Sabtu, 15 Oktober 2011

Renovasi Rumah (2)

***
Tulisan sebelumnya: Renovasi Rumah (1)

Setelah lebaran, saya, suami dan anak-anak berkunjung ke rumah sepupu. Putrinya bibi saya, namanya Teh Novi. Dia baru bangun rumah. Ceritanya studi banding gitu. Pengen tau aja rumahnya kayak gimana, dan berapa biayanya, dan lain-lain.

Hmmm... bagus juga rumahnya... dia renovasi juga. Bertingkat. Katanya habis xxx jutaan. Wew...
Kebetulan di sana ketemu juga sama kakak iparnya Teh Novi, namanya Kang Wenda. Dia yang ngerjain rumah itu, karena memang kerjaannya ya itu.. jadi mandor borongan :) Apa sih istilahnya. Pokonya masalah bangun properti, dia ahlinya.

Ngobrollah suamiku dengan suaminya Teh Novi, Kang Budi, dan Kang Wenda.

Pulang dari sana, suamiku jadi ngitung-ngitung, apa dengan biaya xxx juta (lebih kecil dari biaya renov rumahnya Teh Novi) cukup untuk bikin kamar dua di atas, kamar mandi dan ruang keluarga tambahan?

Mas Wiska jadinya minta saya ngontak temen saya yang arsitek, dan ngontak juga temen saya yang jadi kepala cabang sebuah bank syariah.
Kepentingannya tentu saja, gambar rancangan rumah sesuai biaya dan kemungkinan pinjam uang ke bank.

Kontak mengontak pun berjalan dengan baik.
Teh Irma (nama arsiteknya) adalah teman saya waktu SMA. Kakak kelas, tepatnya. Dia dulu jadi pelanggan apotek saya. Rumahnya memang dekat dari apotek, jadi silaturahim antara saya dan dia cukup terjaga. Dia bersedia datang ke rumah saya untuk sekedar lontar ide.

Andri (nama kepala cabang bank syariahnya) adalah teman saya waktu SMA juga. Beda kelas tapinya. Dulu deketnya karena sama-sama suka ke Salman waktu kelas 1. Nyambungnya lagi tentu karena facebook.
Dia langsung ngontak stafnya agar melayani saya. Huhuy dah. Dalam hitungan menit saya sudah ditelpon oleh seorang mbak-mbak stafnya Andri.

Segala sesuatu berjalan paralel...
Teh Irma dipastikan bisa menangani rancangan rumah yang kami inginkan, dengan perkiraan biaya xxx juta itu.
Dan bank syariah memberi penawaran yang bagus juga. Emm.. setidaknya cicilan pembayarannya cukup terjangkau selama 10 tahun..walau... heuuu...

Suami meminta saya mulai berhemat. Uang belanja harus dikurangi sekian ratus ribu rupiah per bulannya agar bisa membayar cicilan tepat waktu. Hiks hiks..
Beraaat.. tapi mestinya bisa..
Suamiku nanya lagi.. Bisa engga uang belanjanya dikurangi?
Saya jawab... bisaaaa (lah), insyaa Allah...
Laa haula sajalah.. Niatnya kan baik. Pun pinjamnya ke bank syariah yang semoga, halal.

BismiLlaah (lagi)..

Lanjut kontak Kang Wenda buat penjajagan, apa kira-kira dia bisa menangani renovasi rumah saya. Katanya bisa.
Terus .. tampaknya butuh dana tambahan nih..
Opsi berikutnya memang jatuh pada menjual mobil VW...
Baru tau ya saya dan suami punya mobil VW? Xixixi...
iya itu dia mobil kenangan.

Mobil yang dipake suami saya dulu buat datang ke rumah, ketemu bapak saya untuk pertama kali, yang datengnya bukan buat sekedar pdkt, tapi bener-bener to the point menyatakan maksud ingin melamar saya :)
Mobil yang mengantarkan saya kuliah saat masih pengantin baru.
Mobil yang membawa saya, Arif, dan Sofi, hingga tahun ke-7 pernikahan kami ...
Dan lebih-lebih lagi untuk suami saya, mobil itu adalah kenangan masa kecilnya bersama kedua orang tuanya :)

(BERSAMBUNG)

Tidak ada komentar: