Sabtu, 18 April 2009

warnailah sesukamu, nak!

***
Rabu kemarin saya antar Sofi ke taman lalu lintas, untuk mengikuti acara Festival Raudhatul Athfal sekodya Bandung. Sofi mewakili kelas A RA At Taqwa pada lomba mewarnai. Kata Bu Gurunya sih, Sofi paling rapi di kelasnya kalo mewarnai.
Hm.. hebat ya? Siapa coba umminya?



Allah, Allah, rasa syukur ini begitu besarnya. Jangankan melihat Sofi punya kelebihan.. melihat dia bisa tersenyum saja, saya bahagia!

Taman lalu lintas saat itu jadi arena yang amat sangat padat. Ratusan kepala manusia, anak beserta ibu dan gurunya, memadati taman di tengah kota itu. Puluhan pedagang ikut pula meramaikan suasana di luar arena. Macet luar biasa di jalan belitung - sumatera. Di antara kepala-kepala itu, ada kepala Dada Rosada tentu saja. Karena beliaulah yang membuka acara ini dengan resmi.

Ricuh bin Riweuh.

Banyak anak-anak yang merengek minta dibelikan mainan, dan kayaknya banyak juga orang tua yang mencoba berbohong untuk menghibur hati anaknya.
"Iya nanti dibeliin", padahal nunggu anak lupa.

Sofi rewel gak?
Ah, kalo Sofi sih udah biasa gak dibeliin apa-apa. Jadi ya dia juga gak minta.
(kasian amat anak itu ya.. siapa sih bapaknya? )

Saya dan Sofi gak ikut rombongan sekolah. Saya nyetir mobil sendiri saja, antar Arif dulu ke sekolahnya. Ceritanya biar bisa bebas mau pulang jam berapa.
Sesampai di sana saya langsung cari-cari rombongan RA At Taqwa. Tapi di antara sekian banyak orang itu, saya gak nemu satupun yang saya kenal. Nelpon gurunya Sofi, gak diangkat. Sms pun gak nyampe.

Ya sudah, saya akhirnya cari sendiri panitia dan meminta lembar 'soal' mewarnai buat Sofi. Kebetulan dari sekolah, Sofi sudah dibekali dua karcis masuk dan nomor peserta. Jadi ya tinggal masuk masuk aja.

Sofi cemberut. Awalnya dia gak mau masuk arena karena gak ada satupun orang yang dia kenal. Saya coba gak maksa, karena cukup bisa berempati lah. Males banget memang mesti mewarnai di tempat yang begitu padat manusia, ditambah lagi sinar matahari yang semakin terik. Masih jam sembilan pagi tapi ya kok rasanya panaaas sekali.

Gak maksa sih, tapi coba untuk membujuk. Bahasa halus dari 'AGAK maksa'.
A itu tidak, gak itu tidak. Jadi ya kesimpulannya maksa juga.
Sofi pun mau karena saya menunjukkan tempat di pinggir arena, sehingga Sofi masih bisa dekat dengan saya.
Ibu-ibu memenuhi tempat di pinggir arena itu. Masing-masing ibu tentu saja mengarahkan pandangan pada anak dan hasil karyanya.

Di area lain, ada juga lomba senam, lomba peragaan busana, dan beberapa lomba lainnya. Ibu, anak, guru, dan panitia hilir mudik. Belum lagi kereta mobil yang berputar-putar di jalanan dengan klakson yang dipijit berkali-kali dan teriakan si sopir agar orang-orang menyingkir dari jalanan.
Hehe.. bener-bener dah, crowdednya taman lalu lintas saat itu seakan jadi miniatur kota Bandung. Bedanya sih cuma satu: jalan di taman lalu lintas gak ada yang berlubang. Sementara aslinya kota Bandung, tak ada jalan tanpa lubang di tengahnya.



Matahari semakin meninggi. Sudah 15 menit Sofi mewarnai. Anak-anak lain yang sudah lebih dulu duduk di arena tampak mulai gelisah dan melirik kiri kanan. Konsentrasi mulai buyar. Ibu-ibu pun berlomba meneriaki anaknya biar segera menyelesaikan pekerjaannya. Dan saya sibuk mengamati. Sofi alhamduliLlah, tampak masih semangat.



"Eh, udah dari tadi kok mewarnainya masih segitu?", teriak seorang ibu. Anaknya emang kayaknya udah kesel dan gak konsen banget. Sementara dia baru mewarnai gambar pohonnya saja. Si anak segera kembali mewarnai, tapi tak lama kemudian dia udah clingak clinguk lagi.

tik tuk tik tuk...

Waktu terus berjalan, dan kini masuk ke tahapan finishing.
Ibu-ibu masih ribut juga.

"Loh.. kok atap warnanya biru? Coklat atuh!!", teriak seorang ibu pada anaknya.
"mm.. tapi atap rumah sekarang emang ada juga yang biru ya?", masih kata si ibu itu lagi sambil melayangkan pandangan ke seorang ibu di sebelah kirinya.

Tidak hanya satu ibu yang berkomentar senada, tapi tiga.. mungkin lebih karena tiga itu hanya yang ada di sekitar saya saja. Begitu banyak ibu yang tampak ribut juga di belahan arena yang lain.

"Daun kok ungu?" "Langit kok hijau?", berisik!

Malah ada seorang ibu yang.. 'teu kuaaat!'.
Dia masuk arena, merebut krayon yang sedang dipegang anaknya yang siap ditorehkan di atas kertas, mengambil krayon warna lain, dan menyerahkannya pada si anak.
"Nih.. warnai ini pake yang ini!!", kata si Ibu sambil menunjuk sebuah bidang di kertas soal.

Oh my God! Biasa aja deh Bu!!

Ah, mewarnai itu kan tak sekedar mewarnai. Seandainya saya jadi panitia, barangkali saya akan memberi nilai tertinggi pada gambar dengan warna yang paling aneh.
Daun ungu, bunga hijau, atap kuning, dinding hitam, langit oranye, dan awan merah. Anak yang mewarnai gambarnya seperti itu -sekali lagi, ini pemikiran saya pribadi- pastilah anak yang kreatif, berimajinasi tinggi, percaya diri, dan bukan plagiator.

Tapi jujur, tak urung saya pun hampir meneriakkan hal yang sama dengan ibu-ibu tadi saat Sofi mengakhiri gambarnya dengan menorehkan krayon coklat pada langit!
Bukan.. bukan masalah warnanya, tapi warna coklat itu sama persis dengan coklatnya atap dan coklatnya batang pohon.

Jadi kan...
"Sofi!! Bedain dong warnanya!!!.. fh..fh..."

*Sabar buuuuuuu !!*

Syukurlah.. saya masih bisa nahan diri. Walaupun sedikit kecewa karena sebetulnya dari mulai mewarnai tanah sampai atap, Sofi udah bagus permainan warnanya. Tapi ya kok endingnya mesti begini.. hiks. Sudahlah!



Paduli teuing si langit dan atap coklat itu!
Coklat emang uwennak Fiii...!!
Lanjuuuuuuuuuuuuuuuuuuutt !!!

Saya menghibur diri dalam hati..sambil memperhatikan jemari mungilnya Sofi yang terus mewarnai dengan krayon patah-patahnya. Tiap akan mengambil krayon Sofi pasti melirik saya seakan minta persetujuan. Dan saya.. tentu saja selalu mengangguk.

"Warnailah sesukamu, Nak!"

**

Dan setelah Sofi usai mewarnai, kami pun bersenang-senang naik kereta api dan kereta mobil.

Sofi senang, saya pun senang...
*maklum, saumur-umur memang baru saat itu saya naik kereta api di taman lalu lintas ini*



***

Tidak ada komentar: