Sabtu, 24 Januari 2009

buat apa kita belajar

Wah saya paling semangat deh kalo SD anakku dah ngundang orang tua buat ngumpul.
Suka bagus-bagus apa yang disampaikan oleh pihak sekolah kepada kami sebagai orang tua. Sayang juga gak semua orang tua memanfaatkan kesempatan ini. Ya barangkali sibuk.

Pertemuan tadi pagi juga sekaligus mengenalkan kepala sekolah yang baru. Asalnya seorang ibu, kini ganti jadi seorang bapak. Ibu kepsek kini jadi direktur.

Gak kalah asiknya si bapak kepsek ini dibanding kepsek lama.
Presentasinya, gaya beliau bicara di hadapan para orang tua, cukup menarik.
Beliau membahas paradigma tentang pembelajaran - untuk apa belajar.

Pertama beliau mengetes para orang tua. Pertanyaannya cukup mengagetkan:
"Siapa yang bisa jawab...letak astronomis Indonesia?"
Bapak-ibu yang kisaran usianya 30-40 tahun itu mulai bisik-bisik, ada yang cekikikan.
Tak disangka seorang ibu ngacung:
"Ya ibu?"
"enam derajat lintang utara dan sebelas derajat lintang selatan!!!"
jawaban itu disambut dengan tepukan riuh para orang tua.
Keren bener nih si ibu..*dari SD mana sih dulunya??*
Sambil bertepuk tangan gitu, sebagian kayaknya masih ada yang nginget-nginget, apa dia akan mendukung atau tidak jawaban si ibu
*gak penting bangedh..

Selanjutnya si pak kepsek ini nanya jumlah bab, pasal, dan ayat UUD 1945 - sungai gunung terpanjang di indonesia - rumus-rumus fisika -hari besar nasional- dan tidak ketinggalan, ukuran standar lapangan voli.
Hebatnya nih.. setiap pertanyaan itu selalu ada orang tua yang bisa menjawab dengan jawaban yang benar.
Saya dan seorang teteh se-ITB dulu, saling berpandangan dan tersenyum.
Kami diem-diem aja. Bukannya jaim.. tapi da beneran poho.

Terakhir Pak Kepsek yang kalem dan murah senyum ini bertanya lagi
"peperangan apa yang paling sebentar?"
Dengan konyolnya di hadapan puluhan orang tua itu saya spontan menjawab dengan lantang:
"Perang Diponegoro!!!"
"Karena terjadi kapan ibu?", tanyanya lagi
"delapan belas dua lima sampai delapan belas tiga puluh...", jawab saya sambil mulai menyadari betapa saya jadi orang tua paling konyol di kelas itu..
"yaaa ... ibu betuuull"
Untungnya, hanya satu dua orang yang menyadari kekonyolan pak kepsek dan si Ummi Arif ini. Yang lainnya masih bengong..sampai pak kepsek harus menjelaskan tentang betapa sebentarnya perang diponegoro.
"Cuma lima menit Pak..Bu... Ba'da magrib!!"
Yang lain ngakak, beberapa masih telat juga, dan saya jadi mesem-mesem..
Kenapa pertanyaan konyol gitu yang akhirnya bisa saya jawab. Pasti mereka gak nyangka saya lulusan ITB

Nah, selanjutnya Pak Kepsek bilang kalo yang namanya berhasil dalam belajar itu bila seseorang bisa menyerap informasi yang disampaikan, memanfaatkan informasi tersebut, dan menyikapinya dengan benar.
Informasi itu diistilahkan dengan 'kognisi', memanfaatkan adalah 'psikomotorik', dan sikap yang dihasilkan adalah 'afektif'.

Sementara tujuan dari belajar itu adalah membentuk sosok pembelajar sepanjang hayat. Jadi ya ketika kita menerima informasi tentang letak astronomis Indonesia, bab pasal UUD, rumus-rumus, luas lapangan voli.. (tentu saja pak kepsek tidak membahas lagi perang diponegoro :P), maka semua itu mestinya mendorong kita untuk selalu update ilmu. Informasi seperti itu kan bisa jadi minggu depan usang, dan taun depan kita lupa. Tapi bila seseorang 'merasa selalu perlu belajar', maka tujuan dari belajar selama kita sekolah itu tercapailah sudah.

Inilah bedanya paradigma pembelajaran dulu dan sekarang.

jadul: fokus pada pengetahuan
kini: fokus pada pengetahuan, keterampilan, dan perilaku

jadul: siswa sebagai pelaku pembelajaran
kini: guru dan siswa sebagai pelaku pembelajaran

jadul: satu pertanyaan dengan satu jawaban benar
kini: satu pertanyaan dengan banyak kemungkinan

jadul: pelajaran terpilih
kini: pelajaran terpadu

jadul: kegiatan seragam
kini: kegiatan beragam

jadul: siswa tidak berani berkata 'tidak'
kini: siswa berani berkata 'tidak' berikut alasannya

Begitu kata kepala sekolah.
Tinggal kini bagaimana antara pihak sekolah dan pihak orang tua memiliki satu visi tentang pendidikan anak.
Semoga anak-anak kita menjadi qurrata a'yun, yang hal itu tidak serta merta terjadi hanya dengan mengayunkan tongkat dan berucap 'abrakadabra'.
Semoga anak-anak kita menjadi pembelajar sejati, dan tentu saja.. kitalah yang harus menjadi contoh pertama..



***

1 komentar:

tazz mengatakan...

saya suka rada sebel nih teh kalo ngebanding-bandingin sekarang sama dulu,

misalnya konteksnya proyek TA saya,
seringkali sama si pa Pembimbingku yang baik hati dicibir,

aduuuuh, dulu tuh ya, kalo liat buku rasanya napsu..langka banget, ini koq anak sekarang banyak literatur malah ga semangat..

sembari dia menjejali tas saya dengan 3 bantal cina, dan mengkopi beberapa ratus megabyte ebook dan "oke, minggu depan buat paper ya! bahannya dari bab 1-2 buku ini terus ke yang CRC press bagian itu.."

"..dan, jangan lupa browsing dari internet"

aaahhhh..