Minggu, 15 Maret 2009

opera tiga jaman

***
Sejak baca notenya Lita di fb tentang 'generasi instant', saya tiba-tiba jadi rindu.
Rindu masa lalu waktu saya masih kecil yang bahagiaaaaa rasanya.
Saking rindunya, tadi malem saya sampe netes-netesin air mata (hihi.. segitunya ya).

Kalo ngenang gimana cara mamah bapak ngasuh saya. Kok rasanya ya indah.
Serba alami dan penuh kehangatan. Saya yakin bukan karena saya anak perempuan yang mereka nanti-nantikan lebih dari 5 tahun setelah kelahiran kedua kakak saya. Tapi ya memang itu adalah sayang mereka pada semua anak-anaknya.
Hehe.. walau pernah ada satu kejadian yang saya gak akan pernah lupa, mamah marahin kedua kakak saya karena pas mamah keluar rumah sebentar, dan balik lagi, saya dalam keadaan menangis.
Padahal saya nangis bukan karena digangguin kakak-kakakku itu.. tapi karena ketiduran dan mimpi botol dot saya diambil sama raksasa.
Saat itu saya gak bisa bilang apa-apa sama mamah.
Tentu saja kedua kakakku kesal abis-abisan, karena mereka kena damprat. Hihi. I'm sorry brothers..

Gak akan lepas dari ingatan saya saat mamah membuatkan saya boneka kain setinggi 30 senti, yang wujudnya cukup 'mengerikan'. Rambut awut-awutan pakai benang wol hitam.
Mata hidung dan mulut disulam, baju dibuatkan seadanya.
Walhasil..diberilah dia nama 'si memble'. Rasanya nama itu sangat representatif mengingat keadaannya yang begitu mengenaskan.
Tapi saya suka sama si memble. Dia sering saya perankan sebagai orang yang baik dan setia.
Temen-temennya adalah 'si abu' dan 'si cenil'. Si Abu dibelikan paman, si cenil dibeli dari gramedia.
Dipikir-pikir saya hampir gak pernah beli mainan, kecuali boneka kertas. Ada yang seratus rupiah per lembar, ada juga yang lima puluh rupiah, tergantung besarnya.
Anak perempuan mana pada jaman itu yang gak suka boneka kertas?.
Cantik-cantik dan bisa berganti-ganti baju. Ada gaun malam, ada baju tidur, ada baju pesta, ada juga baju rumah.

Bukannya gak mau, tapi gak kepikiran aja buat beli mainan yang bagus-bagus. Saya selalu berpikir bahwa orang tua saya gak punya banyak uang untuk membeli mainan itu. Jadi saya gak pernah minta. Padahal kalau saya mau, biasanya orang tua saya gak pernah menolak.

Saya sudah cukup puas dengan 'si memble'. Atau seringkali saya dibuatkan boneka kain kecil-kecil yang mamah buat dengan rangka lidi seperti akan membuat layangan, tapi ukurannya kecil, hanya 5 cm tingginya, dan 3 cm untuk rangka lengan. Dibungkus dengan kain putih dengan terlebih dahulu menjejalkan kapas dan mengikat lehernya dengan benang agar terbentuk kepala. Dibuatkan sampe belasan buah, sehingga saya bisa memerankannya sebagai sebuah keluarga atau sebuah gank pertemanan.
Bajunya hanya kain bekas yang dipotong persegi panjang sekitar 3x4cm dan diberi lubang untuk bagian kepala.
Maklum dulu mamah rajin menerima jahitan untuk nambah-nambah penghasilan. Jadi kain bekasnya banyak, rupa-rupa motif dan warnanya.

Saya main gak pernah sendirian. Ditemani... mm.. Teh Dini, Yulia, Teh Nia, Oci, Mbak Wiwit, dan Mbak Titi. Mereka anak-anak tetangga yang usianya lebih tua dari saya, sehingga saya selalu dipanggil mereka "De' Ir". Sampai sekarang.

Selain main boneka, macem-macem permainan kami ini.
Kasti, voli, ucing dua lima, boy-boyan, galah jidar, hulahup, main karet (lompat karet yang dijalin itu lho), ular naga, dan ada juga permainan fisik lain yang saya lupa namanya. Itu.. main rebutan anak (kelanjutan dari main ular naga), dimana ibunya melingkarkan tangan tiang listrik sambil jongkok, anaknya melingkarkan tangan ke pinggang ibunya, anak kedua melingkarkan tangan ke anak pertama.. begitu sampe anak terakhir ditarik sama yang jadi penjahat. Lepas berarti anaknya terebut.

Kalo udah menghabiskan semua permainan itu rasanya capeeee banget. Capenya ya cape seluruh tubuh, juga cape ketawa. Saking serunya seringkali kami ketawa sampe sakit perut.

Permainan ketangkasan tentu saja dimodali sebuah bola bekel beserta kewuk-kewuknya, plus congklak. Jari-jemari ini pun terlatih untuk melempar menangkap dan 'ngarawu'. Paling sebel kalo bola yang pandai memantul ini melompat-lompat dan menggelinding entah ke mana.

Ada juga permainan kecerdasan, seperti gagarudaan, main kartu, kwartet, halma, ular tangga, monopoli, atau tebak tebakan lagu dengan memukul-mukul tiang listrik. Sering juga jalan-jalan ke sawah dan makan siang di saung tengah sawah (sawah itu sekarang sebagian besar udah jadi perumahan). Nangkep impun di selokan,sekaligus nangkep tutut di lumpur tak lupa pula saya lakoni.

Beternak ayam!!! Itupun sangat mengesankan. Ayam itu saya beri nama.. Yayam, Yoyom, dan si Jago. Ketiga ayam itu saya embat dari rumah nenek di Pangalengan. Nenekku punya ratusan ayam di sana dan tentu saja tak keberatan saya minta tiga ekor.

Sangat sedih menemukan kenyataan bahwa Yayam dan Yoyom hanya bisa bertelur, tapi telurnya tak kunjung menetas.
Betapa ingin saya memiliki anak ayam.
Yeah.. akhirnya anak ayam itu saya embat juga dari pangalengan. Dua anak ayam mungil yang lucu-lucu. Lupa saya.. namanya siapa.

Tahukah kalian tabiat anak ayam?
Bila dia kehilangan induknya.. maka siapapun yang memeliharanya akan dia anggap sebagai induk.
So... bolehlah kalian ngakak membayangkan saya ke mana-mana di rumah, diikuti kedua anak ayam itu.
Saya senang bukan kepalang. Ada makhluk yang tampak begitu bergantung pada saya.

Tetapi hari naas itu pun akhirnya tiba. Saat itu rasanya langit runtuh, dunia kiamat, dan saya begitu bersedih.
Ketika saya bangun pagi, mamah kasih tau saya bahwa kedua anak ayam itu mati dimakan tikus semalam.
Saya nangis meraung-raung, lama, dan menyayat hati.
Seingat saya dulu itu saya sudah SD. Mungkin kelas 3. Karena saya ingat kakakku sudah SMA.
Kakakku tampak begitu terenyuh melihat adik manisnya ini menangis.
Surprise!! Pulang sekolah dia membelikan saya 4 ekor anak ayam. Ayam kate' yang lucu-lucu.
Huhuhu.. I love you, brother! Seumur hidup saya akan mengenang pemberianmu itu.

Ah.. syukurlah.. dengan fesbuk saya ketemu tiap hari dengan kakakku itu. Masih gak berubah .. masih jadi tukang ngeledekin saya. Istilah sundanya: ngeleg.

Kembali ke ayam..semua ayam yang pernah saya miliki itu akhirnya saya kembalikan lagi ke kampung halaman. Pangalengan. Termasuk kate-kate itu. Biarlah mereka menghirup udara segar di sana, sementara saya mulai sibuk sekolah.
Kenapa gak disembelih n dimakan aja??
Duh.. gak tega atuh euy. Menyembelihnya sama saja bagi saya seperti menyembelih teman sendiri.

***

Bapak.
Bapak buat saya adalah seorang teman bicara yang baik. Mengobrol dengannya selalu menyenangkan. Sampai SD saya masih suka diajak jalan-jalan sama bapak. Berjalan-jalan sore beberapa ratus meter dari rumah, dan balik lagi.
Ya cuma buat ngobrol, membicarakan segala sesuatu yang kami temui di jalan. Tanaman, kupu-kupu, kodok, .. atau kadang tanpa bicara sama sekali. Heran saya.. kenapa semua itu membuat saya senang. Tanpa dibelikan apapun, tanpa ditawari mainan apapun, tapi saya bahagia.

Bapak adalah pendongeng ulung. Imajinasinya yang luar biasa bisa membawa saya terhanyut pada sebuah dunia lain sebelum tidur.
Serial "ANI", begitu saja terlontar dari mulut beliau tanpa lama-lama berpikir panjang. Ani adalah tokoh khayalan, seorang anak perempuan yang sebesar saya saat itu sudah menjadi seorang polwan. Teman-teman Ani adalah beberapa ekor binatang yang bisa diajak bicara dan berkomplot dengan Ani untuk melawan kejahatan.
Oh God.. betapa seru cerita itu, seringkali sampai mata saya tidak berkedip karena begitu menegangkan!

Ah, imajinasi saya tidak sekuat bapak. Kalau mendongeng untuk Arif dan Sofi, saya hanya mengandalkan buku cerita anak-anak yang saya bacakan. Berulang-ulang pula.
Sementara serial "ANI" karya bapakku itu seakan tak pernah tamat. Berubah cerita setiap harinya.

Sampai sekarang pun kalau bapak sudah cerita, cucu-cucunya sering dibuatnya terpana.
Tapi mungkin anak-anak sekarang sudah 'terkontaminasi' dengan cerita-cerita di TV, jadi ya menganggapnya biasa-biasa saja. Gak sampai ketagihan kayak saya dulu (atou emang gw aja yang bloon ya?)

***

Yang jelas semua begitu berbeda keadaannya dengan jaman sekarang. Sulit cari teman bermain di luar untuk Arif dan Sofi. Mungkin dah gak jamannya lagi main kejar-kejaran atau petak umpet. Fisik mereka hampir tidak terlatih. Ketangkasan mereka hanya main CD interaktif di komputer.
Hmm..anak-anak sekarang pun hampir semuanya udah pegang hp ya? Padahal dulu, yang namanya gamewatch saja tampak begitu lux di mata saya.

Pun entah apa kesan anak-anakku pada saya sebagai ibunya.
Mungkin mereka hanya ingat Ummi nu kabisana asik di depan laptop.. fesbukan :P

Hihi.. ayolah Ier.. jadilah ummahat yang kreatif !!!
Mohon bantuannya ya Om, Tante.. Kalo ada masukan, tolonglah dishare ke saya.
Kadangkala memang saya cuma butuh motivasi aja.

***

1 komentar:

Lita Edia mengatakan...

kenapa Ier nyaman padahal cuman diajak jalan keliling2 sama Bapak? karena ternyata anak itu Father Hunger...lapar akan Ayah.

kenapa Ier merasa bahagia dengan mainan yang tidak instant itu? Karena ternyata anak tidak membutuhkan materi supaya bahagia, anak membutuhkan tiga saja: Love...Time...Caring...

Huuuu...siapa yang nanya ya????