***
Kenapa saya memutuskan detik ini menulis? Karena saya memilih untuk menulis. Duduk manis di depan laptop, dan memutuskan untuk menunda saja pekerjaan menyapu dan mengepel. Bahkan mestinya saya memasak, saudara! Tapi ya begitulah. Hati dan pikiran saya sedang ingin menulis, dan tampaknya perlu segera disalurkan.
Resikonya saya tau, setelah saya posting blog, saya tidak bisa tidur siang. Saya harus .. minimal masak. Nyapu ngepel mah keun we sakasampeurna. Ngeres saeutik mah teu nanaon lah, asal ulah ngeres hate.
Setiap pilihan pasti ada konsekuensinya.
Setiap kita memutuskan sebuah pilihan, maka kita harus sadar apa akibatnya.
Dari hal-hal kecil seperti milih baju yang akan dipakai, sampai hal besar seperti memutuskan untuk menerima seorang lelaki sebagai pendamping hidup kita.
Memilih bisa jadi bukan suatu proses yang rumit, ketika kita sudah punya pendirian, sudah mengenali diri, dan sudah memiliki pola pikir yang jelas.
Contohnya saja dalam hal memilih kerudung di toko. Dari sekian banyak model, ada yang dengan begitu saja tidak kita lihat lagi. Paling pada akhirnya tinggal 2 atau 3 model pilihan yang salah satunya kita putuskan untuk membelinya.
Itu karena kita sudah mengenali diri, bahwa kita tidak akan pantas memakai kerudung yang di rak sana dan rak sana. Saya cocoknya pake kerudung yang di rak ini saja.
Bukan sesuatu yang rumit untuk menyisihkan sesuatu yang memang kita tahu tak pantas untuk kita.
Sekolah lagi Ier?
Kalo ditanya kayak gitu... saya langsung bilang TIDAK.
Kenapa?
Ya saya tau diri.. heheh.
Entah karena hidup saya yang memang diberi-Nya damai tanpa gejolak yang berarti, atau karena saya memang sudah kenal diri, sehingga saya jarang sekali dihadapkan pada pilihan yang sulit. Begitu mudah untuk memutuskan sesuatu berdasarkan apa yang saya faham. Atau bisa jadi karena pilihan yang tersodor memang bukan suatu bandingan. Rasanya tidak sesulit pilihan ganda, tapi hanya soal benar atau salah saja, (yang belum tentu juga lebih mudah ya?)
Dan memang dengan adanya suami, proses memilih inipun jadi lebih mudah lagi. Seperti halnya soal ujian yang dikerjakan bareng, pasti jauh lebih mudah dan tenang daripada dikerjakan sendiri.
Enaknya istri kan begini... tinggal tanya suami, kemudian pasrah dan nurut saja dengan jawabannya, maka pahala berlipatlah hadiahnya buat kita.
Hihi.. iya ya, dipikir-pikir sering banget saya tanya suami,
"Pah.. boleh gak?"
"Pah.. kata papah mending gimana?"
Udah gitu saya tinggal diem.. suami yang berpikir keras, dan mengeluarkan jawaban, terus saya nurut. Asiknya :))
Begini barangkali ya enaknya punya suami yang bisa kita percaya lahir dan batinnya. *Gak nyesel memutuskan memilih dia.. gyahaha... alhamduliLlah.. :)
Dalam hal pilihan ini, saya berharap semoga saya tidak pernah dihadapkan pada pilihan sulit hingga tak ada lagi yang bisa saya pilih kecuali berbuat dosa.
Hikkkkksss... mestinya tak ada pilihan seperti itu, karena mestinya saya memilih mati ya daripada menentang-Nya? Toh mati pun adalah pilihan.
Kalau saya mati karena rindu gimana?
Halaaaaaaaaaaaaaaaaaaah.... hahaha...
dangdut eta mah..wew
***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar