Sabtu, 27 November 2010

si pengganggu

***
Beberapa bulan lalu, Sofi sering nangis sebelum sekolah. Katanya takut diejek sama temannya... katakanlah namanya Budi.
Saya sampe nulis di wall.. eh.. buku penghubung agar Bu Guru mendamaikan antara Sofi dan Budi. Bisa jadi Sofi kan yang salah, saya gak tau.
Saya juga sempat nungguin Sofi hingga bel masuk berbunyi, hanya untuk melihat, anak yang manakah yang namanya Budi itu.
Sempat juga saya sapa Budi... anaknya tampak 'cuekan'.
Ya sudahlah.

Di buku penghubung, Bu Guru bilang, Budi sudah minta maaf sama Sofi.

Hari berikutnya, Sofi cerita kalau Budi memuji tulisan Sofi.
Sofi tampak senang luar biasa karena pujian itu.
Tampaknya segala ejekan Budi sudah dia lupakan semuanya.

Besoknya dan besoknya lagi.. sampai sekarang, Budi selalu jadi bahan pembicaraan Sofi. Budi tadi ngapain aja, Sofi tau, dan Sofi cerita dengan gembira. Kemarin Budi gak masuk sekolah saja Sofi tau.

Makanya kalo kesel ma orang jangan lebay ya Fi... sekarang juga kalo suka, jangan lebay juga deh.. hehe..
*ceuk si Umi bari ngaca*

***

Sabtu, 20 November 2010

akhirnya bisa ngeblog lagi :)

***
Jadi bingung mau nulis apa... pokonya seneng,
setelah bermasalah sekian lama, akhirnya bisa posting blog lagi... :)
Trims buat Bayu, Aldi, dan suamiku.. hihi...
**

Sabtu, 06 November 2010

uwa lebay

***
---Di sebuah RSB di Bandung, 19.30, sekitar dua setengah jam setelah pasang status facebook tentang adik iparku yang mau melahirkan

Memang sudah takdirnya saya diberi kesempatan menunggui orang mau lahiran. Saumur-umur memang baru kamis malam kemarin, tgl 4 November 2010, saya menunggui adik ipar mengerang-erang menahan sakit. Sebelumnya ya cuma menunggui diri sendiri. Menunggu Arif dan Sofi lahir.

Saat itu dengan skenario pabaliut akhirnya cuma saya dan Wawan, suami adik ipar saya (ya ipar saya juga ya? Hehe.. maksudnya Wawan itu sesama menantu lah gitu) yang nungguin.

Saya sampai sana, sudah -bukaan tujuh.
TUJUH saudara-saudara.. tujuh dari sepuluh.
Itu artinya si ibu yang akan melahirkan sedang merasa mulas luar biasa. Dan yang paling bikin menderita adalah menahan keinginan untuk mengejan. Kalau mengejan sebelum bukaan lengkap, maka sia-sia saja, malah habis tenaga. Bayi takkan keluar, atau kemungkinan terburuk ya .. robek.. katanya. Katanya lho.. huaaa...

Argh.. saya tau semua penderitaan adikku itu... dan tau juga enaknya digimanain. Enaknya kita sebagai penunggu harus tetep senyum tenang, babacaan, bilang kalau ini adalah proses normal yang harus 'dinikmati'.
Kalau dia mengerang, ingatkan untuk tarik nafas dalam-dalam dan dikeluarkan perlahan, dan sesekali ajak ngobrol atau bercanda asal jangan ngagosip atau tertawa terbahak bahak.. (eta mah kurang ajar namanya).

Kalo suami ya mesti pegang tangan istrinya, babacaan, sekali-kali cium keningnya...itu bisa bikin istri yang mau melahirkan tenaaaaaang, dan bahagiaaaaaa banget. AlhamduliLlah dua kali pengalaman melahirkan normal, suami saya melakukan tugasnya dengan baik.

Satu-satunya cara menahan mengejan adalah menarik nafas lewat hidung, dan keluarkan lewat mulut. Huuuuppp dari hidung... aaaahhh dari mulut... huuuppp.... aaahhhh
Maklumlah adik iparku, Nia ini, pengalaman melahirkan putra pertamanya melalui proses sesar, jadi ini adalah pengalaman pertama dia melahirkan normal.

Ibu melahirkan pun, hampir tidak bisa konsentrasi pada aba-aba suara. Saya tau itu dengan persis, sehingga saya dan Wawan harus bergantian memvisualisasikan cara bernafas itu.
Saya harus ikut menarik nafas lewat hidung, ... dan mengeluarkan lewat mulut..., hingga Nia mengikutinya. Huuuppp.. aaah.. huuuppp.... aaaah...

****

"Ibu, silahkan terlentang, dokternya sudah datang", perintah bidan kepada Nia, setelah hampir satu jam saya menungguinya.

"Ibu, silahkan keluar Bu..", perintah Bu Bidan juga, kali ini kepada saya.

"Sip!", jawab saya... jhaahahah... jawaban yang aneh.

Eeeh... tinggaleun tas deuih si sayah teh. Balik deui.

"Punten.. ngambil tas"... ah dasar.. jadi tampak bodoh begini. Grogi.

Saya keluar... pintu ruang bersalinpun digeser.
Kreeeek.. blek.. tertutup rapat.

Bak dalam sinetron, saya mondar-mandir sendirian di luar ruang bersalin.
Ampuuun.. kenapa harus sendirian gini sich. Resiko suamiku cuma dua bersaudara, dan sama sekali gak ada saudara dekat di Bandung, ya begini.. Euweuh deui batur pakumaha..
Satu-satunya hiburan adalah memasang status di facebook (lagi) dan membaca komentar-komentar dari status saya sebelumnya.. wew..

Ibu mertuaku masih di rumah, suamiku menjemputnya. Bapak mertua ngasuh anak pertamanya Nia di rumah bersama Arif Sofi.
Asli saya bolak balik bolak balik dalam jarak 5 meter kayak setrikaan sambil membaca tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil. Di sana cuma ada kursi roda dan blankar.. eh.. apa sih namanya itu tempat tidur dorong....
Kursi tempat duduk berada agak jauh dari jendela ruang bersalin.
Saya gak mungkin mau jauh dari jendela itu. Jendelanya tinggi hampir mencapai atap, tapi ada celah di sana. Saya bisa mendengar suara-suara dari ruang bersalin hanya melalui celah di atas itu.

Eeeeuh.. kok sepi sih..
Cuma kedengeran suara klotrang.. trik.. klontrang.. tek, seperti suara gunting bedah beradu gitu lah.. hiiiy.... Nia diapain siy... kok gak ada suara ngejan-ngejannya gitu? Lagian suara TV di ruang tunggu keras banget. Sinetron pula... Jadi ada suara yang nangis dan marah-marah gitu. Sebel.

Akhirnya setelah sepuluh menit sendirian, ibu mertua dan suamiku dateng.
Ibu memutuskan untuk ke mushola saja, sholat dan mendo'akan.
Suami, ngobrol bentar, dah gitu malah duduk nonton TV.
Iiiih... saya sendirian lagiii....

Kedengeran Nia mengejan....
tapi kok sepi lagi... huuuuffff....

Berikutnya terdengar jelas suara.. "Yak Bu.. sekarang! Satu.. dua... tiga!"
Demi mendengar aba-aba itu dan suara Nia mengejan, refleks saya menutup mata rapat-rapat, meringis, sedikit mengejan.. heeuuuugh... , kedua tangan mengepal,..

Terasa ada yang lewat di depan saya... saya mengintip sebentar,.. orang lain yang lewat, seorang bapak-bapak. Ya sudah, saya tutup mata lagi dan tangan saya masih mengepal-ngepal... Nia terdengar masih mengejan.

"Ibu?? .. Bu??... Ibu kenapa??",
Saya kaget.
Ternyata bapak-bapak yang tadi lewat, balik lagi untuk menyapa saya, dia tampak khawatir.

"Ohhh.. eh.. enggak pak, itu.. nunggu yang melahirkan di dalam..", jawab saya sambil tersenyum dan mengerjap-ngerjapkan mata. Ternyata mata saya basah.
Bapak itu pun berlalu dan tidak berkata apa-apa. Tampak heran dia.

Seiring dengan kepergian bapak yang perhatian itu, terdengar suara Wawan dari dalam ruang bersalin... "AlhamduliLlaah" katanya... dan beberapa detik kemudian terdengar suara tangis bayi keraaas sekali. Ya Alloh.. alhamduliLlaah.. keponakanku lahir !
Setengah menangis saya panggil suami... mengabari kalo adiknya sudah sukses melahirkan.

Suamiku pun segera mengabari Ibu di musholla.
Dan saya? Tentu saja langsung pasang status di facebook... hahahaha....

Setelah itu .. saya barulah bisa duduk tenang dan menanti suara dibukanya pintu ruang bersalin. Seperti apa penampakan keponakan baruku itu.
Prediksi kalau jenis kelaminnya laki-laki sudah begitu kuat, jadi gak penasaran lagi.

Akhirnya keluar juga salah satu bidan yang langsung saya kejar dan saya berondong pertanyaan.
Sehat Bu Bidan? Bayinya? Ibunya?
Bu Bidan mengangguk... dan bilang.. laki-laki Bu....

SubhanaLlaah.. AlhamduliLlaah...




Sepi.... cuma ada suara sinetron dari TV itu...






*Clingak-clinguk.. lho.. Ibu sama suamiku kemana lagi?*

****

Makanya Ier.. punya anak jangan cuma dua.. yah? Sepiiii....
Xixixixiixixiixixiixixixiiixiii....

****

Kamis, 04 November 2010

benar, memang sulit untuk ikhlas

***

Ngaku-ngakunya aja ternyata ya, kalau saya bisa bersahabat dengan tulus, mencintai dengan tulus, bahagia atas kebahagiaan orang lain, bisa berempati, dan sebagainya.

Ternyata sekalinya saya tidak mendapatkan balasan perhatian, saya kecewa.
Sekalinya kepedulian saya dianggap mengganggu, saya kecewa.
Ketika ada dan tidak adanya saya sama saja, saya kecewa.
Saat tidak adanya saya bahkan membuat gembira, saya kecewa.
Saat kehadiran saya dianggap membuat rusak suasana, saya kecewa.

Pertanyakanlah kembali keikhlasanmu dalam bersahabat Ier, bila ternyata kekecewaan itu ternyata masih ada di hatimu.
Jangan menuntut banyak pada orang lain.
Limpahkan saja cintamu dan tak perlulah kau lihat apa balasannya.

Berharap pada makhluk memang sangat melelahkan.
Hanya cinta pada Sang Khalik yang layak kita harapkan.

Cintailah mereka karena dirimu berharap cinta-Nya.
Itulah ikhlas.

Nulisnya aja nih yang gampang

***

Rabu, 03 November 2010

barokah

***
Beberapa waktu terakhir ini saya suka sekali dengan istilah barokah.
BERKAH.. kalau orang kita bilang.

Barokah adalah kebaikan yang sifatnya ilahi dalam suatu perkara atau tindakan.

Barokah tidak bisa terlihat langsung secara lahiriah namun terkadang bisa terasakan.

Sesuatu yang barokah itu mempunyai nilai tambah padahal bisa jadi lahirnya tetap atau malah berkurang.

Akhirnya saya mengerti kenapa kita disunnahkan untuk mendo'akan pengantin baru dengan ucapan "BarakaLlahu lakum"

Semoga berkah Allah atas kalian....hooo... sungguh indah do'a itu, dan saya selalu ingin dido'akan seperti itu. Butuh barokah-NYA. Butuh buangett.

Harta yang terasa banyaknya walau lahirnya sedikit, entah ada atau tidak, tapi rasanya cukup. Mungkin itulah barokah.

Makanan sederhana, tapi terasa nikmatnya, mungkin itulah barokah.

Bersama keluarga, gak piknik, gak makan-makan di luar, di rumah saja tapi bahagia, mungkin itu juga yang namanya barokah.

Waktu yang termanfaatkan dengan baik, dan tidak merasa tidak tersia-siakan, tidak merasa dikejar waktu, tidak merasa riweuh, tidak sok sibuk atau sibuk tapi puguh, dan selalu ada hasilnya, barangkali itu juga adalah waktu yang barokah.

Saat saya pelit bershodaqoh, seringkali saya takut harta saya tidak barokah. Kalau harta tidak barokah, dengan kuasa-Nya Allah akan tetap memaksa uang kita keluar.
Mungkin keluar uang untuk jajan, yang setelah jajan bukannya puas malah nyesel.

Saat saya mengutamakan pengeluaran untuk hal-hal yang sifatnya sekunder ataupun tersier, sementara yang primer gak kebagian jatah, saya khawatir sekali kalau uang yang saya miliki tidak barokah. Pasti ujung-ujungnya akan terasa kurangnya harta.

Saat saya bermalas-malasan (baca: bukan istirahat), maka saya khawatir waktu akan berjalan cepat tanpa terasa, tapi tak ada hasilnya.

Saat saya tidak melayani suami dengan baik, saya khawatir aktivitas saya tidak barokah. Sibuk teu puguh, hati tersiksa, hasilnya gak sepadan pula.

Dipikir-pikir memang segala yang kita lakukan harus diniatkan untuk mengejar barokah-NYA. Pikir dulu, apakah yang kita lakukan ini mendatangkan barokah Allah atau tidak. Hati-hati saja bila kita tidak pernah merasa puas akan apapun yang telah kita dapat, bisa jadi segala aktifitas kita tidak mendapat barokah Allah.

Kalau Allah tidak memberi berkah-NYA... maka tunggu saja,
cepat atau lambat... siksaan batin itu akan tiba...

Wallahu a'lam.. tapi itu yang saya rasakan.

***

Selasa, 02 November 2010

sungguh ini menyebalkan

***
Sedang punya pikiran sesat... materialistis...nyebelin.
Kayaknya orang tu' suka ya jadi temennya orang cantik, kaya, dan cerdas?
Sementara saya merasa tidak memiliki semua itu ... HIKS !!!! (gak sampai hati untuk bilang SIAL !!! )

Cantik? Enggak !!
Kaya? Enggak !!
Cerdas? Enggak !!

Itu, jawaban ENGGAK itu.. sungguh jawaban dari hati terdalam.. bukan basa-basi ..

Huuuuu.. maafkan teman, kalau saya tidak memiliki apa yang kalian mau.

Entah pikiran ini datang dari mana. Barangkali karena saya punya ekspektasi yang tinggi terhadap arti saya sebagai seorang sahabat.

Saya ingin cantik... biar sahabat-sahabat saya nyaman mata melihat saya. Ngeliat yang cantik atau ganteng kan belum apa-apa udah bikin orang bahagia dan tenang hati.

Saya ingin kaya... biar sahabat-sahabat saya nanti saya traktir semua tanpa kecuali. Beliin coklat tiap ketemu. Kasih hadiah dengan apa yang mereka mau. Gak usah pinjem duit, saya kasih aja nih... Perlu berapa sih??

Saya ingin cerdas.. biar kalo sahabat-sahabat saya punya kesulitan, buntu pikiran, saya bisa cari jalan keluarnya dengan tepat, seratus persen menyenangkan dan membantu keluar dari segala kesulitannya.

Tapi kalo dikembalikan lagi kepada diri sendiri...
Saya ingin punya sahabat seperti apa?

Ternyata keinginan saya cuma satu.
Saya ingin sahabat itu selalu hadir saat saya perlu ataupun tidak. Menemani saya saat susah maupun senang.

Itu saja....

Gak peduli dia punya harta sebanyak apa, cerdas apa oon, punya kecantikan atau kegantengan yang menawan maupun sebaliknya ...

Jadi...
sahabat macam apa saya?????

SAYA INI LAYAK JADI SAHABAT GAK SIH BUAT KALIAN ??????

----- ihhhh.. nyebelin ya tulisan ini? Iya ..
----- ihhhh.. Ier ngebosenin ya orangnya? Iya..
----- ihhhh.. mending cari temen lain aja yu yang asik? Yuuuu

***