Sabtu, 25 Oktober 2008

My son 'upin' & My daughter 'ipin'

Bismillaah.. siap menulis.
Di rumah, dengan anak-anakku.
Siap gonta-ganti dunia.
Maya - nyata -maya -nyata..
Karena 'upin dan ipin' ku tak bisa tinggal diam, melihat ummi tinggal di dunia maya.
Apalagi kalo ngeliat si ummi nge-y!m =P

Pengennya gangguiiiiin aja...
----------------------------

Gara-gara dapet copyan film 'upin&ipin' dari si om, anak-anakku jadi keranjingan nonton film anak malaysia itu tiap hari. Diulang-ulang terus, sejak bulan puasa sampai sekarang.
Malah mereka manggil saya 'Kak Ros', kakaknya Upin&Ipin di film itu, yang cerewet abis.
Sepertinya sih, di mata mereka, gaya saya emang kayak 'Kak Ros' itu.

Setiap Ibu pasti gak akan bosan cerita tentang anak-anaknya, begitu pula cerita saya tentang 'my upin & my ipin' ini. Arif dan Sofi ku.

Arif: "Sayeu Upin, dan ini adik sayeu Ipin"
Sofi: "Hai"
Arif: "Ini kisah kami berdueu"
Sofi: "Betcul.. betcul.. betcul..."
Berulang dalam sehari mereka perankan 'upin&ipin'nya, sambil bergandengan.
--------

Arif si anak serius, dan Sofi si anak periang.
Persis seperti dua jagoannya Lita.
Terakhir saya ngobrol sama Lita, saya sempat terheran-heran, kok tipikal Akmal sama dengan Arif, sementara tipikal Hanif sama dengan Sofi.
Ada apa gerangan dengan anak pertama dan anak kedua??
Apakah posisi menentukan prestasi??=D

Lita menyimpulkan tentang pengaruh nama pada karakter anak.
Sementara saya menyimpulkan tentang bawaan orok.
Iya .. bawaan saya ketika arif dan sofi ada di rahim ini.

-------------------------

"Fafa nyamper Sofi main, tapi Sofi sekolah", kata Sofi
"Bukan 'tapi' ... 'padahal'!!.. ", sangkal Arif, "Fafa nyamper Sofi main,.. 'PADAHAL'..Sofi sekolah"
Sofi bengong. Barangkali dia ngedumel dalam hati -aku kan cuma cerita mas, bukan mau belajar bahasa indonesia!-

Aki dan Nenek sering dibuat terpingkal-pingkal kalo si Arif udah keluar gaya 'dosen'nya.
Kalo dia bertanya sesuatu, dan dijawab sama Nenek, maka yang keluar dari mulutnya adalah:
"Yak.. Nenek betul!!"
Jadi bukan nanya, tapi ngetes.

Di tangan Arif, Sofi mudah belajar sesuatu. Misalnya saja permainan Bobby Bola atau Bob The Builder, cd interaktif itu.
Sementara saya suka underestimate sama sofi.
"Sofi belajar yang ini aja dulu, jangan dulu yang susah", kata saya (lebih dominan ke males ngajarin).

Tak lama kemudian, setelah main berdua sama Arif:
"Mi Sofi udah bisa.. diajarin sama Mas Arif !!"
Sofi sumringah karena sudah mengerti sesuatu yang tadi saya bilang susah.

Tapi tak jarang Sofi nangis, Arif nangis juga.
"Kenapa sih?", tanya saya.
"Itu... Mas Arifnyaaa... waaaaaaaaaaaaaaaa", kata Sofi.
"Soalnya Sofi gak ngerti-ngerti !!... waaaaaaaaaaaaaaa", teriak Arif.
"Sofi gak mau diajarin !!", balas Sofi "waaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..."
Keduanya stress, gara-gara 'dosen' Arif memaksakan mata kuliahnya pada 'mahasiswi' Sofi.
Sementara si mahasiswi sedang gak konsen berhubung lagi pengen main boneka, bukannya belajar.
"Riiif... kalo ngajar kan harus sabar?"
"Sofi juga, jangan nangis, bilang aja ke Mas Arif kalo Sofi lagi gak mau belajar"
Kata saya, mencoba menengahi.
Dua-duanya diem. Padiem-diem. Tak lama kemudian udah main bareng lagi.

Arif yang waktu TK bercita-cita jadi guru TK ini, memang pandai.
Bisa lancar membaca di usianya yang ke-3. Saya cuma nyoba membuat dia hafal melihat huruf yang membentuk sebuah kata. Sehari satu kata. Kalo belum hafal ya belum ditambah.
Plus CD interaktif 'azmi' yang ada belajar hurufnya, dan buku anak-anak yang murah.
Dengan metode sederhana yang saya sendiri cuma main-main itu ternyata bisa dengan mudah ditangkap oleh si upin ini.

Berikutnya kelihatan potensi dia di bidang sains dan teknologi. Mainannya adalah komputer, sementara rekreasinya adalah dengan memecahkan soal penjumlahan. Mudah-mudahan nanti dia lebih pintar dari tantenya. Aamiin.

Potensinya untuk jadi 'profesor' lumayan gede.
Antara lain, dia suka nyari-nyari tas yang udah menclok di punggungnya.
Atau .. kalo diajarin naik sepeda roda dua, dia sibuk membicarakan teori naik sepeda daripada mengayuh pedal. Walhasil sampe sekarang dia belum bisa roda dua.

Atau pernah juga..
"Mi, Arif mau tidur"
"Sok aja"
Lantas dia tiduran di samping saya sambil tanya,"Kok umi gak nyuruh Arif gosok gigi dulu?"
"Ya.. sok, gosok gigi dulu"
Dia bangkit dari tempat tidur,"Gosok gigi itu gini Mi, caranya.."
Tanpa sikat dia menggerakkan tangannya seperti menggosok gigi, ke atas ke bawah, kiri kanan," terus dia tidur lagi.
"Eh, katanya mau gosok gigi?," kata saya
"Eh iya.."
Terus dia ke kamar mandi, bawa odol dan sikat gigi, terus ke kamar lagi.
"Riiif... kan gosok giginya di kamar mandi !!"
"Eh iya..", Arif balik lagi keluar kamar.
... "Opi...lihat deh ini..", Arif nunjukkin sebuah gambar yang dia temukan di ruang tengah.
Terus ngobrol sama Sofi.
....
"Riiif...katanya mau gosok gigi?" seru saya dari kamar.
"Eh iya... mm... odolnya tadi mana ya Mi?"
Umi: !@#$%^&*(!!!

Sekarang dia bercita-cita jadi polisi.
Maklumlah, terkagum-kagum sama polisi ini gara-gara kalo ada polisi, perjalanan ke sekolahnya jadi lancar.

Maunya sih jadi polisi. Tapi Arif ini anaknya sensi-an. Mudah berkaca-kaca dan menumpahkan marah atau tangis. Kadang bikin saya gak sabar. Punya anak laki-laki kan mestinya tegar. Tapi ya mungkin belum waktunya. Paling sekarang saya suka bilang berulang sama dia, kalo dia harus ngeduluin bicara daripada marah atau nangis. Karena kadang masalahnya cuma muncul dari prasangka dia sendiri. Belum dibicarakan udah nyangka yang enggak-enggak.

-------------

Sementara Sofi, si 'ipin' yang bernama lengkap: Shofiyyah Mutiara Tsabita, adalah anak yang easy going.
Jarang nangis, mudah tertawa. Selalu riang gembira dengan menampakkan lesung pipit di kedua belah pipinya yang tembem. Bikin gemes.
Selalu mau mengalah, dan bisa berlaku sesuai dengan yang diinginkan teman sepermainannya.
Hampir semua anak cocok main sama Sofi. Kecuali kalo sama om om.
Di depan teman laki-laki saya, dia suka jaim. Jangankan sama om om. Sama papanya aja suka sok gak butuh. Lengket kalo ada maunya aja (kayak si umi..haha).
Urusan belajar, ke Sofi mah mesti ekstra sabar. Dia susah inget, gampang lupa.
It's ok. Dia tampak punya potensi di bidang sosial. Tau banget gimana cara menghadapi orang dan mengelola emosi.
Sedikit saja cerita saya tentang Neng Opi cantikku cintaku sayangku kasihku ini,
karena dia hampir gak pernah bikin masalah yang berarti.
Damai tentram.

-------------------------

Flashback.. tampak ada kesamaan karakter antara mereka dengan saya.
Saya tahun 2001-2002, adalah berbeda dengan saya 2004. Makanya anak yang dilahirkan pun jadi beda.
Saya pada awal menikah, ternyata melahirkan anak tipe arif.
Hamil Arif, saya ngutek di depan komputer ngerjain TA, bimbingan, sidang, sampai wisuda. Mungkin ikut dengar juga gimana Bu Lia memperbaiki cara penulisan dan kosakata yang benar dari tugas akhir saya... (hehe.. ya Bu?). Jadi.. ya gitu itu.. anaknya jadi begitu =P
Saat itu juga saya cengeng banget. Beruntung saya punya suami yang ekstra sabar.
Nyemangatin saya terus buat nyelesaiin TA, sampai selesai.

Sementara saya hamil Sofi tahun 2004, adalah saya yang sudah lulus apoteker.
Jadi ibu rumah tangga sejati sambil sesekali keluar ngurus surat izin apotek.
Nyantei abisss...
Lebih mandiri juga karena udah pisah rumah dari orang tua dan mertua.
Lebih jarang menangis. Lebih bisa ngendaliin emosi.
Makanya lahirlah Sofi dengan tipe periang dan tegar.

However, setiap anak punya potensi yang berbeda, yang tentunya jangan terlewatkan oleh orang tua, untuk terus menerus diasah.
Arif yang ngsains dan berpotensi hi-tech, tidak ragu saya dan suami memasukkannya ke SD yang pengajaran sainsnya baik, plus perhatian penuh dari gurunya terhadap potensi masing-masing anak. Tentu bukan sekolah alam. Di sekolah alam si Arif kayaknya malah bisa stress.

Sofi sekarang sekolah di TK yang sama dengan Arif dulu. SDnya.. belum kebayang. Mungkin tahun depan saya baru mulai mikir-mikir.
Eh, tapi jangan kelamaan mikir lho Pak, Bu...
Ke SD-SD 'favorit', booking tempat ternyata sudah dilakukan DUA TAHUN (!!) sebelum anak masuk SD tersebut. Ini pengalaman saya pas mau masukin Arif ke SD 'pilihan pertama', enam bulan sebelum dia keluar TK, dan kuota sudah habis di SD tersebut.
Ternyata ya gitu, para orang tua sudah daftar jauh-jauh hari biar dapet tempat. Fuihh...

-----------

Arif dan Sofi ku ini selalu saling merindukan karena mereka bisa saling melengkapi.Tapi kalo ketemu, ya gitu deh. Gak jauh dari bertengkar. Rukun lagi. Bertengkar lagi.
Sing sabar we Mi...

-------------
Mmm.. btw,
Kira-kira nih.. kalo nambah lagi tahun depan.. tipe anak seperti apa yang akan saya lahirkan ya?

****

2 komentar:

joenia mengatakan...

Duhh..saya teh belum ketemu sama neng Sofi:D, jadi penge ketemu baca cerita kamu Ier:D

Arrumy mengatakan...

..jd pengen cepet punya momongan nih teh..lucu n rame..