***
---Di sebuah RSB di Bandung, 19.30, sekitar dua setengah jam setelah pasang status facebook tentang adik iparku yang mau melahirkan
Memang sudah takdirnya saya diberi kesempatan menunggui orang mau lahiran. Saumur-umur memang baru kamis malam kemarin, tgl 4 November 2010, saya menunggui adik ipar mengerang-erang menahan sakit. Sebelumnya ya cuma menunggui diri sendiri. Menunggu Arif dan Sofi lahir.
Saat itu dengan skenario pabaliut akhirnya cuma saya dan Wawan, suami adik ipar saya (ya ipar saya juga ya? Hehe.. maksudnya Wawan itu sesama menantu lah gitu) yang nungguin.
Saya sampai sana, sudah -bukaan tujuh.
TUJUH saudara-saudara.. tujuh dari sepuluh.
Itu artinya si ibu yang akan melahirkan sedang merasa mulas luar biasa. Dan yang paling bikin menderita adalah menahan keinginan untuk mengejan. Kalau mengejan sebelum bukaan lengkap, maka sia-sia saja, malah habis tenaga. Bayi takkan keluar, atau kemungkinan terburuk ya .. robek.. katanya. Katanya lho.. huaaa...
Argh.. saya tau semua penderitaan adikku itu... dan tau juga enaknya digimanain. Enaknya kita sebagai penunggu harus tetep senyum tenang, babacaan, bilang kalau ini adalah proses normal yang harus 'dinikmati'.
Kalau dia mengerang, ingatkan untuk tarik nafas dalam-dalam dan dikeluarkan perlahan, dan sesekali ajak ngobrol atau bercanda asal jangan ngagosip atau tertawa terbahak bahak.. (eta mah kurang ajar namanya).
Kalo suami ya mesti pegang tangan istrinya, babacaan, sekali-kali cium keningnya...itu bisa bikin istri yang mau melahirkan tenaaaaaang, dan bahagiaaaaaa banget. AlhamduliLlah dua kali pengalaman melahirkan normal, suami saya melakukan tugasnya dengan baik.
Satu-satunya cara menahan mengejan adalah menarik nafas lewat hidung, dan keluarkan lewat mulut. Huuuuppp dari hidung... aaaahhh dari mulut... huuuppp.... aaahhhh
Maklumlah adik iparku, Nia ini, pengalaman melahirkan putra pertamanya melalui proses sesar, jadi ini adalah pengalaman pertama dia melahirkan normal.
Ibu melahirkan pun, hampir tidak bisa konsentrasi pada aba-aba suara. Saya tau itu dengan persis, sehingga saya dan Wawan harus bergantian memvisualisasikan cara bernafas itu.
Saya harus ikut menarik nafas lewat hidung, ... dan mengeluarkan lewat mulut..., hingga Nia mengikutinya. Huuuppp.. aaah.. huuuppp.... aaaah...
****
"Ibu, silahkan terlentang, dokternya sudah datang", perintah bidan kepada Nia, setelah hampir satu jam saya menungguinya.
"Ibu, silahkan keluar Bu..", perintah Bu Bidan juga, kali ini kepada saya.
"Sip!", jawab saya... jhaahahah... jawaban yang aneh.
Eeeh... tinggaleun tas deuih si sayah teh. Balik deui.
"Punten.. ngambil tas"... ah dasar.. jadi tampak bodoh begini. Grogi.
Saya keluar... pintu ruang bersalinpun digeser.
Kreeeek.. blek.. tertutup rapat.
Bak dalam sinetron, saya mondar-mandir sendirian di luar ruang bersalin.
Ampuuun.. kenapa harus sendirian gini sich. Resiko suamiku cuma dua bersaudara, dan sama sekali gak ada saudara dekat di Bandung, ya begini.. Euweuh deui batur pakumaha..
Satu-satunya hiburan adalah memasang status di facebook (lagi) dan membaca komentar-komentar dari status saya sebelumnya.. wew..
Ibu mertuaku masih di rumah, suamiku menjemputnya. Bapak mertua ngasuh anak pertamanya Nia di rumah bersama Arif Sofi.
Asli saya bolak balik bolak balik dalam jarak 5 meter kayak setrikaan sambil membaca tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil. Di sana cuma ada kursi roda dan blankar.. eh.. apa sih namanya itu tempat tidur dorong....
Kursi tempat duduk berada agak jauh dari jendela ruang bersalin.
Saya gak mungkin mau jauh dari jendela itu. Jendelanya tinggi hampir mencapai atap, tapi ada celah di sana. Saya bisa mendengar suara-suara dari ruang bersalin hanya melalui celah di atas itu.
Eeeeuh.. kok sepi sih..
Cuma kedengeran suara klotrang.. trik.. klontrang.. tek, seperti suara gunting bedah beradu gitu lah.. hiiiy.... Nia diapain siy... kok gak ada suara ngejan-ngejannya gitu? Lagian suara TV di ruang tunggu keras banget. Sinetron pula... Jadi ada suara yang nangis dan marah-marah gitu. Sebel.
Akhirnya setelah sepuluh menit sendirian, ibu mertua dan suamiku dateng.
Ibu memutuskan untuk ke mushola saja, sholat dan mendo'akan.
Suami, ngobrol bentar, dah gitu malah duduk nonton TV.
Iiiih... saya sendirian lagiii....
Kedengeran Nia mengejan....
tapi kok sepi lagi... huuuuffff....
Berikutnya terdengar jelas suara.. "Yak Bu.. sekarang! Satu.. dua... tiga!"
Demi mendengar aba-aba itu dan suara Nia mengejan, refleks saya menutup mata rapat-rapat, meringis, sedikit mengejan.. heeuuuugh... , kedua tangan mengepal,..
Terasa ada yang lewat di depan saya... saya mengintip sebentar,.. orang lain yang lewat, seorang bapak-bapak. Ya sudah, saya tutup mata lagi dan tangan saya masih mengepal-ngepal... Nia terdengar masih mengejan.
"Ibu?? .. Bu??... Ibu kenapa??",
Saya kaget.
Ternyata bapak-bapak yang tadi lewat, balik lagi untuk menyapa saya, dia tampak khawatir.
"Ohhh.. eh.. enggak pak, itu.. nunggu yang melahirkan di dalam..", jawab saya sambil tersenyum dan mengerjap-ngerjapkan mata. Ternyata mata saya basah.
Bapak itu pun berlalu dan tidak berkata apa-apa. Tampak heran dia.
Seiring dengan kepergian bapak yang perhatian itu, terdengar suara Wawan dari dalam ruang bersalin... "AlhamduliLlaah" katanya... dan beberapa detik kemudian terdengar suara tangis bayi keraaas sekali. Ya Alloh.. alhamduliLlaah.. keponakanku lahir !
Setengah menangis saya panggil suami... mengabari kalo adiknya sudah sukses melahirkan.
Suamiku pun segera mengabari Ibu di musholla.
Dan saya? Tentu saja langsung pasang status di facebook... hahahaha....
Setelah itu .. saya barulah bisa duduk tenang dan menanti suara dibukanya pintu ruang bersalin. Seperti apa penampakan keponakan baruku itu.
Prediksi kalau jenis kelaminnya laki-laki sudah begitu kuat, jadi gak penasaran lagi.
Akhirnya keluar juga salah satu bidan yang langsung saya kejar dan saya berondong pertanyaan.
Sehat Bu Bidan? Bayinya? Ibunya?
Bu Bidan mengangguk... dan bilang.. laki-laki Bu....
SubhanaLlaah.. AlhamduliLlaah...
Sepi.... cuma ada suara sinetron dari TV itu...
*Clingak-clinguk.. lho.. Ibu sama suamiku kemana lagi?*
****
Makanya Ier.. punya anak jangan cuma dua.. yah? Sepiiii....
Xixixixiixixiixixiixixixiiixiii....
****
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar