Tadi pagi Arif nangis.. ujug-ujug.. teu angin teu hujan.
Kesel saya kalo dia udah gitu. Cik atuh lah.. laki-laki!
Nangis terisak-isak di jok belakang, pas saya starter mobil, mau antar Arif Sofi pergi sekolah.
Saya matikan lagi mesin mobil, dan berbalik ke belakang.
"Kenapa Rif??"
Arif menghabiskan dulu sedu sedannya, baru bisa jawab:
"Arif mau sama Wayah.."
Gak nyangka saya pagi-pagi begini dia kangen sama wayahnya.
"Yaa..kan besok juga kita ke kanayakan ketemu wayah?", hibur saya sekenanya, but that's true.
Arif pun mengangguk dan berhenti menangis.
Fh.. lengketnya Arif sama wayahnya ini memang gak ada duanya.
Wayah adalah panggilan 'kakek' dalam bahasa Bali, tidak lain tidak bukan adalah bapak mertua saya tercinta.
Maklumlah Arif itu cucu pertama di keluarga mertua, jadi..kehadirannya itu seperti sebuah durian runtuh. Ditunggu-tunggu, dikerubutin, disayang-sayang...
Bukan waktu yang sebentar, saya sempat tinggal di rumah mertua sampai 3 tahunan. Menghabiskan masa hamil, hingga Arif berusia 1,5 tahun.
Selama 1,5 tahun itu, ya begitulah..Wayah dan Arif lengket kayak perangko.
Sempat juga saya ngerasa jealous ketika Arif kelihatan lebih senang bersama wayahnya daripada sama saya.
***
Bulan-bulan pertama pindah ke rumah sendiri, Wayah sampe hampir tiap hari menempuh belasan kilometer hanya untuk bertemu Arif.
Di sela-sela jadwal mengajarnya yang padat, beliau sempat-sempatnya mengunjungi rumah kami.
Sebentar, kadang hanya 30 menitan di siang hari, hanya untuk berbaring dengan Arif sampe cucunya ini tertidur, lantas beliau berangkat lagi.. menempuh belasan kilometer lagi, kembali ke tempat tugasnya.
Tak jarang pula Arif jadi satu-satunya balita yang berkeliaran di kampus. Dibawa kerja sama Wayahnya. Untungnya gak digembol di tas, masuk ke kelas
Sayang Wayah ini pasti nyampe ke hatinya Arif, dan melekat hingga sekarang.
Sekarang mah 'mending', Wayah gak sampe mesti bertemu muka.. 'hanya' nelepon Arif aja setiap sore
Sama Sofi? Gak segitunya sih. Mungkin karena Sofi perempuan, trus Sofi juga lahirnya pas saya udah di rumah sendiri. Pokonya gak selengket sama Arif.
Tapi cucu wayah ya tetep cucu wayah..
Arif sama Sofi di kanayakan seperti gak punya tempat duduk sendiri.
Sebegitu banyak kursi, yang mereka duduki hanyalah kedua kaki Wayah. Kalo enggak, ya menclok di pundak Wayah. Pokonya nempel sama Wayah.
Lebih parah lagi sewaktu keponakanku Thaariq, cucu wayah yang ketiga, masih di kanayakan, ya tiga-tiganya dipangku wayah!
Syukurlah, postur tubuh beliau tinggi besar sehingga bisa menampung ketiga cucunya.
Senyum wayah memang selalu mengembang dari bibirnya setiap beliau bertatap muka dengan siapapun. He's so nice. Baik sekali orangnya. Pendiam tapi tampak ramah pada siapapun.
Beberapa mahasiswi yang sempat diajar oleh beliau, sempat saya tanyakan kesannya terhadap bapak mertuaku ini..
"Baik banget...murah senyum", selalu begitu jawaban mereka.
Bapak adalah dosen matematika yang mengajar hampir di setiap jurusan, baik teknik maupun sains. Di farmasi, beliau mengajar kalkulus.
Bapak sempat bilang sama saya. Kata beliau anak farmasi sekarang centil-centil.
"Kenapa gitu Pak?", tanya saya.
"Ya gak tau tuh, tadi ketemu anak farmasi 200X, bertiga,perempuan, manggil-manggil dari jauh sambil dadah-dadah 'Bapaaaaaaakk'!!!'gitu..Duh...", kata Bapak sambil geleng-geleng kepala, tapi tetep aja sambil senyum juga.
...ada ya mahasiswi manggil Pak Dosennya kayak gitu..
***
Beranjak paham akan arti sholat, Arif cukup sering bertanya, kenapa Wayah gak pernah sholat.
Bahkan Sofi pun mulai menyadari hal ini,"Sofi belom pernah liat wayah solat?!"
Saya jelaskan baik-baik kepada mereka, kalau Wayah belum menjadi seorang muslim.
Entah mereka mengerti apa enggak. Tapi tetep aja selalu terdengar ungkapan-ungkapan spontan dari mereka.
Misalnya saat Arif dikeloni wayahnya, suara Arif yang stereo terdengar dari kamar saya di kanayakan:
"Wayah..gimana coba do'a sebelum tidur?"
"..." (gak kedengeran sama saya jawabannya wayah apa)
"Bukan gituuuu! Gini nih.. bismika Allohumma ahyaa wa bismika amuuut"
Mendengar ini saya cuma senyam-senyum sendiri dengan sedikit miris sambil mengucap do'a, semoga Arif bisa menjadi jalan hidayah, untuk wayah tersayang.
Semoga Ya Allah... amiiin...
***
Terhitung sejak dua pekan kemarin, wayah pensiun. Seperti yang sudah saya duga, rencana pertama di awal pensiunnya adalah mengunjungi Thaariq, cucu dari adik ipar saya. Beliau akan menempuh ribuan kilometer dan akan keluar uang jutaan rupiah 'hanya' untuk bertemu dengan sang cucu ketiganya. Hihi.. pasti Thaariq bahagia
***
Hm,Wayah, betapa kami sangat sayang padamu!
"Ya Rahiim..sampaikanlah sayangMu padanya.."
***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar