Sofi mogok sekolah.
Sesuatu yang tidak saya sangka bisa terjadi pada dirinya, meskipun saya pernah bilang kalau semua anak itu unpredictable.
Selama ini saya lihat Sofi yang periang, Sofi yang stabil emosinya, yang selalu tersenyum, yang selalu semangat kalau pergi sekolah.
Tapi tidak untuk hari Rabu, Kamis, dan Jum'at ini.
Kenapa ya?
Rabu dia sekolah, tapi kata gurunya dia seharian sensi banget. Dikit-dikit nangis.
Katanya sih emang Rabu itu ada temennya yang ngerebut tempat duduk favoritnya di kelas.
Kamis mogok, meskipun ditawarin untuk ditunggu sama neneknya di kelas.
Tadi dia mau sekolah, tapi saya dampingi di kelasnya.
Berhasil ikut menggambar satu ekor sapi yang tersenyum.
Tapi dia sendiri .. tampak sedih.
Setelah gambar sapi itu dikumpulkan, dia nangis lagi di pangkuan saya.
Sampe temen cowoknya yang bernama Hukma tiba-tiba mengulurkan tangannya ke Sofi buat salaman.
Mungkin merasa bersalah liat Sofi nangis. Padahal Hukma gak ngapa-ngapain.
Sahabatnya, Salma, selalu bertanya,
"Sofi kenapa?"
"Sofi main yuk?"
"Sofi makan yuk?"
Hukma dan Salma memang anak-anak yang paling ramah dan murah senyum di kelas A itu. Hukma sama dengan Sofi, punya lesung pipit di kiri kanannya. Sementara Salma, putih bersih cantik dan pandai menghibur.
Tapi... ada apa dengan Sofi?
Kita lihat Senin nanti ya, berhubung besok dia libur.
Kata Lita, mending saya dampingi dulu sampe dia stabil.
***
Jumat, 31 Oktober 2008
Sabtu, 25 Oktober 2008
My son 'upin' & My daughter 'ipin'
Bismillaah.. siap menulis.
Di rumah, dengan anak-anakku.
Siap gonta-ganti dunia.
Maya - nyata -maya -nyata.. Karena 'upin dan ipin' ku tak bisa tinggal diam, melihat ummi tinggal di dunia maya.
Apalagi kalo ngeliat si ummi nge-y!m =P
Pengennya gangguiiiiin aja...
----------------------------
Gara-gara dapet copyan film 'upin&ipin' dari si om, anak-anakku jadi keranjingan nonton film anak malaysia itu tiap hari. Diulang-ulang terus, sejak bulan puasa sampai sekarang.
Malah mereka manggil saya 'Kak Ros', kakaknya Upin&Ipin di film itu, yang cerewet abis.
Sepertinya sih, di mata mereka, gaya saya emang kayak 'Kak Ros' itu.
Setiap Ibu pasti gak akan bosan cerita tentang anak-anaknya, begitu pula cerita saya tentang 'my upin & my ipin' ini. Arif dan Sofi ku.
Arif: "Sayeu Upin, dan ini adik sayeu Ipin"
Sofi: "Hai"
Arif: "Ini kisah kami berdueu"
Sofi: "Betcul.. betcul.. betcul..."
Berulang dalam sehari mereka perankan 'upin&ipin'nya, sambil bergandengan.
--------
Arif si anak serius, dan Sofi si anak periang.
Persis seperti dua jagoannya Lita.
Terakhir saya ngobrol sama Lita, saya sempat terheran-heran, kok tipikal Akmal sama dengan Arif, sementara tipikal Hanif sama dengan Sofi.
Ada apa gerangan dengan anak pertama dan anak kedua??
Apakah posisi menentukan prestasi??=D
Lita menyimpulkan tentang pengaruh nama pada karakter anak.
Sementara saya menyimpulkan tentang bawaan orok.
Iya .. bawaan saya ketika arif dan sofi ada di rahim ini.
-------------------------
"Fafa nyamper Sofi main, tapi Sofi sekolah", kata Sofi
"Bukan 'tapi' ... 'padahal'!!.. ", sangkal Arif, "Fafa nyamper Sofi main,.. 'PADAHAL'..Sofi sekolah"
Sofi bengong. Barangkali dia ngedumel dalam hati -aku kan cuma cerita mas, bukan mau belajar bahasa indonesia!-
Aki dan Nenek sering dibuat terpingkal-pingkal kalo si Arif udah keluar gaya 'dosen'nya.
Kalo dia bertanya sesuatu, dan dijawab sama Nenek, maka yang keluar dari mulutnya adalah:
"Yak.. Nenek betul!!"
Jadi bukan nanya, tapi ngetes.
Di tangan Arif, Sofi mudah belajar sesuatu. Misalnya saja permainan Bobby Bola atau Bob The Builder, cd interaktif itu.
Sementara saya suka underestimate sama sofi.
"Sofi belajar yang ini aja dulu, jangan dulu yang susah", kata saya (lebih dominan ke males ngajarin).
Tak lama kemudian, setelah main berdua sama Arif:
"Mi Sofi udah bisa.. diajarin sama Mas Arif !!"
Sofi sumringah karena sudah mengerti sesuatu yang tadi saya bilang susah.
Tapi tak jarang Sofi nangis, Arif nangis juga.
"Kenapa sih?", tanya saya.
"Itu... Mas Arifnyaaa... waaaaaaaaaaaaaaaa", kata Sofi.
"Soalnya Sofi gak ngerti-ngerti !!... waaaaaaaaaaaaaaa", teriak Arif.
"Sofi gak mau diajarin !!", balas Sofi "waaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..."
Keduanya stress, gara-gara 'dosen' Arif memaksakan mata kuliahnya pada 'mahasiswi' Sofi.
Sementara si mahasiswi sedang gak konsen berhubung lagi pengen main boneka, bukannya belajar.
"Riiif... kalo ngajar kan harus sabar?"
"Sofi juga, jangan nangis, bilang aja ke Mas Arif kalo Sofi lagi gak mau belajar"
Kata saya, mencoba menengahi.
Dua-duanya diem. Padiem-diem. Tak lama kemudian udah main bareng lagi.
Arif yang waktu TK bercita-cita jadi guru TK ini, memang pandai.
Bisa lancar membaca di usianya yang ke-3. Saya cuma nyoba membuat dia hafal melihat huruf yang membentuk sebuah kata. Sehari satu kata. Kalo belum hafal ya belum ditambah.
Plus CD interaktif 'azmi' yang ada belajar hurufnya, dan buku anak-anak yang murah.
Dengan metode sederhana yang saya sendiri cuma main-main itu ternyata bisa dengan mudah ditangkap oleh si upin ini.
Berikutnya kelihatan potensi dia di bidang sains dan teknologi. Mainannya adalah komputer, sementara rekreasinya adalah dengan memecahkan soal penjumlahan. Mudah-mudahan nanti dia lebih pintar dari tantenya. Aamiin.
Potensinya untuk jadi 'profesor' lumayan gede.
Antara lain, dia suka nyari-nyari tas yang udah menclok di punggungnya.
Atau .. kalo diajarin naik sepeda roda dua, dia sibuk membicarakan teori naik sepeda daripada mengayuh pedal. Walhasil sampe sekarang dia belum bisa roda dua.
Atau pernah juga..
"Mi, Arif mau tidur"
"Sok aja"
Lantas dia tiduran di samping saya sambil tanya,"Kok umi gak nyuruh Arif gosok gigi dulu?"
"Ya.. sok, gosok gigi dulu"
Dia bangkit dari tempat tidur,"Gosok gigi itu gini Mi, caranya.."
Tanpa sikat dia menggerakkan tangannya seperti menggosok gigi, ke atas ke bawah, kiri kanan," terus dia tidur lagi.
"Eh, katanya mau gosok gigi?," kata saya
"Eh iya.."
Terus dia ke kamar mandi, bawa odol dan sikat gigi, terus ke kamar lagi.
"Riiif... kan gosok giginya di kamar mandi !!"
"Eh iya..", Arif balik lagi keluar kamar.
... "Opi...lihat deh ini..", Arif nunjukkin sebuah gambar yang dia temukan di ruang tengah.
Terus ngobrol sama Sofi.
....
"Riiif...katanya mau gosok gigi?" seru saya dari kamar.
"Eh iya... mm... odolnya tadi mana ya Mi?"
Umi: !@#$%^&*(!!!
Sekarang dia bercita-cita jadi polisi.
Maklumlah, terkagum-kagum sama polisi ini gara-gara kalo ada polisi, perjalanan ke sekolahnya jadi lancar.
Maunya sih jadi polisi. Tapi Arif ini anaknya sensi-an. Mudah berkaca-kaca dan menumpahkan marah atau tangis. Kadang bikin saya gak sabar. Punya anak laki-laki kan mestinya tegar. Tapi ya mungkin belum waktunya. Paling sekarang saya suka bilang berulang sama dia, kalo dia harus ngeduluin bicara daripada marah atau nangis. Karena kadang masalahnya cuma muncul dari prasangka dia sendiri. Belum dibicarakan udah nyangka yang enggak-enggak.
-------------
Sementara Sofi, si 'ipin' yang bernama lengkap: Shofiyyah Mutiara Tsabita, adalah anak yang easy going.
Jarang nangis, mudah tertawa. Selalu riang gembira dengan menampakkan lesung pipit di kedua belah pipinya yang tembem. Bikin gemes.
Selalu mau mengalah, dan bisa berlaku sesuai dengan yang diinginkan teman sepermainannya.
Hampir semua anak cocok main sama Sofi. Kecuali kalo sama om om.
Di depan teman laki-laki saya, dia suka jaim. Jangankan sama om om. Sama papanya aja suka sok gak butuh. Lengket kalo ada maunya aja (kayak si umi..haha).
Urusan belajar, ke Sofi mah mesti ekstra sabar. Dia susah inget, gampang lupa.
It's ok. Dia tampak punya potensi di bidang sosial. Tau banget gimana cara menghadapi orang dan mengelola emosi.
Sedikit saja cerita saya tentang Neng Opi cantikku cintaku sayangku kasihku ini,
karena dia hampir gak pernah bikin masalah yang berarti.
Damai tentram.
-------------------------
Flashback.. tampak ada kesamaan karakter antara mereka dengan saya.
Saya tahun 2001-2002, adalah berbeda dengan saya 2004. Makanya anak yang dilahirkan pun jadi beda.
Saya pada awal menikah, ternyata melahirkan anak tipe arif.
Hamil Arif, saya ngutek di depan komputer ngerjain TA, bimbingan, sidang, sampai wisuda. Mungkin ikut dengar juga gimana Bu Lia memperbaiki cara penulisan dan kosakata yang benar dari tugas akhir saya... (hehe.. ya Bu?). Jadi.. ya gitu itu.. anaknya jadi begitu =P
Saat itu juga saya cengeng banget. Beruntung saya punya suami yang ekstra sabar.
Nyemangatin saya terus buat nyelesaiin TA, sampai selesai.
Sementara saya hamil Sofi tahun 2004, adalah saya yang sudah lulus apoteker.
Jadi ibu rumah tangga sejati sambil sesekali keluar ngurus surat izin apotek.
Nyantei abisss...
Lebih mandiri juga karena udah pisah rumah dari orang tua dan mertua.
Lebih jarang menangis. Lebih bisa ngendaliin emosi.
Makanya lahirlah Sofi dengan tipe periang dan tegar.
However, setiap anak punya potensi yang berbeda, yang tentunya jangan terlewatkan oleh orang tua, untuk terus menerus diasah.
Arif yang ngsains dan berpotensi hi-tech, tidak ragu saya dan suami memasukkannya ke SD yang pengajaran sainsnya baik, plus perhatian penuh dari gurunya terhadap potensi masing-masing anak. Tentu bukan sekolah alam. Di sekolah alam si Arif kayaknya malah bisa stress.
Sofi sekarang sekolah di TK yang sama dengan Arif dulu. SDnya.. belum kebayang. Mungkin tahun depan saya baru mulai mikir-mikir.
Eh, tapi jangan kelamaan mikir lho Pak, Bu...
Ke SD-SD 'favorit', booking tempat ternyata sudah dilakukan DUA TAHUN (!!) sebelum anak masuk SD tersebut. Ini pengalaman saya pas mau masukin Arif ke SD 'pilihan pertama', enam bulan sebelum dia keluar TK, dan kuota sudah habis di SD tersebut.
Ternyata ya gitu, para orang tua sudah daftar jauh-jauh hari biar dapet tempat. Fuihh...
-----------
Arif dan Sofi ku ini selalu saling merindukan karena mereka bisa saling melengkapi.Tapi kalo ketemu, ya gitu deh. Gak jauh dari bertengkar. Rukun lagi. Bertengkar lagi.
Sing sabar we Mi...
-------------
Mmm.. btw,
Kira-kira nih.. kalo nambah lagi tahun depan.. tipe anak seperti apa yang akan saya lahirkan ya?
****
Di rumah, dengan anak-anakku.
Siap gonta-ganti dunia.
Maya - nyata -maya -nyata.. Karena 'upin dan ipin' ku tak bisa tinggal diam, melihat ummi tinggal di dunia maya.
Apalagi kalo ngeliat si ummi nge-y!m =P
Pengennya gangguiiiiin aja...
----------------------------
Gara-gara dapet copyan film 'upin&ipin' dari si om, anak-anakku jadi keranjingan nonton film anak malaysia itu tiap hari. Diulang-ulang terus, sejak bulan puasa sampai sekarang.
Malah mereka manggil saya 'Kak Ros', kakaknya Upin&Ipin di film itu, yang cerewet abis.
Sepertinya sih, di mata mereka, gaya saya emang kayak 'Kak Ros' itu.
Setiap Ibu pasti gak akan bosan cerita tentang anak-anaknya, begitu pula cerita saya tentang 'my upin & my ipin' ini. Arif dan Sofi ku.
Arif: "Sayeu Upin, dan ini adik sayeu Ipin"
Sofi: "Hai"
Arif: "Ini kisah kami berdueu"
Sofi: "Betcul.. betcul.. betcul..."
Berulang dalam sehari mereka perankan 'upin&ipin'nya, sambil bergandengan.
--------
Arif si anak serius, dan Sofi si anak periang.
Persis seperti dua jagoannya Lita.
Terakhir saya ngobrol sama Lita, saya sempat terheran-heran, kok tipikal Akmal sama dengan Arif, sementara tipikal Hanif sama dengan Sofi.
Ada apa gerangan dengan anak pertama dan anak kedua??
Apakah posisi menentukan prestasi??=D
Lita menyimpulkan tentang pengaruh nama pada karakter anak.
Sementara saya menyimpulkan tentang bawaan orok.
Iya .. bawaan saya ketika arif dan sofi ada di rahim ini.
-------------------------
"Fafa nyamper Sofi main, tapi Sofi sekolah", kata Sofi
"Bukan 'tapi' ... 'padahal'!!.. ", sangkal Arif, "Fafa nyamper Sofi main,.. 'PADAHAL'..Sofi sekolah"
Sofi bengong. Barangkali dia ngedumel dalam hati -aku kan cuma cerita mas, bukan mau belajar bahasa indonesia!-
Aki dan Nenek sering dibuat terpingkal-pingkal kalo si Arif udah keluar gaya 'dosen'nya.
Kalo dia bertanya sesuatu, dan dijawab sama Nenek, maka yang keluar dari mulutnya adalah:
"Yak.. Nenek betul!!"
Jadi bukan nanya, tapi ngetes.
Di tangan Arif, Sofi mudah belajar sesuatu. Misalnya saja permainan Bobby Bola atau Bob The Builder, cd interaktif itu.
Sementara saya suka underestimate sama sofi.
"Sofi belajar yang ini aja dulu, jangan dulu yang susah", kata saya (lebih dominan ke males ngajarin).
Tak lama kemudian, setelah main berdua sama Arif:
"Mi Sofi udah bisa.. diajarin sama Mas Arif !!"
Sofi sumringah karena sudah mengerti sesuatu yang tadi saya bilang susah.
Tapi tak jarang Sofi nangis, Arif nangis juga.
"Kenapa sih?", tanya saya.
"Itu... Mas Arifnyaaa... waaaaaaaaaaaaaaaa", kata Sofi.
"Soalnya Sofi gak ngerti-ngerti !!... waaaaaaaaaaaaaaa", teriak Arif.
"Sofi gak mau diajarin !!", balas Sofi "waaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..."
Keduanya stress, gara-gara 'dosen' Arif memaksakan mata kuliahnya pada 'mahasiswi' Sofi.
Sementara si mahasiswi sedang gak konsen berhubung lagi pengen main boneka, bukannya belajar.
"Riiif... kalo ngajar kan harus sabar?"
"Sofi juga, jangan nangis, bilang aja ke Mas Arif kalo Sofi lagi gak mau belajar"
Kata saya, mencoba menengahi.
Dua-duanya diem. Padiem-diem. Tak lama kemudian udah main bareng lagi.
Arif yang waktu TK bercita-cita jadi guru TK ini, memang pandai.
Bisa lancar membaca di usianya yang ke-3. Saya cuma nyoba membuat dia hafal melihat huruf yang membentuk sebuah kata. Sehari satu kata. Kalo belum hafal ya belum ditambah.
Plus CD interaktif 'azmi' yang ada belajar hurufnya, dan buku anak-anak yang murah.
Dengan metode sederhana yang saya sendiri cuma main-main itu ternyata bisa dengan mudah ditangkap oleh si upin ini.
Berikutnya kelihatan potensi dia di bidang sains dan teknologi. Mainannya adalah komputer, sementara rekreasinya adalah dengan memecahkan soal penjumlahan. Mudah-mudahan nanti dia lebih pintar dari tantenya. Aamiin.
Potensinya untuk jadi 'profesor' lumayan gede.
Antara lain, dia suka nyari-nyari tas yang udah menclok di punggungnya.
Atau .. kalo diajarin naik sepeda roda dua, dia sibuk membicarakan teori naik sepeda daripada mengayuh pedal. Walhasil sampe sekarang dia belum bisa roda dua.
Atau pernah juga..
"Mi, Arif mau tidur"
"Sok aja"
Lantas dia tiduran di samping saya sambil tanya,"Kok umi gak nyuruh Arif gosok gigi dulu?"
"Ya.. sok, gosok gigi dulu"
Dia bangkit dari tempat tidur,"Gosok gigi itu gini Mi, caranya.."
Tanpa sikat dia menggerakkan tangannya seperti menggosok gigi, ke atas ke bawah, kiri kanan," terus dia tidur lagi.
"Eh, katanya mau gosok gigi?," kata saya
"Eh iya.."
Terus dia ke kamar mandi, bawa odol dan sikat gigi, terus ke kamar lagi.
"Riiif... kan gosok giginya di kamar mandi !!"
"Eh iya..", Arif balik lagi keluar kamar.
... "Opi...lihat deh ini..", Arif nunjukkin sebuah gambar yang dia temukan di ruang tengah.
Terus ngobrol sama Sofi.
....
"Riiif...katanya mau gosok gigi?" seru saya dari kamar.
"Eh iya... mm... odolnya tadi mana ya Mi?"
Umi: !@#$%^&*(!!!
Sekarang dia bercita-cita jadi polisi.
Maklumlah, terkagum-kagum sama polisi ini gara-gara kalo ada polisi, perjalanan ke sekolahnya jadi lancar.
Maunya sih jadi polisi. Tapi Arif ini anaknya sensi-an. Mudah berkaca-kaca dan menumpahkan marah atau tangis. Kadang bikin saya gak sabar. Punya anak laki-laki kan mestinya tegar. Tapi ya mungkin belum waktunya. Paling sekarang saya suka bilang berulang sama dia, kalo dia harus ngeduluin bicara daripada marah atau nangis. Karena kadang masalahnya cuma muncul dari prasangka dia sendiri. Belum dibicarakan udah nyangka yang enggak-enggak.
-------------
Sementara Sofi, si 'ipin' yang bernama lengkap: Shofiyyah Mutiara Tsabita, adalah anak yang easy going.
Jarang nangis, mudah tertawa. Selalu riang gembira dengan menampakkan lesung pipit di kedua belah pipinya yang tembem. Bikin gemes.
Selalu mau mengalah, dan bisa berlaku sesuai dengan yang diinginkan teman sepermainannya.
Hampir semua anak cocok main sama Sofi. Kecuali kalo sama om om.
Di depan teman laki-laki saya, dia suka jaim. Jangankan sama om om. Sama papanya aja suka sok gak butuh. Lengket kalo ada maunya aja (kayak si umi..haha).
Urusan belajar, ke Sofi mah mesti ekstra sabar. Dia susah inget, gampang lupa.
It's ok. Dia tampak punya potensi di bidang sosial. Tau banget gimana cara menghadapi orang dan mengelola emosi.
Sedikit saja cerita saya tentang Neng Opi cantikku cintaku sayangku kasihku ini,
karena dia hampir gak pernah bikin masalah yang berarti.
Damai tentram.
-------------------------
Flashback.. tampak ada kesamaan karakter antara mereka dengan saya.
Saya tahun 2001-2002, adalah berbeda dengan saya 2004. Makanya anak yang dilahirkan pun jadi beda.
Saya pada awal menikah, ternyata melahirkan anak tipe arif.
Hamil Arif, saya ngutek di depan komputer ngerjain TA, bimbingan, sidang, sampai wisuda. Mungkin ikut dengar juga gimana Bu Lia memperbaiki cara penulisan dan kosakata yang benar dari tugas akhir saya... (hehe.. ya Bu?). Jadi.. ya gitu itu.. anaknya jadi begitu =P
Saat itu juga saya cengeng banget. Beruntung saya punya suami yang ekstra sabar.
Nyemangatin saya terus buat nyelesaiin TA, sampai selesai.
Sementara saya hamil Sofi tahun 2004, adalah saya yang sudah lulus apoteker.
Jadi ibu rumah tangga sejati sambil sesekali keluar ngurus surat izin apotek.
Nyantei abisss...
Lebih mandiri juga karena udah pisah rumah dari orang tua dan mertua.
Lebih jarang menangis. Lebih bisa ngendaliin emosi.
Makanya lahirlah Sofi dengan tipe periang dan tegar.
However, setiap anak punya potensi yang berbeda, yang tentunya jangan terlewatkan oleh orang tua, untuk terus menerus diasah.
Arif yang ngsains dan berpotensi hi-tech, tidak ragu saya dan suami memasukkannya ke SD yang pengajaran sainsnya baik, plus perhatian penuh dari gurunya terhadap potensi masing-masing anak. Tentu bukan sekolah alam. Di sekolah alam si Arif kayaknya malah bisa stress.
Sofi sekarang sekolah di TK yang sama dengan Arif dulu. SDnya.. belum kebayang. Mungkin tahun depan saya baru mulai mikir-mikir.
Eh, tapi jangan kelamaan mikir lho Pak, Bu...
Ke SD-SD 'favorit', booking tempat ternyata sudah dilakukan DUA TAHUN (!!) sebelum anak masuk SD tersebut. Ini pengalaman saya pas mau masukin Arif ke SD 'pilihan pertama', enam bulan sebelum dia keluar TK, dan kuota sudah habis di SD tersebut.
Ternyata ya gitu, para orang tua sudah daftar jauh-jauh hari biar dapet tempat. Fuihh...
-----------
Arif dan Sofi ku ini selalu saling merindukan karena mereka bisa saling melengkapi.Tapi kalo ketemu, ya gitu deh. Gak jauh dari bertengkar. Rukun lagi. Bertengkar lagi.
Sing sabar we Mi...
-------------
Mmm.. btw,
Kira-kira nih.. kalo nambah lagi tahun depan.. tipe anak seperti apa yang akan saya lahirkan ya?
****
Jumat, 24 Oktober 2008
Pokoknya..beri saya ANTIBIOTIK!!!!
Malam, jam sembilanan. Saya udah mau pulang dari apotek.
Tapi masih ada juga yang nyambangin apotek saya. Malah agak rame kalo agak larut.
Kalo jam segituan biasanya sih bapak-bapak yang kebelet...
...cari 'sarung'.. hehe.
"Teh, minta antibiotik yang paling bagus", kata seorang pemuda yang maaf.. agak kumal.
(yang paling bagus? yang paling mahal sih ada..)
-keluhannya apa A?
(saya biasa manggil Aa ke pelanggan laki-laki muda. Jadi lebih akrab aja)
Ditanya gitu dia diem..
"Yang paling bagus aja Teh"
-Kan tergantung sakitnya apa, di daerah mana
(Kata saya sedikit menata kata, biar dia faham)
-Nanti kalau salah, bisa tambah sakit
-Antibiotik mah banyak macemnya, gak bisa sembarangan
(saya jelaskan dalam bahasa sunda..)
Dia diem lagi. Keukeuh gak mau bilang dia sakit apa.
Terpaku di depan etalase. Bengang bengong. Lama.
Saya gak sabar, pengen pulang.
Dari tadi tas sudah menclok di pundak kanan saya.
Plus tas laptop di sebelah kiri.
Keliatan banget sama pelanggan kalau saya udah mau pulang.
Udah serah terima pula dengan asisten.
Saya tinggalkan ruang pelayanan dan pemuda itu. Mau pulang lewat pintu samping belakang.
Toh udah ada asisten saya.
Ternyata dari depan etalase, si pemuda itu ke belakang. Nyamperin saya yang keluar dari pintu samping .
Dekat.. 2 meteran.. dan tercium aroma tubuhnya..yang bikin saya selangkah mundur.
Bisa dipastikan dalam satu minggu dia gak mandi.
"Teh, mun berobat ka dieu kumaha nya?"
Dia menyerahkan sebuah kartu nama ke saya. Saya terpaksa bernafas lewat mulut.
Lampu di teras samping apotek itu agak remang-remang. Mata saya yang akomodasinya sudah kacau agak sulit baca kartu nama dengan tulisan perak di atas hijau itu.
Tertulis di sana nama seorang Haji (catat: bukan dokter).
"Pa haji ieu teh tiasa ngalihkeun panyawat ti manusa kana domba"
(Halagh...)
"Da atuh ka dokter tos tilu kali, saur dokter teu nanaon..padahal mah abdi teh nyeri pisan"
(saya bingung..)
Sebelum saya tanya -lagi- sakitnya di daerah mana, dia udah bilang sesuatu yang...
huaaaa... ternyata dia suka main perempuan.. huaaa...
"Tapi tos henteu ayeuna mah Teh.. terahir mah september"
Huaaaa... takuuuuut...
"Janten kumaha Teh pami abdi berobat ka pa haji eta?"
"Mangga we A, pami percanten mah"
Saya udah ambil ancang-ancang mau kabur.
"Tapi ayeuna abdi nyeri pisan"
-ngagaleuh penahan nyeri we A...
kataku sambil setengah lari ke depan apotek
-Supyan.. asam mefenamat buat Aa ini nih...
saya kasih perintah ke asisten..dan segera masuk mobil. Starter... byuuuurrr...
Dari spion saya lihat si Aa itu mengamati kepergian saya..
Hiiii....
-----------------------------------------
"Teh, ada obat ini nggak...mm.. apa ya.. ada oks oks nya gitu.."
- Apa ya?
- Keluhannya apa A?
"Antibiotik lah"
Saya nebak pake beberapa nama antibiotik. Tapi selalu 'bukan'.
- Keluhannya apa?
sekali lagi saya tanya si Aa itu.
"Ya teteh sebutin aja dulu semua antibiotik yang ada di sini.."
WHEW!! Sidang, naon ieu teh.. Jangan2 dia pengen tau spektrumnya juga?
- Banyak atuh A, susah kalo disebutin satu satu mah.. Aa keluhannya apa?
Keukeuh saya nanya.
"Yaaah..emmm.... daerah bawah lah...", katanya pelan.
Saya mulai males.
"Dulu saya pernah gini juga.. dikasih obatnya itu.. yang 'oks' itu.."
-Ya ke dokter lagi aja atuh
"Ayolah Teeeh... antibiotik apa aja lah.."
- Ya gak bisa gitu dong.. ntar saya salah..
- Ke dokter aja lagi....
"Terserah Teteh aja atuh lah, saya mau antibiotik sekarang"
Agak kesal juga saya..
Akhirnya saya kasih dia ciprofloksasin beserta aturan pakainya.
Setidaknya ada oks nya gitu lah..
Dan tanpa diminta, dia akhirnya jelasin sama saya..
"Itu teh.. soalnya.. saya.. mm...kejepit resleting..."
Saya cuma tampakkan senyum. Dan setelah dia pergi, saya ketawa-ketawa.
Sedikit membayangkan...
Kira-kira dia kejepit resleting atau- 'suka' -kejepit yang lain yaaaaaa =P
*****
Tapi masih ada juga yang nyambangin apotek saya. Malah agak rame kalo agak larut.
Kalo jam segituan biasanya sih bapak-bapak yang kebelet...
...cari 'sarung'.. hehe.
"Teh, minta antibiotik yang paling bagus", kata seorang pemuda yang maaf.. agak kumal.
(yang paling bagus? yang paling mahal sih ada..)
-keluhannya apa A?
(saya biasa manggil Aa ke pelanggan laki-laki muda. Jadi lebih akrab aja)
Ditanya gitu dia diem..
"Yang paling bagus aja Teh"
-Kan tergantung sakitnya apa, di daerah mana
(Kata saya sedikit menata kata, biar dia faham)
-Nanti kalau salah, bisa tambah sakit
-Antibiotik mah banyak macemnya, gak bisa sembarangan
(saya jelaskan dalam bahasa sunda..)
Dia diem lagi. Keukeuh gak mau bilang dia sakit apa.
Terpaku di depan etalase. Bengang bengong. Lama.
Saya gak sabar, pengen pulang.
Dari tadi tas sudah menclok di pundak kanan saya.
Plus tas laptop di sebelah kiri.
Keliatan banget sama pelanggan kalau saya udah mau pulang.
Udah serah terima pula dengan asisten.
Saya tinggalkan ruang pelayanan dan pemuda itu. Mau pulang lewat pintu samping belakang.
Toh udah ada asisten saya.
Ternyata dari depan etalase, si pemuda itu ke belakang. Nyamperin saya yang keluar dari pintu samping .
Dekat.. 2 meteran.. dan tercium aroma tubuhnya..yang bikin saya selangkah mundur.
Bisa dipastikan dalam satu minggu dia gak mandi.
"Teh, mun berobat ka dieu kumaha nya?"
Dia menyerahkan sebuah kartu nama ke saya. Saya terpaksa bernafas lewat mulut.
Lampu di teras samping apotek itu agak remang-remang. Mata saya yang akomodasinya sudah kacau agak sulit baca kartu nama dengan tulisan perak di atas hijau itu.
Tertulis di sana nama seorang Haji (catat: bukan dokter).
"Pa haji ieu teh tiasa ngalihkeun panyawat ti manusa kana domba"
(Halagh...)
"Da atuh ka dokter tos tilu kali, saur dokter teu nanaon..padahal mah abdi teh nyeri pisan"
(saya bingung..)
Sebelum saya tanya -lagi- sakitnya di daerah mana, dia udah bilang sesuatu yang...
huaaaa... ternyata dia suka main perempuan.. huaaa...
"Tapi tos henteu ayeuna mah Teh.. terahir mah september"
Huaaaa... takuuuuut...
"Janten kumaha Teh pami abdi berobat ka pa haji eta?"
"Mangga we A, pami percanten mah"
Saya udah ambil ancang-ancang mau kabur.
"Tapi ayeuna abdi nyeri pisan"
-ngagaleuh penahan nyeri we A...
kataku sambil setengah lari ke depan apotek
-Supyan.. asam mefenamat buat Aa ini nih...
saya kasih perintah ke asisten..dan segera masuk mobil. Starter... byuuuurrr...
Dari spion saya lihat si Aa itu mengamati kepergian saya..
Hiiii....
-----------------------------------------
"Teh, ada obat ini nggak...mm.. apa ya.. ada oks oks nya gitu.."
- Apa ya?
- Keluhannya apa A?
"Antibiotik lah"
Saya nebak pake beberapa nama antibiotik. Tapi selalu 'bukan'.
- Keluhannya apa?
sekali lagi saya tanya si Aa itu.
"Ya teteh sebutin aja dulu semua antibiotik yang ada di sini.."
WHEW!! Sidang, naon ieu teh.. Jangan2 dia pengen tau spektrumnya juga?
- Banyak atuh A, susah kalo disebutin satu satu mah.. Aa keluhannya apa?
Keukeuh saya nanya.
"Yaaah..emmm.... daerah bawah lah...", katanya pelan.
Saya mulai males.
"Dulu saya pernah gini juga.. dikasih obatnya itu.. yang 'oks' itu.."
-Ya ke dokter lagi aja atuh
"Ayolah Teeeh... antibiotik apa aja lah.."
- Ya gak bisa gitu dong.. ntar saya salah..
- Ke dokter aja lagi....
"Terserah Teteh aja atuh lah, saya mau antibiotik sekarang"
Agak kesal juga saya..
Akhirnya saya kasih dia ciprofloksasin beserta aturan pakainya.
Setidaknya ada oks nya gitu lah..
Dan tanpa diminta, dia akhirnya jelasin sama saya..
"Itu teh.. soalnya.. saya.. mm...kejepit resleting..."
Saya cuma tampakkan senyum. Dan setelah dia pergi, saya ketawa-ketawa.
Sedikit membayangkan...
Kira-kira dia kejepit resleting atau- 'suka' -kejepit yang lain yaaaaaa =P
*****
Senin, 13 Oktober 2008
ier si tong sampah
Demi melihat anak-anak sekolah itu kembali meramaikan perjalananku...
melihat kembali anak-anakku memakai seragam mereka yang berwarna warni...
melihat kembali dalamnya lesung pipit di pipi kiri dan pipi kanan sofi-ku, karena dia kembali akan bersekolah..
Kegersangan hatiku rasanya tersiram. Sejuk.
Ada semangat kembali.
Setelah satu bulan lebih aku dihantui berbagai masalah.
Bukan masalahku, tapi masalah teman-temanku.
Huaaaaaaaaaaaaaaaaaa.....haahhaaah...hhaaaaaaaa...
Ingin nangis sekaligus ketawa.
Gila.
Ternyata aku cuma tong sampah yang tidak rajin membersihkan diri.
Jadinya busuk!
Maafkan aku sahabat-sahabatku,
Maafkan aku adik-adikku,
specially for my little brother...maafkan aku atas segala perkataanku.
Saat itu aku terlalu emosi, atas segala beban yang masuk ke kepalaku.
Maafku tidak bermaksud menarik segala apa yang telah aku sampaikan.
Tapi maaf, bila kata-kataku kurang berkenan di hatimu.
Hari ini rasanya aku ingin berlepas tangan dari semua masalah sahabat-sahabatku, keluargaku, adik-adikku..
Aku ternyata tak layak untuk jadi tempat mereka mengadu. Apalagi untuk mencari solusi.
Aku bukan siapa-siapa untukmu... (d'masiv pisan)
Kuakui paling aku cuma bisa jadi pendengar yang baik..
Tukang ngasih minum kalo mereka mulai gemetar..
Tukang ngasih tisu kalo mereka mulai menangis..
Tukang ngasih mie goreng kalo mereka mulai lapar..
Apa urusanku ya?
Kenapa aku mesti terlibat jauh dengan urusan mereka ya?
Kenapa mereka mesti cari aku ya?
Kenapa juga aku harus cari mereka ya?
Dan kenapa juga aku mesti melibatkan hatiku untuk berempati?
Tapi di sisi lain ... harus kusyukuri kalau aku masih punya hati..
Aku ternyata masih bisa merasakan kesedihan saat mereka menangis di hadapanku.
Aku ternyata masih bisa merasakan kegelisahan adik-adikku.
Aku ternyata masih bisa merasakan bahagia kalau mereka bahagia...
Tuhan.. aku sayang sama mereka!
Itulah kenapa aku selalu ada!
Selama perjalanan mengantarkan anak-anakku sekolah tadi,
ketika roda aktivitasku mulai bergulir kembali..
aku sadar bahwa aku harus tetap berjalan dengan segala urusanku juga.
"Nu baleg atuh Bu.. nyetir teh!!!!"
Tuh kan! Tadi pagi tuh! Aku dapet semprotan dari pengemudi lain gara-gara aku nyetir sambil ngelamun!
Dodol !!
Iyyaa.. iyaaa...
Aku harus tetap mengemudikan mobilku..
Jangan sampai aku tenggelam dalam urusan mobil orang lain..
Tetap jaga jarak, dan tetaplah dalam jalur masing-masing.
Tak apa aku jadi tong sampah,
tapi aku harus jadi tong sampah yang bisa mengubah sampah-sampah itu menjadi sesuatu yang bermanfaat bagiku dan bagi para pembuangnya.
Sesampai di apotek hatiku jadi lumayan lega..
Dengan sejuta maaf untuk little brotherku..
Dengan sejuta tekad untuk memperbaiki diri sendiri..
Dengan permohonan waktu untuk menyepi sebentar saja dari berbagai masalah...
Namun tak kusangka... jam 10 pagi tadi...
ada seorang perempuan datang kepadaku tanpa membuat janji.
Aku agak heran dengan kehadirannya.
Tiba-tiba masuk ke ruang peracikanku, duduk di lantai, lantas dia melepas tangisnya.
Tangis yang begitu menyakitkan, sampai aku juga ikut menangis tanpa tau apa masalahnya.
Satu jam dia di ruang racik itu tanpa berhenti menangis.
Bahkan tanpa bilang ke aku apa masalahnya.
Dia cuma bilang "Maaf, aku ke sini cuma numpang nangis aja ya"
Dan aku cuma memegang pundaknya. Bingung.
Kemudian dia minta izin melanjutkan tangisnya di ruang praktek dokter gigi yang kosong.
Secara.. aku kebanjiran pembeli dan sales. Malu gitu, kalo kedengeran "hiks-hiks" dari belakang lemari.
Setelah tangisnya reda, dia pun pulang..
"Maaf, aku gak bisa cerita apa-apa", ujarnya.
Aku mengangguk. Masih bingung...
Kuberi dia obat dulu..
obat biar bengkak-bengkak di matanya hilang.
(Gitu deh kalo curhat sama apoteker.. gak bisa kasih saran, ya kasih obat aja..hehe)
-----
Tuhan...
kini aku kembali menghadapMu sambil melepas tanya...
Kenapa dia harus hadir di hadapanku, justru pada saat aku ingin lari dari masalahnya?
Dan entah kapan Dia menjawabnya...
****
melihat kembali anak-anakku memakai seragam mereka yang berwarna warni...
melihat kembali dalamnya lesung pipit di pipi kiri dan pipi kanan sofi-ku, karena dia kembali akan bersekolah..
Kegersangan hatiku rasanya tersiram. Sejuk.
Ada semangat kembali.
Setelah satu bulan lebih aku dihantui berbagai masalah.
Bukan masalahku, tapi masalah teman-temanku.
Huaaaaaaaaaaaaaaaaaa.....haahhaaah...hhaaaaaaaa...
Ingin nangis sekaligus ketawa.
Gila.
Ternyata aku cuma tong sampah yang tidak rajin membersihkan diri.
Jadinya busuk!
Maafkan aku sahabat-sahabatku,
Maafkan aku adik-adikku,
specially for my little brother...maafkan aku atas segala perkataanku.
Saat itu aku terlalu emosi, atas segala beban yang masuk ke kepalaku.
Maafku tidak bermaksud menarik segala apa yang telah aku sampaikan.
Tapi maaf, bila kata-kataku kurang berkenan di hatimu.
Hari ini rasanya aku ingin berlepas tangan dari semua masalah sahabat-sahabatku, keluargaku, adik-adikku..
Aku ternyata tak layak untuk jadi tempat mereka mengadu. Apalagi untuk mencari solusi.
Aku bukan siapa-siapa untukmu... (d'masiv pisan)
Kuakui paling aku cuma bisa jadi pendengar yang baik..
Tukang ngasih minum kalo mereka mulai gemetar..
Tukang ngasih tisu kalo mereka mulai menangis..
Tukang ngasih mie goreng kalo mereka mulai lapar..
Apa urusanku ya?
Kenapa aku mesti terlibat jauh dengan urusan mereka ya?
Kenapa mereka mesti cari aku ya?
Kenapa juga aku harus cari mereka ya?
Dan kenapa juga aku mesti melibatkan hatiku untuk berempati?
Tapi di sisi lain ... harus kusyukuri kalau aku masih punya hati..
Aku ternyata masih bisa merasakan kesedihan saat mereka menangis di hadapanku.
Aku ternyata masih bisa merasakan kegelisahan adik-adikku.
Aku ternyata masih bisa merasakan bahagia kalau mereka bahagia...
Tuhan.. aku sayang sama mereka!
Itulah kenapa aku selalu ada!
Selama perjalanan mengantarkan anak-anakku sekolah tadi,
ketika roda aktivitasku mulai bergulir kembali..
aku sadar bahwa aku harus tetap berjalan dengan segala urusanku juga.
"Nu baleg atuh Bu.. nyetir teh!!!!"
Tuh kan! Tadi pagi tuh! Aku dapet semprotan dari pengemudi lain gara-gara aku nyetir sambil ngelamun!
Dodol !!
Iyyaa.. iyaaa...
Aku harus tetap mengemudikan mobilku..
Jangan sampai aku tenggelam dalam urusan mobil orang lain..
Tetap jaga jarak, dan tetaplah dalam jalur masing-masing.
Tak apa aku jadi tong sampah,
tapi aku harus jadi tong sampah yang bisa mengubah sampah-sampah itu menjadi sesuatu yang bermanfaat bagiku dan bagi para pembuangnya.
Sesampai di apotek hatiku jadi lumayan lega..
Dengan sejuta maaf untuk little brotherku..
Dengan sejuta tekad untuk memperbaiki diri sendiri..
Dengan permohonan waktu untuk menyepi sebentar saja dari berbagai masalah...
Namun tak kusangka... jam 10 pagi tadi...
ada seorang perempuan datang kepadaku tanpa membuat janji.
Aku agak heran dengan kehadirannya.
Tiba-tiba masuk ke ruang peracikanku, duduk di lantai, lantas dia melepas tangisnya.
Tangis yang begitu menyakitkan, sampai aku juga ikut menangis tanpa tau apa masalahnya.
Satu jam dia di ruang racik itu tanpa berhenti menangis.
Bahkan tanpa bilang ke aku apa masalahnya.
Dia cuma bilang "Maaf, aku ke sini cuma numpang nangis aja ya"
Dan aku cuma memegang pundaknya. Bingung.
Kemudian dia minta izin melanjutkan tangisnya di ruang praktek dokter gigi yang kosong.
Secara.. aku kebanjiran pembeli dan sales. Malu gitu, kalo kedengeran "hiks-hiks" dari belakang lemari.
Setelah tangisnya reda, dia pun pulang..
"Maaf, aku gak bisa cerita apa-apa", ujarnya.
Aku mengangguk. Masih bingung...
Kuberi dia obat dulu..
obat biar bengkak-bengkak di matanya hilang.
(Gitu deh kalo curhat sama apoteker.. gak bisa kasih saran, ya kasih obat aja..hehe)
-----
Tuhan...
kini aku kembali menghadapMu sambil melepas tanya...
Kenapa dia harus hadir di hadapanku, justru pada saat aku ingin lari dari masalahnya?
Dan entah kapan Dia menjawabnya...
****
Sabtu, 11 Oktober 2008
kenapa cinta harus memilih..
Akhir-akhir ini saya begitu semangat jadi konsultan pranikah untuk adik-adik saya yang sedang dalam proses. Proses menuju sesuatu yang saya anggap akan amat sangat besar mempengaruhi hidup mereka kelak di dunia maupun di akhirat.
Saya jadi sering menempatkan diri menjadi seseorang yang lebih berpengalaman. Kadang mungkin mereka menganggap saya sok tau. Mungkin mereka bertanya-tanya, sebetulnya apa sih urusan saya? ikut campur banget sih? Kepentingan lu apa?
Ya Allah... Rabb... Tuhanku...
BagiMu tidak ada satu pun kejadian di dunia ini yang terjadi secara kebetulan.
Kenapa Tuhan... di samping adik-adik yang sedang berproses tadi, Kau hadirkan di hadapanku.. dua orang perempuan yang menjelang perceraiannya?
Sungguh suatu fenomena yang begitu berbeda, seperti terbit dan tenggelamnya mentari.
Satu sisi begitu berbunga-bunga penuh cinta dan harapan.
Di sisi lain tampak begitu terinjak-injak dan penuh penyesalan.
Apa maksudMu Rabb ku?
Semoga dengan dihadirkannya semua ini di hadapanku.. aku tidak terlewat untuk mengambil pelajaran. Untuk dibagi-bagikan sebagai hikmah untukku, untuk rumah tanggaku, untuk anak-anakku, untuk siapapun makhluk berwujud manusia yang singgah di hadapanku.
Kedua perempuan tadi.. yang menjelang perceraiannya, memang tidak saya ikuti prosesnya sejak awal. Saya hanya menghadiri walimahannya dan sempat mendoakan - baarakaLlahu lakum-
Lautan cinta diarungi, dengan bahtera rumah tangga yang kualitasnya, hanya mereka dan Allah yang tau. Manusia lain sadar bahwa bahtera mereka rapuh hanya saat semuanya mulai oleng, setengah teggelam, dan sebentar lagi karam...
seperti sekarang.
Ohoho... ternyata ya.. bahtera yang tampak indah, belum tentu bisa menyampaikan para penumpangnya ke tujuan mereka. -Titanic kalleee..-
Ternyata ya.. yang terlihat sebagai kesempurnaan rumah tangga. Mobil, rumah, anak-anak yang tampak menggemaskan.. sama sekali tidak representatif menunjukkan sebuah rumah tangga idaman.
Tuhan... Kau buat aku menangis di tengah tangisan kedua perempuan ini yang tampak menyesal, berjuta sesal, karena mereka merasa telah salah memilih.
Di sekujur tubuh mereka tampak pertaubatan sepenuh hati.. karena dulu, saat mereka memilih lelaki yang kini -masih- jadi suami mereka, sama sekali.. sama sekali... tanpa dasar yang kuat, tanpa dasar yang kelak jadi pegangan mereka saat bahtera oleng tersapu ombak.
Saya tanyakan kembali pada mereka, dengan harapan mereka masih punya sesuatu yang jadi pegangan...agar bahtera mereka tidak benar-benar karam.
Saya bertanya pada keduanya:
"kenapa kamu dulu memilihnya???"
Sama persis! Keduanya mengakui bahwa mereka memilih hanya karena cinta.
Hanya karena tertarik pada sesuatu yang seiring waktu akan berkarat dan rusak tanpa bisa tergantikan.
Hanya karena 'klik'.. ngerasa nyambung..
Hanya karena 'menarik' secara kimia-fisika.
Mungkin juga karena berbagai prosedur pemikatan hati wanita.
DANGKAL!!!
BODOH!!
Yang begitu mah atuh coy... sataun dua taun oge beak ari geus kawin mah!!!
-maap, saya emosi yeuh-
Mereka memilih tanpa pertimbangan apakah sang lelaki kelak bisa jadi nakhoda, tau ke mana bahtera akan diarahkan, tau yang benar dan salah selama berada di atas lautan, benarkah panduannya, berfungsi dengan baikkah kompasnya...
Sayang... kebanyakan orang menyadari pertimbangan ini justru saat aqad telah terucap.
Kedua perempuan ini akhirnya pasrah.
Tidak menyalahkanMu, Allah..
Mereka hanya menyalahkan diri sendiri, karena dahulu saat memilih pasangan hidup,
mereka tidak ingat padaMu!! melalui proses pranikah yang tidak ada dalam 'kamus'Mu!!
Istighfar mengalir deras dari mulut-mulut mereka...seiring tangis tanpa henti...
Rabb...
Akhirnya kutanyakan pula pada adik-adikku.. atas dasar apa mereka memilih 'dia' untuk jadi pasangan hidupnya nanti.
Hanya meyakinkan saja bahwa mereka tidak memilih atas dasar yang rapuh.
Meyakinkan bahwa kelak mereka tidak akan menyesal dengan pertimbangan mereka.
Kelak mereka bisa bertanggungjawab dunia akhirat atas pilihannya..
Sekalipun nanti sang suami sakit keras tak kunjung sembuh, misalnya..
Sekalipun nanti sang suami terkena gangguan mental atas izin Nya, misalnya...
Na'udzubiLlahi min dzalik..
Tapi demi Allah, Rabb Semesta Alam.. bila adik-adik saya ini memilih atas dasar yang benar, saya yakin mereka tak akan pernah menyesal dalam situasi apa pun..
Sungguh!
Dan hamba pun beristighfar dari segala pertimbangan duniawi,
dulu.. saat memilih suamiku kini.
Tapi tetap ada satu dasar kokoh pertimbangan saya yang tidak akan pernah saya sesali.
Yaitu aqidah dan keimanan suamiku.
Semua yang tampak kasat mata di hadapan saya kini bisa jadi hilang besok lusa.
Tapi satu hal yang saya minta... jangan cabut iman itu dari hatiku dan hati suamiku.
Karena bila hilang, itulah sebenar-benarnya petaka dan bencana di dunia ini.
Terngiang kembali gemuruh do'a dari kerabat dan kawan-kawan yang menghadiri aqad nikah saya pada tanggal 30 Juli, delapan tahun yang lalu..
Do'a yang dipimpin oleh Ustadz Djalaluddin AsySyathibi, diikuti oleh para hadirin yang jumlahnya lebih dari 100 orang.. terdengar menggema dan memantul-mantul di penjuru masjid.
Membuat hati siapapun tergetar dan air mata mengalir deras.
Tiga kali mereka ucapkan..
BaarakaLlahu laka...
Wa baraka 'alaika...
Wa jama'a bainakuma...
fii khairiii....
Tuhanku...
Setiap kali saya putar video aqad nikah itu, air mata saya selalu jatuh.
Aamin... ya Allah.. Aamiin..Aamiin...
Semoga do'a tulus dari mereka
menjadi penyejuk hati saat kami marah
menjadi penguat saat kami merasa lemah
menjadi tali saat kami terpisah
Aamiin.. ya Allah.. Aamiin.. Aamiin...
Semoga Allah menunjukkan kepada aku, adik-adikku, dan kepada kedua perempuan tadi,
jalanNya.
Tidak lain,
hanya agar kami
tetap bisa memilih.
***
Saya jadi sering menempatkan diri menjadi seseorang yang lebih berpengalaman. Kadang mungkin mereka menganggap saya sok tau. Mungkin mereka bertanya-tanya, sebetulnya apa sih urusan saya? ikut campur banget sih? Kepentingan lu apa?
Ya Allah... Rabb... Tuhanku...
BagiMu tidak ada satu pun kejadian di dunia ini yang terjadi secara kebetulan.
Kenapa Tuhan... di samping adik-adik yang sedang berproses tadi, Kau hadirkan di hadapanku.. dua orang perempuan yang menjelang perceraiannya?
Sungguh suatu fenomena yang begitu berbeda, seperti terbit dan tenggelamnya mentari.
Satu sisi begitu berbunga-bunga penuh cinta dan harapan.
Di sisi lain tampak begitu terinjak-injak dan penuh penyesalan.
Apa maksudMu Rabb ku?
Semoga dengan dihadirkannya semua ini di hadapanku.. aku tidak terlewat untuk mengambil pelajaran. Untuk dibagi-bagikan sebagai hikmah untukku, untuk rumah tanggaku, untuk anak-anakku, untuk siapapun makhluk berwujud manusia yang singgah di hadapanku.
Kedua perempuan tadi.. yang menjelang perceraiannya, memang tidak saya ikuti prosesnya sejak awal. Saya hanya menghadiri walimahannya dan sempat mendoakan - baarakaLlahu lakum-
Lautan cinta diarungi, dengan bahtera rumah tangga yang kualitasnya, hanya mereka dan Allah yang tau. Manusia lain sadar bahwa bahtera mereka rapuh hanya saat semuanya mulai oleng, setengah teggelam, dan sebentar lagi karam...
seperti sekarang.
Ohoho... ternyata ya.. bahtera yang tampak indah, belum tentu bisa menyampaikan para penumpangnya ke tujuan mereka. -Titanic kalleee..-
Ternyata ya.. yang terlihat sebagai kesempurnaan rumah tangga. Mobil, rumah, anak-anak yang tampak menggemaskan.. sama sekali tidak representatif menunjukkan sebuah rumah tangga idaman.
Tuhan... Kau buat aku menangis di tengah tangisan kedua perempuan ini yang tampak menyesal, berjuta sesal, karena mereka merasa telah salah memilih.
Di sekujur tubuh mereka tampak pertaubatan sepenuh hati.. karena dulu, saat mereka memilih lelaki yang kini -masih- jadi suami mereka, sama sekali.. sama sekali... tanpa dasar yang kuat, tanpa dasar yang kelak jadi pegangan mereka saat bahtera oleng tersapu ombak.
Saya tanyakan kembali pada mereka, dengan harapan mereka masih punya sesuatu yang jadi pegangan...agar bahtera mereka tidak benar-benar karam.
Saya bertanya pada keduanya:
"kenapa kamu dulu memilihnya???"
Sama persis! Keduanya mengakui bahwa mereka memilih hanya karena cinta.
Hanya karena tertarik pada sesuatu yang seiring waktu akan berkarat dan rusak tanpa bisa tergantikan.
Hanya karena 'klik'.. ngerasa nyambung..
Hanya karena 'menarik' secara kimia-fisika.
Mungkin juga karena berbagai prosedur pemikatan hati wanita.
DANGKAL!!!
BODOH!!
Yang begitu mah atuh coy... sataun dua taun oge beak ari geus kawin mah!!!
-maap, saya emosi yeuh-
Mereka memilih tanpa pertimbangan apakah sang lelaki kelak bisa jadi nakhoda, tau ke mana bahtera akan diarahkan, tau yang benar dan salah selama berada di atas lautan, benarkah panduannya, berfungsi dengan baikkah kompasnya...
Sayang... kebanyakan orang menyadari pertimbangan ini justru saat aqad telah terucap.
Kedua perempuan ini akhirnya pasrah.
Tidak menyalahkanMu, Allah..
Mereka hanya menyalahkan diri sendiri, karena dahulu saat memilih pasangan hidup,
mereka tidak ingat padaMu!! melalui proses pranikah yang tidak ada dalam 'kamus'Mu!!
Istighfar mengalir deras dari mulut-mulut mereka...seiring tangis tanpa henti...
Rabb...
Akhirnya kutanyakan pula pada adik-adikku.. atas dasar apa mereka memilih 'dia' untuk jadi pasangan hidupnya nanti.
Hanya meyakinkan saja bahwa mereka tidak memilih atas dasar yang rapuh.
Meyakinkan bahwa kelak mereka tidak akan menyesal dengan pertimbangan mereka.
Kelak mereka bisa bertanggungjawab dunia akhirat atas pilihannya..
Sekalipun nanti sang suami sakit keras tak kunjung sembuh, misalnya..
Sekalipun nanti sang suami terkena gangguan mental atas izin Nya, misalnya...
Na'udzubiLlahi min dzalik..
Tapi demi Allah, Rabb Semesta Alam.. bila adik-adik saya ini memilih atas dasar yang benar, saya yakin mereka tak akan pernah menyesal dalam situasi apa pun..
Sungguh!
Dan hamba pun beristighfar dari segala pertimbangan duniawi,
dulu.. saat memilih suamiku kini.
Tapi tetap ada satu dasar kokoh pertimbangan saya yang tidak akan pernah saya sesali.
Yaitu aqidah dan keimanan suamiku.
Semua yang tampak kasat mata di hadapan saya kini bisa jadi hilang besok lusa.
Tapi satu hal yang saya minta... jangan cabut iman itu dari hatiku dan hati suamiku.
Karena bila hilang, itulah sebenar-benarnya petaka dan bencana di dunia ini.
Terngiang kembali gemuruh do'a dari kerabat dan kawan-kawan yang menghadiri aqad nikah saya pada tanggal 30 Juli, delapan tahun yang lalu..
Do'a yang dipimpin oleh Ustadz Djalaluddin AsySyathibi, diikuti oleh para hadirin yang jumlahnya lebih dari 100 orang.. terdengar menggema dan memantul-mantul di penjuru masjid.
Membuat hati siapapun tergetar dan air mata mengalir deras.
Tiga kali mereka ucapkan..
BaarakaLlahu laka...
Wa baraka 'alaika...
Wa jama'a bainakuma...
fii khairiii....
Tuhanku...
Setiap kali saya putar video aqad nikah itu, air mata saya selalu jatuh.
Aamin... ya Allah.. Aamiin..Aamiin...
Semoga do'a tulus dari mereka
menjadi penyejuk hati saat kami marah
menjadi penguat saat kami merasa lemah
menjadi tali saat kami terpisah
Aamiin.. ya Allah.. Aamiin.. Aamiin...
Semoga Allah menunjukkan kepada aku, adik-adikku, dan kepada kedua perempuan tadi,
jalanNya.
Tidak lain,
hanya agar kami
tetap bisa memilih.
***
Kamis, 09 Oktober 2008
'ier'
Trademark 'ier' sudah saya buat sejak jaman SMP. Motivasinya satu: bikin temen-temen gak manggil saya dengan sebutan 'ma'.
Saya sempat pengen muntah saat ada cowo' yang suka pdkt gitu bilang 'ma' dengan aagimnya -aga' aga' gimana- gitu jadi kesannya kayak manggil 'mama'. Berjuta yaqqq..s!!
Namun akhirnya nama 'ier' ini mengorbit di masa SMA, dan menjadi superbrand di masa kuliah.
Cukup dikenal karena tulisan-tulisan saya di bukom, majalah kelas, majalah DKM, majalah sekolah, ataupun mading selalu diakhiri dengan: (ier) Begitu pula tulisan saya di bukom di karisma-salman, atau buletin mingguannya. Malah ada emoticonnya..smiley.. =) ier!!!.. dengan tanda seru tiga buah. Kurang lebih begitu. Garing ya.
Jadinya saya bisa membedakan mana teman lama (masa SMA dan kuliah) dan mana teman baru (pasca kuliah), dari cara dia menyapa saya, terutama via tulisan -sms/mail/ym-
Kalo dia bilang 'halo ier' atau 'teh ier, apa kabar'.. haa.. pastilah dia si teman lama yang pernah sekelas atau seorganisasi.
Yang unik, temen-temen grup F farobi-karisma-salman yang dekat sama saya sampe sekarang, memanggil saya secara lisan dengan sebutan 'ier' atau 'teh ier' ini, seperti menyebut 'ier' pada 'premier'.
Khas banget lah.. mereka sampe gak pernah manggil saya 'irma' =)
Setelah menikah, dibuatlah alamat email 'wizhier@bdg.centrin.net.id' sebagai alamat berdua. Karena suamiku sering menyebut dirinya 'wizh' di akhir tulisannya.
Menikah dengan ier, ya jadi wizhier. Lantas dengan alamat itu, ikutan belasan milis.
Sempat sampe bikin bingung teman-teman di milis muslim 3 Bandung
(saya dan suami sama2 dari SMA 3)
Berikut kutipan kebingungan mereka..
-------------------------------------------------------------
Muhammad Ghazali wrote:
>
Eh maaf, jadi Wizhier itu ceweq ya?
>
Wuahhh, kirain cowoq.
>
Joy Rizki PD wrote:
>
>
> Kang
> Wizhier itu cowoq sekaligus ceweq
> alias Kang Wiska ama Ierma
> biasa ... suami istri pake email berdua
> deuuuh .... :p
>
> gitu kan ?
>
>
wizhier wrote:
>
ya gitu deh..hehe..
>
Muhammad Ghazali wrote:
>Ooo kitu?
>
>gmail udah tutup untuk pendaftaran baru atau gimana? :D :D :D
-------------------------------------------------------------------
Padahal saya udah nulis -ier- di bawah tulisan saya, dan suami juga udah nulis -wizh- di bawah tulisannya. Tetep aja bikin penghuni milis ribut ribut. Maap.
Padahal lagi.. tulisan saya beda banget kualitasnya sama tulisan suami. Tulisan suamiku bagus-bagus. Kritis, cerdas, tajam, terpercaya. Sementara saya mah ngan ngacaprak wungkul.
Yah, yang penting wizh sama ier aja ah.. jangan sama yang lain, apalagi ditambah (!)
Begitu kan kang mas wizh? =P
***
Saya sempat pengen muntah saat ada cowo' yang suka pdkt gitu bilang 'ma' dengan aagimnya -aga' aga' gimana- gitu jadi kesannya kayak manggil 'mama'. Berjuta yaqqq..s!!
Namun akhirnya nama 'ier' ini mengorbit di masa SMA, dan menjadi superbrand di masa kuliah.
Cukup dikenal karena tulisan-tulisan saya di bukom, majalah kelas, majalah DKM, majalah sekolah, ataupun mading selalu diakhiri dengan: (ier) Begitu pula tulisan saya di bukom di karisma-salman, atau buletin mingguannya. Malah ada emoticonnya..smiley.. =) ier!!!.. dengan tanda seru tiga buah. Kurang lebih begitu. Garing ya.
Jadinya saya bisa membedakan mana teman lama (masa SMA dan kuliah) dan mana teman baru (pasca kuliah), dari cara dia menyapa saya, terutama via tulisan -sms/mail/ym-
Kalo dia bilang 'halo ier' atau 'teh ier, apa kabar'.. haa.. pastilah dia si teman lama yang pernah sekelas atau seorganisasi.
Yang unik, temen-temen grup F farobi-karisma-salman yang dekat sama saya sampe sekarang, memanggil saya secara lisan dengan sebutan 'ier' atau 'teh ier' ini, seperti menyebut 'ier' pada 'premier'.
Khas banget lah.. mereka sampe gak pernah manggil saya 'irma' =)
Setelah menikah, dibuatlah alamat email 'wizhier@bdg.centrin.net.id' sebagai alamat berdua. Karena suamiku sering menyebut dirinya 'wizh' di akhir tulisannya.
Menikah dengan ier, ya jadi wizhier. Lantas dengan alamat itu, ikutan belasan milis.
Sempat sampe bikin bingung teman-teman di milis muslim 3 Bandung
(saya dan suami sama2 dari SMA 3)
Berikut kutipan kebingungan mereka..
-------------------------------------------------------------
Muhammad Ghazali wrote:
>
Eh maaf, jadi Wizhier itu ceweq ya?
>
Wuahhh, kirain cowoq.
>
Joy Rizki PD wrote:
>
>
> Kang
> Wizhier itu cowoq sekaligus ceweq
> alias Kang Wiska ama Ierma
> biasa ... suami istri pake email berdua
> deuuuh .... :p
>
> gitu kan ?
>
>
wizhier wrote:
>
ya gitu deh..hehe..
>
Muhammad Ghazali wrote:
>Ooo kitu?
>
>gmail udah tutup untuk pendaftaran baru atau gimana? :D :D :D
-------------------------------------------------------------------
Padahal saya udah nulis -ier- di bawah tulisan saya, dan suami juga udah nulis -wizh- di bawah tulisannya. Tetep aja bikin penghuni milis ribut ribut. Maap.
Padahal lagi.. tulisan saya beda banget kualitasnya sama tulisan suami. Tulisan suamiku bagus-bagus. Kritis, cerdas, tajam, terpercaya. Sementara saya mah ngan ngacaprak wungkul.
Yah, yang penting wizh sama ier aja ah.. jangan sama yang lain, apalagi ditambah (!)
Begitu kan kang mas wizh? =P
***
Jumat, 03 Oktober 2008
sunatan arif
Hari ke3 lebaran nih...
segala macem males...
jadi pengen nulis aja. Daripada tidur2an gak ada guna. Mending nyalurin hobi.
Lebaran ini gak ada yang spektakuler, jadinya mau nulis tentang lebaran juga garing.
Sekarang saya mau nulis pengalaman nyunatin Arif aja lah, tiga bulan yang lalu.
=buat Arif, umi nulis buat dibaca Arif nanti ya kalo udah gede, biar kenangannya gak ilang= pas umi nulis ini foto2 sunatannya masih di kameranya uwa Dandi, lupa aja belum diambil=
***
Gak ada rencana yang panjang untuk nyunatin Arif.
Hanya saja bagi saya masih terasa sebagai utang, kalo punya anak laki-laki belum disunat.
Seperti halnya teman saya yang sekarang udah punya anak laki-laki kelas 4 SD tapi anaknya tu belum mau juga disunat. Tampak sebagai beban pikiran yang berat buat ibunya. Si anak malah bilang "Pokoknya tidak akan pernah!!!"
Nah lho.. kalo sampe Arif bilang kayak gitu gimana.
Jadinya pas Arif masuk TK B, sama saya udah sering diomongin. Terutama pas acara mandi.
"Arif ntar disunat ya"
"Disunat itu digimanain?"
"Dibersihin ininya nih", jelas saya sambil menunjuk bagian'nya'."Jadi ntar air pipisnya gak ngumpul di sini, jadi suci, bersih"
Arif: no comment.
Semester terakhir di TK B:
"Arif pas mau masuk SD ya, disunatnya"
"Dibersihin ininya ya Mi.. dikupas ya", tanyanya memastikan.
"Iya" (kurang lebih ya begitu...whatever lah, dikupas? diiris? dipotong? pokonya disunat!)
Menjelang lulus TK:
"Jadi Rif disunat? Ntar bulan Juli ya!"
"Iya"
"Sakit lho.. kuat gitu?"
"Sakitnya gimana?"
"Pas disuntiknya, cuss...cuss... dua kali, udah gitu nggak sakit lagi. Itu namanya dibius"
"Di belah mana disuntiknya?", dia bertanya lebih detil sambil mengamati'nya'.
Biasa.. pas acara mandi...
Walah, di belah mana ya? Konsultasiku sama dr.Winni, temenku FKU'96, baru sepotong tadi. Gak detil.. disuntiknya sebelah mana. Yang jelas bukan di pipi.
Kata Winni, ke anaknya mesti dibilangin kalo disunat itu emang sakit. Terutama pas disuntik biusnya.
"Mm.. ntar umi tanya dulu sama dokternya ya", jawabku takut salah.
Berulang-ulang saya bilang sama Arif...
"Disunat itu sakit ya Rif...."
"Pas disuntiknya itu yang sakit Rif.."
"Ntar sakit ya Rif ya..."
Si Arif kesel,"Iyaaa... iyaaa.. umi kok bilang-bilang gitu terus sih!!"
***
"Arif mau disunat sama Tante Winni atau Om Windo?", tanyaku, minta dia memilih operator.
2W itu adalah sahabat2ku yang berprofesi dokter. Tukang nyunatin.
"Om Windo aja", kata Arif.
"Mm.. Tante Winni aja ya?", kataku. =Eeh.. si umi teh. Cenah disuruh milih.=
Soalnya secara 'kekerabatan', Winni sama keluargaku udah deket banget. Soulmate sejak SMA. Jadi kan mudah buat diterima sama keluarga. Lebih enak juga komunikasinya, karena selama ini Winni udah banyak ngasih pengarahan gimana nyiapin anak biar mau disunat.
Tipsnya antara lain: bilangin ke anaknya, kalo disunat itu sakit. Biar ntar pas prosesi si anak gak ngerasa diboongin. Kalo ngerasa diboongin biasanya anak tersinggung (ya iyalah), dan marah2. Tentu saja itu akan mengganggu acara operasi.
Orang tua mesti siap mental. Terutama bapaknya. Karena Winni pengalaman operasi puluhan anak, biasanya yang pingsan adalah bapaknya (terbukti tiga kali kejadian).
Orang tua mesti tenang. Kalo lihat anak nangis atau menjerit2 ketika operasi, itu biasanya karena manja dan ketakutan aja. Bukan berarti sakit yang amat sangat. Karena dokter sudah memastikan bahwa anestesi bekerja optimal. Ada ibu yang malah nabokin anaknya karena kesel lihat anaknya jerit-jerit terus pas lagi disunat.
Arif akhirnya nurut2 aja. Iya sama Tante Winni. Karena Arif juga udah kenal baik sama tante dokter yang satu ini.
Ibu bapak sempat nyaranin, kenapa gak ke dr.Seno aja.. atau ke tempat khitan yang di soekarno hatta.. yang udah terkenal itu.
Hm... kupikir sih, kalo punya temen dokter tukang nyunatin, kenapa gak 'dimanfaatkan'. Selain ngerasa uang yang kita keluarkan 'gak kemana-mana' tapi ke temen sendiri, juga prosesi khitan bisa dilakukan di rumah.
Simple.
Kata Winni, modal dokter nyunatin itu di bawah 50ribu per anak (diluar obat2an).
Dikabarkan juga kalo di klinik khitan profesional itu sampe ada kelas-kelasnya dari mulai 300ribu sampe kelas VIP 750ribu per anak. Saya juga bertanya-tanya, bedanya apa? Kan gak pake rawat inap? Beda ketajaman pisau? atau beda kualitas anestesi? haha.
Wah, gak rela saya kalo harus ngeluarin banyak duit tapi jatohnya ke dokter lain. Mending ke temen sendiri lah. Insyaa Allah profesional kok. Gak mentang-mentang ke temen lantas saya bayar murah.
Setelah saya dan suami sepakat, juga arif setuju, dimulailah sosialisasi ke keluarga.
Mendengar saya mau nyunatin Arif, kakakku jadi pengen nyunatin anaknya juga, Dzulfikar, yang usianya sebaya Arif.
"Sama Winni disunatnya? Boleh lah, Fikar ikutan!", kata kakakku yang memang sudah kenal baik sama dr.Winni.
Nenek sepakat, aki sepakat, eyang wayah juga sepakat .. prosesi akan dilakukan di rumah nenek.
"Fauzan mau?", saya jadi nawarin juga ke kakakku yang satu lagi, yang putranya belum disunat.
"Uzan mah ntar aja, belom mau", kata Aa.
Fauzan masih TK B.
Tanggal khitanan sempat berubah-ubah karena penyesuaian segala macam acara. Sekaligus mempertimbangkan kapan hari pertama Arif dan Fikar masuk SD.
Masuk SD tanggal 14 Juli, ... ya udah, disunatnya sabtu, tanggal 5 Juli.
Tanya Winni ok, dan asistennya, dr.Yane, ok juga. Dua2nya sahabat2 baikku.
Akhirnya persiapan jadi dobel. Nenek pesen tumpeng dll semuanya dobel, karena nyunatin dua cucu. Saya ambil obat2an dari apotek juga dobel.
Yang perlu disiapkan untuk masing-masing anak adalah:
obat oral: amox forte syr 1 fls dicampur 3 butir ctm 4mg, ibuprofen syr 1fls.
obat topikal: betadin 5ml, bioplacenton 1 tube, rivanol 2fls.
alkes: kassa steril 3 kotak isi 10ply, plester gulung, sabuk khitan 1pcs harga 5rb, celana khitan minimal punya 2 (bisa dibeli di toko khusus perlengkapan khitan di kosambi/ pasar baru, harga Rp.10ribu/pcs).
Lain-lain: sarung, baju koko, peci, tumpeng lengkap, roti buaya, dan jangan lupa.. kencleng tempat amplop panyecep.
Selain itu, anak juga butuh iming-iming, hadiah..biar semangat menjalani operasi.
Saya tanya arif mau dibeliin mainan apa..
dia minta papan catur!-- Anak yang aneh.
Ya udah, ini sih minta sama om ipin aja..
Akhirnya si om beliin arif papan catur beserta buku panduannya, yang tidak saya perkenankan untuk disentuh arif sebelum prosesi khitan selesai. Padahal sejak pertama lihat masih ada di tangan omnya, arif udah kebelet pengen main catur.
Hari H pun tiba. Sabtu, 5 Juli 2008.
Jam 6 pagi Winni dan Yane sudah stand by di rumah orangtuaku dengan pakaian serba putih dan dua buah tas berisi peralatan khitan.
Arif dan Fikar sudah selesai mandi, berpakaian, makan, serta minum analgetik dan antibiotiknya. Keduanya siap tempur.
Giliran saya dan mamanya Fikar yang saling curhat, sama-sama tegang.
Fauzan udah diungsikan ke ciamis, ke rumah neneknya yang di sana. Biar dia gak 'denger apa-apa' tentang pertempuran berdarah ini.
"Fikar heula nya?", pinta kakakku. Maklum Fikar ni rada ngenges dibanding Arif.
Fikar akhirnya masuk kamar operasi duluan. Kamar di belakang yang sama nenek dirapikan untuk jadi kamar tempat 'pemotongan'.
Sementara Arif dan Sofi sama aki dibawa ke mesjid. Diasingkan dulu.
Pintu kamar operasi ditutup.. dan beberapa detik kemudian...
"Huaaaaaaaaaaaaaaaaaa.....", terdengar juga jeritan itu dari kamar operasi.
Saya langsung merinding... mencoba menenangkan hati.
Suamiku ngobrol sama suaminya dr.Yane- pura2 gak denger.
Nenek babacaaan.
Keponakanku yang lain yang udah pada disunat beberapa tahun lalu, Fahri & Naufal, cuma cengengesan, sambil main PS.
Teh Belli n A Dandi ikut di kamar operasi.
"Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa... sakiiiiiiiiiiiiiit.... sakiiiiiiiiit... udaaaaaaaaaaaaaaaaah!"
Fikar menjerit tanpa mereda selama sekitar 30 menit.
Saya udah ampir nangis... gimana ntar Arif ya? Hiks..hiks...
Akhirnya Fikar selesai. Tangisnya mereda, kemudian digotong ke kamar lain.
"Oke... next?" kata Winni.
Saya hubungi hp bapak. "Aki... giliran Arif Ki.."
"Oke..", jawab Bapak.
Tak lama kemudian Arif masuk rumah, dengan langkah mantap dan berseri-seri.
Heuheuheueu... selamat berjuang anakku!
Tanpa diminta Arif masuk kamar operasi, dan berbaring pasrah setelah membuka sendiri celananya.
"Bismillaah.. ayo Arif berdo'a dulu", kata dr.Winni.
"Bismillaahirrohmaanirrohiiim", ucap Arif tenang.
Diikuti saya sambil mengusap kepalanya dan memegangi tangannya, berlutut di lantai.
Mas 'Ka memegangi bagian kaki Arif, naik ke tempat tidur.
Dr. Winni di sebelah saya (kanan arif), dan dr. Yane di seberangnya (kiri arif).
"Sakit nih ya Riif..", kata dr.Winni sambil menyuntikkan anestesi dua kali. Tepat di bagian yang akan dikuliti.
Arif tampak sangat kesakitan. Tapi alhamduliLlah dia siap.
"Kalo sakit sebut 'Allah' aja ya Rif", Winni memberi komando lagi.
Kerongkongan saya udah tercekat, dingin sekujur tubuh.. gak bisa ngomong apa-apa lagi.
Arif tampak menguatkan diri.
"Allah... Allah... "katanya sambil nahan sakit. Bikin mata saya berkaca-kaca.
"Ya Allah.. tolong Arif ya Allah...", do'aku juga.
Cauter sudah membara, berupa gelang berbatang, tampak mantap untuk menguliti..mengupas.. memotong... huaaaa... aku gak berani lihat. Melirik pun tidak.
Arif mengeluh sakit..tapi nggak nangis.
Dokter mengecek.. tampaknya emang anestesi perlu ditambah.
Suntik lagi...
"Allah... Allah...", gumam Arif lagi.
"Ni Arif gampang berdarah ya Ier?", komentar Winni.
Soalnya sekali disuntik.. darah langsung keluar.
Tampaknya hal itu menyulitkan operator, dan menggelisahkan saya..
Qulhu.. Falaq bin Naas. Udah tamat dibaca Arif..
15 menit berlalu... Arif masih menahan sakit, juga menahan tangis.
"Sakit Rif?", tanya saya.
Arif mengangguk dan mulai berkaca-kaca.
"Arif mau nangis.. gak apa-apa.. nangis aja", kataku.
Diberi aba-aba gitu, Arif kayak dipijit tombol 'play' dan ....
"huaaaaaaaaaaaaa...." volume POLLL..!!!
Air matanya mengalir deras. Tapi justru dia nangis pas prosesi sudah hampir selesai.
Jadi judulnya cuma numpahin kakesel.
"Udaaaah... alhamduliLlaah.. Arif hebat ya," puji Winni dan Yane.
Arif langsung berhenti nangisnya dan....
"Mi, mana caturnya?"
Dengan bahagia dan lega, saya berikan papan catur itu.
Anda bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya?
Arif langsung duduk di tempat tidur operasi itu, dan main catur sama papanya!
Keluargaku jadi pada ketawa-ketawa lihat pemandangan aneh itu.
Main catur di TKP, tanpa sarung, tanpa celana dengan kaki ngangkang. gundal gandul.hahaha...
Waduh, bener nih fotonya mesti diupload!
***
Selanjutnya proses pengeringan dan penyembuhan, memakan waktu total 2 minggu.
Tanggal 14 Juli Arif sudah bisa sekolah, masuk SD.
Tapi jalannya masih 'egang', masih pake celana khitan, dan udah bisa pake celana panjang biasa.
Ditambahi pengumuman ke teman-teman barunya..
"Hati-hati! Arif baru disunat! Dilarang nyenggol bagian depan!"
Perawatan pasca operasi hanya dibersihkan pake rivanol dan dibalut kasa steril. Gak pake apa2 lagi selain cebok pake air dettol (huuh... lagi2 gw inget si puding antiseptik).
Masalah pembersihan dan pembalutan, Arif hanya percaya sama saya.
Sama umi.. sama umi... sama umi...
No papah, no nenek, no eyang. Yang boleh menyentuh hanya umi!
Seminggu setelah prosesi itu Fauzan datang dari ciamis.
Arif sambut kedatangan sepupu tercintanya,
"Uzan... Arif udah disunat!!" kata Arif dengan bangganya.
Dan tentu saja.. nantang Fauzan main catur.
Fauzan pun terpaksa main catur sampe nangis, karena gak suka.
Huuu...Sok iyeh pisan kamu teh Riiif...!!
*****
Langganan:
Postingan (Atom)