Sabtu, 14 Maret 2009

ada apa dengan sofi (7)

***

Sejak tulisan saya yang terakhir "Ada Apa Dengan Sofi (6)" diposting, sebetulnya Sofi masih mogok sekolah.
Enggak mogok sih, tapi selalu harus ditunggui dulu barang 30 menit, dan ditinggal kadang dalam kondisi menangis.

Segala macam reward yang sudah diberikan ternyata lewat begitu saja. Tidak mempengaruhi psikologis dia di pagi hari, ketika masuk gerbang sekolah.
Anehnya .. kalau di rumah dia cerah ceria, begitupun di sepanjang perjalanan. Tapi setibanya di gerbang sekolah.. langsung deh..

Jadi.. ada apa dengan gerbang sekolah Sofi? Mungkin itu judul semestinya..

Konsultasi ke psikolog sekolah saya batalkan berkali-kali karena waktu yang sulit match. Psikolog itu mestinya standby di sekolah ya.. biar gak usah susah-susah bikin janji

Apa kabar Kyakya? Hehe.. dia udah jadi teman tidurnya Sofi, di mana Sofi tidur, di sana ada Kyakya. Gak sia-sia kok Om.. dirimu membelikan Kyakya buat Sofi

Nah, sekarang sih udah baek beneran ni Sofi.
Mungkin udah sekitar dua bulan lebih, Sofi kembali bersekolah seperti biasa. Tanpa menangis dulu, tapi malah selalu tersenyum.
Senyumnya: "haaa..." gitu... tanpa suara. Hanya menampakkan gigi roges di bagian atas.

Kalo orang-orang tanya, apa penyebab Sofi mogok sekolah dulu itu..



Wallahu a'lam..mungkin Allah hanya ingin menguji kesabaran saya saja.

Selain memang Dia yang menggenggam hati cantik kecilku itu, dan dengan mudah saja Dia akan membuatnya masuk sekolah tanpa masalah.. ada beberapa hal yang coba saya lakukan:

Pertama, gak maksa..
Untuk anak seusia Sofi (4,5 tahun), memang sekarang bukan waktunya sekolah, tapi waktunya belajar sekolah.
Biarlah sekolah jadi kemauannya sendiri, bukan atas kemauan kita.

Kedua, tidak mencela...
dan juga tidak memuji.
Tidak mencela karena alasan di bagian pertama barusan, tidak memuji juga karena apa yang mau dipuji? Hehe..

Ketiga, ditantang..
Anak kadangkala suka tantangan.
Suka sebaliknya dari yang kita inginkan.
Saya seringkali bilang: "ahh.. paling sofi besok gak mau sekolah.."
Sofi langsung menjawab: "Mauuuu... Sofi mau sekolaaaah..."
Besoknya mau sih mau... tapi nangis di gerbang tea..
Terus aja saya bilangin gitu, tapi tentunya sambil bercanda.. sambil ngilikitikin perutnya.
"enggaaaa.. sofi besok gak akan nangiiiiis...", katanya sambil ketawa-ketawa geli.

Keempat, gak dibanding-bandingkan..
Kita aja gak suka dibanding-bandingin. Biarlah masnya sekolah, biarlah sepupunya sekolah.. Tapi saya gak pernah bilang "Tuh.. Mas Arif, Uzan, sama Teteh aja sekolah Fi?"
Saya biarkan saja dia menemukan sendiri apa yang dia mau. Gak usah didikte dan dibandingkan.

Tampak sederhana sih, apa yang saya lakukan pada Sofi.. tapi ternyata berat lho!
Betapa hati ini ingin Sofi sekolah seperti biasanya, sekolah dengan ceria dan bersemangat seperti anak-anak lain.
Ingin rasanya memaksa dia, membandingkannya dengan orang lain, mengiming-iminginya lagi dengan hadiah-hadiah yang mampu atau tidak mampu akan saya belikan.
Tapi akhirnya semua saya tahan saja.
Suamiku pun bersikap sama. Begitu pula mertua dan kedua orang tua saya, alhamduliLlah bisa diajak kompak untuk tidak memaksa Sofi.

Ya akhirnya Sofi mau dengan sendirinya.
Mau dengan SENDIRINYA.
Kemauan yang datang dari lubuk hatinya sendiri.
Itu akan jauh lebih bermakna ketimbang sesuatu yang kita paksakan agar ada pada diri anak-anak kita.

***

1 komentar:

swestika mengatakan...

Semua tetap menjadi tanda tanya kehidupan... *baca sajak