akmal mah sampe diare coba !?
-duh.. om Aldi, kasian banget sih keponakanmu itu-

Terus pas chatting jadi banding-bandingin.. kalo Arif gimana menghadapi pelajarannya.
Akmal sama Arif emang seusia. Sama-sama kelas 1 SD.
Bedanya.. Akmal di SD negeri Depok, Arif di SD swasta Bandung.

Dan.. saat ini di pelajaran matematikanya,
Akmal udah belajar 'bangun ruang', sementara Arif baru belajar 'bangun datar'.
Akmal stress karena gak ngerti, sementara Arif nyantei abiss..
malah tiap malem bukannya belajar, tapi mainin ranger ma robot.
Cuma ni ibu-ibunya, ternyata sama stressnya.
Lita ketakutan ngeliat Akmal stress, sementara saya ketakutan ngeliat Arif nyantei.

Sebenernya hal ini udah dibahas waktu acara 'parenting class' di sekolahnya Arif.
Kekhawatiran orang tua terungkap di sana, khawatir anak-anak mereka ketinggalan dibanding dengan anak-anak yang sekolah di sekolah negeri.
Maklum, SD tempat Arif belajar, baru akan meluluskan siswanya tahun depan (2009), jadi belum ada bukti hitam di atas putih bahwa sekolah ini bagus. Bagus dalam hal akademiknya.

Arif memang tampak betah di sekolahnya.
Saat ini dia lagi konsen ke masalah antariksa, luar angkasa, galaksi... Sesuatu yang menarik sekali bagi anak-anak seusianya.
Temanya dalam 3 bulan ini memang tentang benda-benda luar angkasa, setelah sebelumnya dia belajar tentang my body organs.
Pelajaran 'astronomi'nya memang dalem. Sampe Arif bisa menerangkan ke saya tentang bagaimana salah satu planet perputarannya tidak searah dengan planet lain. Tentang ciri-ciri dari setiap planet. Tentang apa itu satelit, komet, asteroid...
semua dengan fasih dia ceritakan. Selain PR matematika, dll yang cuma lima soal sehari, yang dia kerjakan dalam waktu tidak lebih dari 10 menit, tugasnya dalam sebulan ini adalah melihat bentuk bulan di langit dan menggambarkannya dalam 30 kotak, untuk 30 hari.
Beberapa hari yang lalu malah dia diajak juga main sama gurunya ke bosscha untuk melihat teropong dan berbagai alat lainnya.
Pokoknya dia tampak begitu menghayati dan terkagum-kagum dengan ciptaan Allah yang memang luar biasa itu.
Apalagi ketika papanya download foto-foto planet dari internet, dan membelikannya CD tentang luar angkasa. Wuih.. seakan-akan Arif sudah jadi pakar astronomi sekarang.

Sementara matematikanya baru belajar bangun datar?
Dan Akmal udah belajar bangun ruang?
Jadi mestinya mereka belajar apa sekarang?
Pendidikan di Indonesia memang bikin bingung kali ya.
Kayak belum nemu yang pas gitu.
Jadi orang tua yang dibikin puyeng. Itu pun kalo orang tuanya peduli.

Kekhawatiran orang tua di SDnya Arif ini.. termasuk saya, dijawab oleh pihak sekolah.
(Oya.. seneng juga saya ketemu sama Kang Nano dan Kang Udhar .. ternyata kita sama-sama udah jadi orang tua ya.. hehe)
Di SD ini nanti akan ada levelling. Mulai kelas 2. Dua kelas disatukan, dan dipecah lagi menjadi 3 kelompok di setiap pelajarannya... high, medium, low gitu lah. Anak-anak yang punya kelebihan dalam satu pelajaran, misal matematika, akan disatukan dalam satu kelompok. Jadi mereka akan diberi materi yang lebih berat (sesuai kemampuan) dibanding anak-anak lainnya.
Sementara anak-anak lain yang potensinya tidak di matematika, akan tetap semangat, karena merasa tidak kagugusur. Dan terbukti.. mereka malah bisa berkembang lebih cepat, dibanding kalau belajarnya disatukan dengan anak-anak high.
Ini jadi tugas guru dan psikolog, untuk mengenali seorang anak dan mempertimbangkan mereka masuk ke kelompok yang mana.
Fh.. cape ya. Tapi emang kedengerannya oke juga metode seperti ini, yang notabene sulit diterapkan di SD negeri.
-butuh ekstra tenaga, butuh duit juga dong-

Waktu parenting class itu juga, pihak sekolah mengakui bahwa mereka terpaksa harus memilih antara dua hal: lebih mengasah akademik, atau non akademik (attitude, behavior, etc).
Pendapat mereka -yang didasarkan pada teori pendidikan terkini adalah... masa SD ya mesti dititik beratkan pada pendidikan non akademik dulu, yang akan mendasari mereka saat mendapatkan pendidikan akademik di jenjang yang lebih tinggi nanti.

Target belajar saat di SD adalah bagaimana menerapkan kemandirian.
Kemandirian tidak berarti sebatas pengurusan diri (makan sendiri, mandi sendiri, dll), tapi juga bagaimana mereka memiliki dependency emotional.
Bagaimana biar mereka punya konsep diri yang jelas, dan punya metode pembelajaran yang mereka sukai, yang tepat bagi diri mereka sendiri, untuk diterapkan ke depannya saat mereka harus menitik beratkan diri mereka pada belajar akademik secara formal.
Mandiri juga artinya anak itu mesti punya self instructions. Tanpa disuruh, mereka sudah mau belajar sendiri. Tanpa didikte, mereka sudah mengerti bagaimana mempelajari sesuatu hal dengan cara yang menyenangkan, sekaligus bagaimana berpikir sebebas-bebasnya untuk menemukan sesuatu yang baru.

Wah... bener itu!!
Rasanya memang saya pengen balas dendam terhadap metode pendidikan yang saya jalani sendiri sejak SD hingga bangku kuliah. Rasanya bener-bener didikte abis dan meredam kreatifitas.
Sementara saat ini yel-yel di kelasnya Arif adalah dengan meneriakkan
"I'm incredible!!"
Mereka dilatih untuk mensyukuri apa yang ada dalam dirinya. Menekankan bahwa mereka punya potensi yang luar biasa untuk berkembang dan berkreatifitas.

Tapi, saudara-saudara...bagaimanapun NEM ditentukan oleh ujian negara.
Tetep aja swasta mesti ngikut standar yang diterapkan pemerintah.
Anak 12 taun kawin .. kan pada ribut tuh, karena standar negara: tidak boleh menikah di bawah usia 16 taun.
Seswasta, senyeleneh apapun, kita harus ngikut sistem beserta aturannya biar aman.
Kecepetan salah, terlalu lambat juga masalah.

Solusinya: -kita demo aja di diknas gitu Ta?-
----------

Hm.. Akmal.. Akmal.. moga cepet sembuh ya.
Untuk obat diare.. coba minta ke Om Aldi aja.
Tapi masalah mogok sekolah mah.. obatnya apa dong..

***