Minggu, 27 September 2009

all by myself

***
Lebaran usai, dan barangkali hari ini banyak orang tua yang telah berpisah kembali dengan anak cucunya. Pamit pamit peluk cium dan untaian do'a agar perlindungan Allah selalu menaungi. Air mata pun kadang tak luput di sela lambaian tangan perpisahan.

Kini semua kembali pada dunianya, kesehariannya, back to work. Mencoba meninggalkan kesan indah selama mudik, melupakan segala kerinduan yang masih tersisa, dan kini kembali menarik nafas panjang untuk menghadapi realita hidup, juga barangkali.. rutinitas.

Ah, semua itu cuma dalam bayangan saya kok.
Saya yang tak pernah terpisah dengan orang tua. Pun suamiku.
Dari rumah ini, hanya 15 menit naik mobil sendiri, saya sudah bisa sampai di rumah orang tua. Dan hanya 45 menit sudah bisa sampai di rumah mertua.

Belum pernah gak ketemu orang tua lebih dari satu minggu.

Rabu kemarin, waktu saya melepas kepergian adek ipar di bandara, malah saya yang nangis ketika memeluknya.
.. bakal pisah lagi... paling cepet ketemu taun depan .. hik hik...
Lagian gak tega lihat adekku menggendong anaknya yang tertidur pulas di pundak kirinya, disangga tangan kiri, dan tangan kanan mendorong troli barang sambil sesekali melambaikan tangan pada kami yang hanya bisa menonton di balik kaca.
Adekku itu tampak tegar dan biasa-biasa saja. Toh tinggal satu tahun lagi insyaa Allah, setelah sembilan tahun berlalu selalu jauh dari keluarga. Mungkin begitu pikirnya. Sementara saya masih sibuk juga usap air mata di pipi kiri kanan. Lebay.

Saya jadi membayangkan jika suatu saat Sofi-ku harus merantau jauh untuk meraih cita-citanya, atau mungkin ngikut suaminya. Kuat gak ya melepasnya?

Makanya, biar saya bisa melepas anak kapanpun dan kemana pun mereka pergi, mestinya saya bisa mendidik anak-anak saya menjadi seorang yang ikhlas dan mandiri.
Ikhlas berarti ada atau tidak ada saya, mereka tetap melakukan hal yang terbaik karena Allah, dan mandiri artinya mereka bisa melakukan segala sesuatu dengan sesedikit mungkin merepotkan orang lain.

Setuju? Mestinya iya.. tentu saja.

Dan kepada sahabat-sahabatku, adikku, saudara-saudaraku,.. saya sungguh salut atas kemandirian kalian. Mudah-mudahan saya bisa mendidik anak-anak saya dan tentunya diri saya sendiri, agar bisa kuat, tegar, dan mandiri seperti kalian semua.

***

Sementara di lain waktu, di lain tempat, di bulan Ramadhan kemarin...

Sekilas saya kagum pada sosok ibu yang sabar ini. Memasuki bulan ketiga anaknya masuk TK, dia dengan setia menunggui anaknya di sekolah dari pagi hingga bubar. Kalo ibunya pulang, anaknya nangis. Ibu ini menggendong si anak pula bila anaknya minta digendong. Coba saya? Kalo saya punya anak serewel itu, meureun ku saya geus dialungkeun.

"Ibu itu anaknya empat, yang TK ini yang bungsu", kata Mama Ila kepada saya, saat saya menyatakan 'kekaguman' saya pada ibu itu.
Wah, anaknya empat, betapa repotnya. Apalagi anak yang bungsu semanja ini.

Kekaguman saya ini ternyata serta merta menjadi rasa kasihan ketika saya mendengar curhatnya di forum konsultasi bersama psikolog.
Betapa tidak, ternyata keempat anaknya sama saja manjanya. Anak tertuanya saja, perempuan, kelas 6 SD, di rumahnya tampak tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan rumahnya. Jangankan membantu, yang ada hanya 'ngerjain' ibunya saja setiap hari. Si Ibu mengeluh capek karena sepanjang hari dia sibuk melayani keempat anaknya.

Jawaban dari Ibu psikolog sungguh mengena. Setidaknya buat saya yang barangkali saat ini mudah-mudahan belum terlambat.
"Ibu harus melatihnya Bu.. Dimulai dari hal-hal yang kecil dulu. Jangan harap anak bisa cuci piring sendiri sebelum dia bisa menaruh piring bekas makannya di tempat cuci piring. Dan jangan harap anak bisa mencuci baju sendiri sebelum anak bisa menaruh baju bekas pakainya di keranjang cucian, tanpa disuruh"
"Untuk melatih tanggung jawabnya terhadap lingkungan rumah, mulailah beri tugas yang ringan, misalnya sebelum tidur diberi tugas mengecek apa pintu depan sudah dikunci. Kalau Ibu konsisten, insyaa Allah bisa Bu.."

Si Ibu pun mengangguk-ngangguk, setengah mikir. Wajar saja kalo Ibu ini merasa berat.Mungkin kebiasaannya memanjakan anak memang berbuah resiko ketidakmandirian bagi putra-putrinya. Berat juga barangkali bagi si Ibu untuk lebih tegas kepada anak-anaknya.
Seperti saya yang sampai saat ini masih berat juga untuk tidak menyuapi Arif. Dia teh kecil kurus gitu kayak ibunya. Kalau makan sendiri, suka sedikit dan tidak habis. Tapi kalau saya suapi, dia bisa makan banyak.

Kata temen saya yang lebih pengalaman, justru Ibu yang sabar adalah yang bisa konsisten dan tegas menerapkan aturan. Bukan Ibu 'siaga' yang selalu siap sedia memberikan dan melakukan apa saja yang dimaui anak-anaknya.

***

Ternyata Arif Sofi-ku bisa juga ya walau masih dalam area mandiri kecil-kecilan.
Mereka dalam beberapa minggu ini mulai bisa menaruh piring dan gelas bekas pakainya di tempat cuci piring tanpa saya suruh lagi.
Hmm.. kapan ya mereka bisa nyuci piring sendiri??

Barudak atuh barudak, sing geura gede sing geura jangkung...
Sing geura mantuan ka nu jadi indung...




***

Rabu, 23 September 2009

mohon jangan lebay, ustadz...

***

Berpisah dengan sesuatu yang menyenangkan memang rasanya berat. Itu pula setiap kali saya rasakan ketika sholat Idul Fitri. Kerasa banget kalo dengan takbir tujuh kali di rakaat pertamanya dan lima kali di rakaat keduanya, maka saya diresmikan berpisah dengan bulan ramadhan. Selalu saja akhirnya ada setitik air mata yang menetes di pelupuk mata ini. Apalagi mengingat limpahan sayang yang Allah berikan pada saya di hari itu, saat saya masih bisa berkumpul dengan keluarga dalam keadaan sehat walafiat, tidak kurang suatu apa.

Entahlah tahun depan, apa anggota keluarga saya masih lengkap seperti sekarang ini. Entahlah tahun depan, apa yang terjadi atas muka bumi yang saya pijak.
dan entahlah tahun depan, apa saya masih hidup.

Lantunan bacaan shalat oleh sang imam begitu indah.
Gak tau apa saya memang lagi mellow atau ustadznya yang top markotop nih. Surat Al Baqoroh awal, barangkali sekitar dua halaman serta surat An Nabaa di rakaat kedua, amat saya nikmati. Bukan karena saya faham artinya, tapi itu lho.. tajwid dan makhorijul hurufnya keren banget. Setidaknya karena saya pernah belajar tahsin walau cuma sampe tahsin 2, tapi jadinya kalo denger bisa tau mana bacaan yang salah dan yang benar. Walaupun belum tentu saya juga bisa melantunkannya dengan seratus persen benar.

Ustadz yang ini .. bacaan sholatnya keren banget lah. Suaranya tidak mendayu-dayu ala musabaqoh tilawatil qur'an, tapi mantep dari awal hingga akhir dengan pengucapan yang sesuai aturannya.

***

Lanjut ke khutbah Idul Fitri.

Saya berharap, kalau bacaan qur'annya bagus, khutbahnya juga bagus.

Hmm.. benar juga ternyata.
Sederhana sebetulnya apa yang beliau sampaikan. Yaitu tentang amalan yang bisa mengalirkan pahala pada kita setelah kita mati, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo'akan.
Temanya biasa banget gitu lho. Tapi karena penyampaiannya tegas mantaf, nteu ngayayay, ya rasanya kok kena banget di hati. Di setiap poin beliau dengan konsisten menjelaskan maksud harfiyahnya, satu contohnya, kemudian hubungannya dengan keluarga Nabi Ibrahim, sehingga di akhir bisa ditarik kesimpulan bahwa setiap poin tersebut telah diajarkan oleh keluarga Ibrahim dan alangkah ruginya bila kita tidak mengamalkannya.

Ah, sederhana.

Salah satu kunci sukses dari khutbah, tentu selain karena keikhlasan yang menyampaikan dan yang mendengarkan, seorang khatib harus selalu berpegang pada alur. Kalo yang dibahas A, B, dan C, cukuplah perluasan materinya di A1, A2, A3, B1, B2, dst..
Tak perlulah jadi sub bab A1.1., A.1.2, bahkan jadi A.1.1.2, B.1.1.2... cape dehhh...

Mungkin juga khatib mesti lihat audiensnya kayak gimana. Kalo pendengarnya adalah jajaran aktivis yang punya waktu dan tenaga banyak untuk 'mengaji', okelah dibawa berpanjang-panjang.
Lha kalo audiensnya kebanyakan ibu-ibu yang pake kerudung aja gerahnya setengah mati,.. bawa anak-anak pula, apa iya bisa nyimak uraian panjang lebar?

Pernah tu' saya menghadiri sebuah pengajian ibu-ibu. Ustadzahnya membahas tentang amalan di bulan ramadhan. Gaya bicaranya menarik, ekspresinya mendukung, dan bahasa tubuhnya bikin gak ngantuk.

Kata beliau:
"Amalan di bulan ramadhan itu yang pertama adalah perbanyak membaca qur'an" (setelah sebelumnya beliau membahas dulu keutamaan bulan ramadhan).

"Adab membaca qur'an diantaranya yang pertama adalah menutup aurat"
Tak lupa beliau menguraikan tentang batasan aurat, bagi laki-laki dan perempuan,
bla..bla..bla..

"Siapa saja yang dinamakan mahram, yang boleh melihat aurat kita? Yang pertama adalah..."
bla..bla..bla...

"Jadi hati-hati ibu, kalau mudik.. di hadapan ipar itu kita harus menutup aurat"
dibahas pula tentang mudik...



Satu jam berlalu. Matahari mulai meninggi dan suasana semakin panas karena ceramahnya diadakan di luar masjid saat dhuha.. lagian ini baru poin pertama. Pertama dari yang pertama.. halah...

Ringtone sms saya pun berbunyi.. dari seorang ibu yang duduknya menclok di seberang saya, agak jauh. "Irma.. smsan aja yuk, saya mulai gak konsen nih, payah banget ustadnya gak tau waktu!"

untung aja saya masih bisa ngakak dalam hati, dan cuma senyum lebar pada penampakannya kepada si ibu yang ngesms.
Ya sudahlah, akhirnya kami sepakat untuk meninggalkan forum pengajian itu, daripada ngedumel gak karuan sama ustadzahnya.
Kesimpulan dari pengajiannya apa? Gak tau!

AstaghfiruLlah..
Istighfar Ier.. istighfar!!
mungkin ini kekotoran hati kami saja, ya Allah..
kami yang kurang ajar, ndableg, gak bisa diomongin dan malah ngomeli sang guru.

Tapi, kalo boleh kami berkilah, .. tolonglah kepada para da'i dan da'iyah.. ustadz dan ustadzah, kalau kasih materi dalam satu waktu, cukup singkat saja, to the point saja, contoh pun satu atau dua saja, sehingga otak kami yang udah karatan ini bisa mengingatnya, dan tubuh yang lemah ini pun bisa mengamalkannya. Lebih baik sedikit dengan satu kesimpulan dan barangkali bersambung di lain waktu, daripada berpanjang-panjang tapi gak jelas apa intinya.

****
Yuk ah, mending kita berdo'a saja semoga para pengajar, dan guru kami, di manapun anda berada, selalu diberi keikhlasan dalam setiap penyampaian ilmunya. Dan kami, murid, pendengar.. apapun lah namanya, diberi kelapangan hati untuk menerima setiap ilmu yang bermanfaat, diberi kekuatan pula untuk mengamalkannya.

Karena ilmu tanpa amal takkan ada artinya..
***

Sabtu, 19 September 2009

Ramadhan 29 -- tamat

***
Busy day..
Menyiapkan lebaran rasanya tak ada habisnya. Dimulai dari mengisi ketupat sampai nyetrika baju buat besok pagi. 30 cangkang ketupat di rumah mertua dan 50 cangkang ketupat di rumah orang tua, kini telah terisi dan tengah tergantung pasrah untuk disembelih besok dan barangkali untuk dua hari ke depan

Rasa syukur pun ternyata tak ada habisnya hari ini. Betapa tidak, saya masih diizinkan olehNya berkumpul dengan orang-orang yang saya cintai. Kedua orang tua, bapak-ibu mertua, suami, anak-anak, kakak-kakak, para ipar dan keponakan yang insyaa Allah besok berkumpul semuanya.
Betapa kurang ajarnya saya jika saya tidak menyempatkan diri untuk sujud syukur atas semua ini.

Ramadhan pun usai, dengan berjuta tekad untuk bisa menerapkan kebiasaan baik yang telah dilatihkan sebulan ini, di bulan-bulan berikutnya. Bangun sebelum shubuh, sholat malam, tilawah Qur'an, shaum, menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat berupa kelebayan, dan tentu saja introspeksi diri serta berbagi hikmah dengan menulis.

Istiqomah....

... adalah hal yang paling sulit dilakukan, sehingga Allah pun mencintai orang-orang yang istiqomah ini. Bersabar taat pada Allah, walau dengan amalan yang kecil tapi terus menerus.

Ada lho satu hari di bulan Ramadhan ini, saat saya merasa benar-benar takut siksa api neraka (waduh.. punten da saya mah makhluk tingkat rendah tea, nyadarnya cuma sehari, segitu juga mending ada nyadarnya )

Neraka!! Setitik iman di hati ini -dengan dosa yang menggunung- setahu saya, amat memungkinkan kalau saya dicuci sementara waktu di neraka, baru boleh masuk surga. Itu pun bila saya beruntung mendapatkan setitik rahmat dan kasih sayangNYA.

Tak ada yang tahu, berapa lamakah 'sementara waktu' pembersihan diri di neraka itu..
Sedangkan saya, diberi sakit dismenore saja sudah kalang kabut.. apalagi disiksa di akhirat???

Saat berpikir seperti itu memang saya merasa amat sangat bodoh, merasa amat tidak sabar untuk bisa taat pada Nya. Mengorbankan sesuatu yang amat indah tak terhingga, hanya untuk kesenangan duniawi yang cuma seujung kuku.
Rasanya ingin menyumpahi diri dengan kata-kata yang lebih kasar dari bodoh dan goblok.

Pernah seorang teman apoteker saya yang kecewa dengan kinerja asistennya di apotek.

Si pegawai ini kalau nerima gaji kok ya gak pernah kelihatan bersyukur. Dari obrolannya selalu saja dia tampak merasa kurang, kurang, dan kurang. Udah gitu teh, bukannya dia menggiatkan kinerjanya, malah ngelayanin apotek semakin asal-asalan, dan banyak ngelamunnya. Padahal kalau saya nilai, gaji si asisten ini cukup. Lumayan besar malah.

Teman saya kesel banget sama asistennya ini. Yang tadinya mo naikin gaji, ngeliat dia gak bersyukur dan gak sabar kayak gitu .. gak jadi deh ngasih tambahan gajinya. Bawaannya malah pengen mecat aja.

Heu.. mendengar cerita itu saya jadi merasa tersindir. Saya yang tidak bersyukur atas limpahan kasih sayangNya, dan bukannya tambah rajin ibadah, malah makin asal-asalan dan banyak 'ngelamun'nya... bagaimana dengan Allah terhadap saya?
Kali Allah juga yang tadinya akan memberi rezeki yang lebih, ya ditahan dulu aja.
Bawaannya pengen mecat saya juga kali?

Allah, ke mana saya pergi jika dipecat oleh Mu???

Maafkan hamba jika berkata seperti ini, Allah...
Amarah-Mu tak kan terbayangkan, dan limpahan kasih sayang Mu pun tak ada batasnya.
Hanya saja makhluk bodoh seperti hamba ini cuma bisa mengerti dan percaya bila melihat sesuatu dengan kasat mata.
Setitik keimanan ini belum juga bisa memahami segala yang Kaumaksud dalam firmanMu.

Belum ngeh juga sama yang namanya pahala dan dosa, karena kedua benda itu tidak tampak masuk dan tidak juga tampak keluar dari dompet saya.
Belum ngeh sama yang namanya surga dan neraka, karena setiap hari yang saya lihat dan rasakan adalah dunia.

Di penghujung Ramadhan ini saya tak pernah merasa bisa meraih bahagia dariMu bila mengandalkan segala amal ini.
Amal apa coba? nothing, dodol!!

Hanya saya berharap setitik saja kasih sayangMu, bisa membawa saya bahagia. Semoga ada satu saja amalan saya yang bisa meneteskan kasih sayangMu itu.

Berkumpul dengan keluarga, berkumpul dengan orang yang dicintai, betapa bahagianya.
Tak terbayangkan bila saya bisa berkumpul seperti ini juga di syurgaMu kelak.



Di akhir serial ramadhan ini, saya ucapkan TaqabalaLLahu minna wa minkum, -sebuah do'a yang mesti diamini dengan khusyuk-, tidak sekedar untuk send to all, dan tidak untuk diamini dengan hanya menekan tombol2 hp/keyboard.
semoga amal ibadah kita semua diterima oleh Nya.
Aamiin ya rabbal 'aalamiin.

Semoga kita semua disampaikan ke Ramadhan tahun depan dan semoga nanti saya bisa menulis lagi serial ramadhan yang lebih sarat dengan hikmah di sini, di blog ini, di.. 'hanya berbagi'.



mangga.. mangga.. dileueut heula caina...ulah tararegang kitu ah..pan lebaran urang teh

AlhamduliLlaah...

***

Jumat, 18 September 2009

Ramadhan 28 -- jelang lebaran

***
Grrrrh.. baru tau kalo suamiku hari ini libur. Jadi bingung saya.
Enaknya kan kalo suami libur saya juga libur?! Sementara anak-anak juga udah jelas libur.
Sementara saya udah merencanakan hari ini di apotek sampe jam 3 sore

Diapain dong ya suami dan anak-anakku? Masa' dibekel ke apotek.. kasian.

Belom lagi bingung mo lebaran di mertua atau ortu. Saya udah netral aja sih, perasaan sama aja koq mo sholat ied di mana.. Cuma memang sejak saya nikah, saya gak pernah lagi sholat ied bareng mamah bapak. Tahun ini kebetulan ada adek iparku yang gak jadi pulang ke rantaunya, tapi lebaran di Bandung (di rumah mertuaku).. so...

.. kalo menjelang lebaran malah disibukkan hal-hal yang gak penting! Mikirin acara hari H, hari H+1, H+2... mana belom jelas juga hari H nya tanggal berapa. Mikirin hari H pake baju yang mana, buat sendiri buat suami, dan buat anak-anak.. juga hari H+1 kalo ke mana-mana pake baju yang mana lagi....
Bekel-bekel.. beres-beres...mikirin makanan pula....

Huduhhhh ... ibu-ibu pisan ya?
Gak heran kalo saya dan teman-teman sebayaku begini saat Ramadhan dan lebaran seringkali merindukan jaman mereka masih gadis. Yang selama Ramadhan dan Syawal cukup memikirkan dirinya sendiri serta lebih khusyu dalam ibadahnya.

Hmm...mungkin karena kebanyakan kita tidak faham akan arti ibadah yang sesungguhnya kali ya? Terlalu berpikiran romantis sehingga ibadah cuma dinilai dari seringnya i'tikaf, khatamnya Al Qur'an, dan panjangnya roka'at dalam sholat.
Bisakah kita berpikir jika ibadah itu tersedia dalam berbagai pilihan? Ada yang memang dipilihkan dan ada pula yang kita bebas untuk memilihnya. Tinggal kita mengkhusyukkan, memulainya dengan basmalah dan menjaga keikhlasannya tanpa melupakan ritualnya.

Karena apapun kita bagaimanapun kita, raqib dan atid tak kan pernah lelah mencatatnya


Eh, waktu gadis juga pan saya gak ikhlas-ikhlas amat.. ngerjain ini itu kadang sambil lihat-lihat 'dia' ada apa enggak. Kalo ada seneng, kalo enggak jadi kecewa.
....Nah loh.. mendingan sekarang atuh
....semoga gak pengen kepuji siapa-siapa deh sekarang mah.. insap!!

***

Kamis, 17 September 2009

Ramadhan 27 -- kopi darat

***
"FB, mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat", suamiku bilang gitu, kata Rena..

hehe.. bener juga. Kalo udah fesbukan, Rena jadi deket sama saya dan kami malah nyuekin suami masing-masing

Rena adalah satu dari beberapa orang yang saya kenal di dunia maya. Ada yang ketemu di fb dulu, di milis dulu, di ym dulu.. barulah ketemu orangnya.
Pas ketemu, jadi lucu aja, jadi langsung akrab, pun kadang sedikit meleset dari bayangan.
Setelah ketemu, jadi lebih dekat lagi rasanya.

Rena, adalah istri dari teman saya sewaktu SMA yang bernama Pitut, dengan tulisan kerennya Pitoetz. Saya baru ketemu mereka barusan.
Saya sama Pitut? Temen biasa aja koq ..swear.. sempet deket sih dulu.. deketan bangku..
Haha.. tenang Reeeeen... dulu terlalu banyak yang lebih 'iya' dari Pitut

Latar belakang kenapa Rena mengadd saya pun saya gak begitu jelas. Tapi ya sudahlah. Pitut patut berbahagia melihat saya dan istrinya rukun

Begitu pula dengan Dyne. Ketemunya pertama kali di ym, dikenalin temen. Sering chattingan sampai masalah pribadi, .. baru setengah tahun kemudian kami ketemu. Berasa aneh aja waktu ketemu, sedikit meleset dari bayangan saya.
Lebih cantik...

Mbak Iin.. kakak angkatan. Ketemu di milis alumni, yman sejak setahun yang lalu, tapi tetep aja sampai sekarang belom pernah ketemu. Kemaren Mbak Iin ini sampe nelpon saya, pengen tau suara saya kayak gimana.
Lembut kan Mbak?


Yang cowoknya.. mm.. ada Ahmad dan Bayu yang ketemu di FB. Sering chattingan selama setahun ini, tapi belom pernah ketemu langsung sampai sekarang.
Sama dua yang ini gak ketemu juga gak apa-apa lah. Khawatir benar-benar meleset dari bayangan saya

AlhamduliLlaah.. sering online ternyata silaturahminya semakin lebar ya. Semoga rezekinya juga semakin kenceng.
Contohnya saya.. dapet batik kaltim deh dari Rena
Bagus bangeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet.... Makasih ya Reen, makasih ya Pituut... JazakumuLlahu khairan katsiira

***

Rabu, 16 September 2009

Ramadhan 26 -- sedih

***
Ugh.. entah kenapa dari pagi bawaannya sedih aja.
Gak deng, gak entah kenapa, karena saya memang tau koq kenapa saya sedih.
Cuma gak bisa aja saya ceritakan di blog ini.

Secara garis besar, biasanya yang bikin saya sedih adalah karena saya sudah melanggar aturan. Entah itu aturan yang dibikin sendiri, ataupun memang jelas-jelas aturan dari Allah yang saya terobos begitu saja.

Kuncinya memang harus konsisten, sabar, itu aja sih, dan ketika akan melanggar aturan, mestinya ingat bahwa setelahnya pasti saya akan sedih seperti ini lagi.

***

Semoga Allah memberi setitik ampunan Nya untukku..
agar aku bisa bahagia lagi sepenuh hati.
...maafkan hamba...


***

Selasa, 15 September 2009

Ramadhan 25 -- aura liburrrr

***
Entah dengan aura ini saya mesti senang apa sedih ya. Koq rasanya selalu saja tiap akhir Ramadhan begini banyak sedihnya?
Terutama memang karena meninggalkan ramadhan. Mau banyak mau sedikit ibadahnya, mau sadar atau tidak akan arti ramadhan, bulan berkah ini selalu menyenangkan rasanya.

Sementara di apotek, kerasa banget aura mudik dan liburnya. Bikin gak betah pokonya.
Para sales mulai membagikan pengumuman libur sekaligus bertanya apotekku liburnya sampe kapan. Para pelanggan mulai bela beli obat dan suplemen keperluan mudik, dan bertanya juga apa saya mudik.
Heu..serasa ditinggal gitu

Orang-orang pada pergi sementara daku di Bandung aja. Gak ada yang dikangenin gak ada juga yang ngangenin. Paling banter ntar ke Pangalengan, itu pun barangkali sekedar menengok korban gempa di sana. Suasananya pasti gak enak buat ber'hari raya' (baca: senang-senang).
Selebihnya? sepertinya cuma di rumah di rumah dan di rumah. Tidak terlalu banyak juga saudara yang harus dikunjungi. Biasanya semua berkumpul pas hari H.

Hmm.. hmm.. enaknya bikin rencana dan targetan ya buat libur lebaran ini? Agar ketika rutinitas bergulir kembali, saya mempunyai sesuatu yang baru... atau barangkali sesuatu yang lama tapi telah tertata dengan lebih rapi..

Iya ah.. kita merenung dulu atuh yuk.. (alasan buat nundutan terus tidurrrrrr ) -kenapa kalo abis buka selalu ngantuk-
***

Senin, 14 September 2009

Ramadhan 24 -- duh.. waktuuuu....

***

Kenapa rasanya waktu begitu sempit...
mungkin karena baru nyadar aja ya, begitu banyak ternyata hal yang harus saya lakukan.
Yang harusnya saya lakukan dari dulu, bukan hanya ketika ramadhan ini...


AlhamduliLlaah, diberi Nya saya kekuatan dan kesehatan...


***

Sabtu, 12 September 2009

Ramadhan 22 -- Sofi juara !!

***

***
Rasanya aneh nama anakku dipanggil ke panggung untuk mendapatkan piala.
Yup. Sofi memperoleh piala juara III Lomba Tafizh Qur'an dan juara II Lomba Busana Muslim Putri, pada pesantren Ramadhan di sekolahnya

Bangga? Mm.. iya sih, alhamduliLlah. Tapi rasanya kebanggaan itu menyisakan banyak lecutan di hati.

Menang lomba tahfizh? Gubrak dah...


Serasa Allah mengingatkan saya kalau saya punya anak-anak cerdas yang punya potensi besar menjadi hafizh dan hafizhah, tapi selama ini tidak saya sadari dan tidak saya asah mereka.
Sudahlah, barangkali sayanya sendiri tak usah dibahas. Sebagai seorang tua renta dan banyak acara, rasanya untuk jadi seorang hafizhah... mmm....
Tapi anak-anakku? Segala puji bagi Allah yang mengaruniai saya Arif dan Sofi yang cerdas, mudah menangkap penjelasan, dan memiliki kemampuan menghafal yang tinggi.

Saat ini hafalan juz amma Arif sudah memperoleh skor yang sama dengan saya. Malah dia hampir nambah satu poin di atas saya kalau saja saya tidak ikut menghafal.

Sekolah Arif menargetkan tamat SD tamat hafalan juz amma. Tidak berat, insyaa Allah.
Mungkin berbeda dengan sekolah lain yang menargetkan tamat SD tamat hafal 5 juz.

Saya dan suami memang tidak menargetkan anak menjadi hafizh hafizhah. Lebih ke .. menjadikan anak faham Al Qur'an.
Sementara suamiku sudah memberikan teladan yang baik buat anak dan istrinya. Yeah, walau bukan penghafal Qur'an, setidaknya suamiku gape bahasa Arab. Jadinya kalau ada yang bacain ayat, otomatis ngerti.

Cuma tak ada salahnya bila saya menanamkan cinta menghafal Qur'an ini untuk Arif dan Sofi ya? Sebelum faham, ya hafal dulu saja.
Nyuruh anak menghafal Qur'an, gak mungkin banget kalo saya sebagai Umminya, tidak memberi contoh.
Naaaaaaaaaaaaaaaah.. beratnya di situuuuuuuuuuuuu....

***

Dan Sofi pun kembali tampil sebagai juara II Lomba Busana Muslim.

Tadi pagi saya memang coba mendandani anak perempuanku ini. Not bad...
Sebuah prestasi buat saya yang biasa dengan penampilan asal-asalan dan seadanya. Ternyata bisa juga ya ndandanin anak

Ehm.. ehm....
Tetep aja postingan ini mesti diakhiri dengan do'a, mumpung Ramadhan:
Semoga Shofiyyah Mutiara Tsabita-ku yang saat ini mendapat dua piala, kelak menjadi seorang muslimah yang tegar dan kuat, indah luar dalam bak mutiara.
Aamiin..

Pialamu tidaklah ada artinya tanpa hikmah di baliknya, sayang...
untukmu dan untukku...
..dan untuk semua yang memberi selamat padamu tadi..


***

Jumat, 11 September 2009

Ramadhan 21 -- nambah anak (?)

***
Hari ini jadi baby sitter dadakan. Ponakanku Thaariq gak ada yang jagain, sementara mamanya, eyangnya, dan wayahnya ada urusan ke luar. Abinya? Kan gak ikut ke Bandung.

Berhubung cukup dilengketi oleh Thaariq, maka saya pun terpilih untuk menjaganya sementara waktu. Apotek saya titip-titip aja..

Saya pun standby di rumah mertua dari jam 7 pagi.
Hehe, apakah ini pertanda agar saya nambah anak lagi? Apalagi Arif dan Sofi tampak lebih dewasa di depan Thaariq.... Jadinya oke tuh.
Momong bayi memang pekerjaan paling melelahkan sekaligus paling menyenangkan di muka bumi ini. Kadang rindu melihat bayi, apalagi anak satu setengah tahun yang lagi belajar bicara seperti Thaariq. Lutjuuu....

Karena sehari-hari di 'negara asal'nya ponakanku ini gaulnya sama bule, dia logatnya udah 'nginggris' banget. Yang saya ngerti cuma fish.. horse.. who has.. dan selebihnya dia cuma waswiswus tanpa saya mengerti
.. dasar si Uwa oon.

Tapi tiga minggu di Indo, dia mulai ketularan logat sunda dari saya sebagai uwanya, si sunda asli. Kalo seminggu lagiiiii aja dia deket saya, bakal keluar tuh 'mah','teh' dan 'atuh' nya...

Heu, sayang dia bakal pergi lagi ahad ini. Padahal T udah lengket sama saya, dan lebih-lebih lagi, lengket sama suamiku, yang gak mau dipanggil Pak Dhe, tapi Om.. Dasarrr..
Aneh juga lihat ada anak kecil yang lengket sama suamiku. Biasanya pada mabur semua.
Apakah ini pertanda juga?


Banyak anak, sedikit anak.. perasaan udah jadi bahan diskusi yang cukup alot di kalangan ibu-ibu beranak dua, yang pasti berakhir dengan kembali pada pemahaman masing-masing, dengan prinsip jangan sampai sedikit anak karena takut kekurangan rezeki. Pokonya kudu nyambung ka Allah-na.

Sementara saya sendiri sekarang.. ngurus dua anak oge dibantu ku angin..
Kelabakan lah.. belom sanggup buat nambah lagi.
Saya khawatir aja kelak meninggalkan generasi yang lemah. Pemahaman saya mah Rasul ingin memperbanyak umatnya, ya umat yang gimana dulu. Kalo umatnya salah asuhan, lemah pendidikan, tidak kuat mental, sepertinya Rasul SAW pun tidak akan suka.

Iya kah?

Wallahu a'lam.

(Tapi kalo suamiku mau.. yeah.. aku pun mau)

Kamis, 10 September 2009

Ramadhan 20 -- tiga puluh dua tahun

***
Glugggg... 32 taoooon!!! Tua amat gw yak!
Pengennya masih 22 gitu, heuheu... Kalo 22 sich, itu jamannya saya dikecengin banyak orang.. xixi... dan the winner is Mas Wiska yang berhasil mengkhitbah dan menikahi saya di usia itu.
32 mah.. euleuh..ini mah atuh jamannya saya dituakan oleh banyak orang.. hahaha....

Meskipun di facebook tanggal lahir saya udah disembunyikan, tapi tak urung penggemar ternyata masih membludak .. hehe.. makasih ya...

Sori ni posting maksa banget.. gak sempet euy.. asa rariweuh

bersambung (?)

Rabu, 09 September 2009

Ramadhan 19 -- pengen kaya

***
Hmmm... karena menerima titipan zakat infaq shodaqoh dari temen-temen, saya jadi iri nih...
kalian itu.. kalo udah urusan ZIS, hebaaaattttt!!!!

Pengen saya sebutin namanya satu-satu, tapi pasti pada keberatan ya..
Adaaa, berapa orang tuh, sekitar 5 orang lah yang saya tau penghasilannya di atas rata-rata dan memang ZISnya pun sebanding besarnya.

Buat saya nilai ZIS segitu .. gede bangettt. Ratusan ribu keluar dari dompet kalian dengan begitu ringannya, zakat maal per bulan 300-500ribuan, dan bahkan ramadhan ini ada yang mengeluarkan sampai satu juta rupiah untuk zakat maal. Waw!! SubhanaLlaah..

Beberapa bulan lalu, saat saya menggalang dana ta'ziyah untuk keluarga Alm.Rika Hafsyah teman sebangku saya, seorang teman sekelas (laki-laki) mengabarkan bahwa dia telah mentransfer uangnya sebesar dua juta rupiah lewat rekening BCA suami saya.

Sampai saya pengen teriak....
ARE YOU SURE???
DUA JUTA??


Sampai saya nginget-nginget..
rasanya gak pernah ada hubungan istimewa apapun antara Alm.Rika dengan si teman laki-laki ini..
duuhhhh.... si Ier keterlaluan amat ya jalan pikirannya !! *istighfar*

Heuheu... bersyukur sekali saya punya teman-teman yang kaya raya juga dermawan...
AlhamduliLlaah.. alhamduliLlaah.. alhamduliLLaah..

Penghasilan kalian berapa digit sih...

hehe.. gak penting...

Berharap saja agar suatu saat nanti saya bisa jadi orang kaya juga, yang bisa memberi banyak kepada orang-orang yang membutuhkan. Berharap bisa banyak beramal dengan harta yang dimiliki, seperti kalian semua.



Insyaa Allah titipan teman-teman akan saya sampaikan pada yang berhak. Bukan saya pribadi tentu yang menyalurkan, tapi saya serahkan lagi pada lembaga yang saya percaya untuk menyalurkannya.

Terimakasih juga atas kepercayaan kalian pada saya, sementara saya hanya bisa memanjatkan do'a saat ijab qabul:

AlhamduliLlaahi rabbil 'aalamiin. AjarakaLlaahu fiimaa a'thaita waja'alahu thahuuraa wa barakalaka fiimaa abqaita.
Semoga Allah memberi pahala terhadap apa yang telah engkau tunaikan dan menjadikannya pensuci serta memberkahi engkau dalam harta yang menjadi milikmu.
Aamiin.


Hanya Allah yang bisa membalas kebaikan kalian dengan berlipat ganda.
JazakumuLlahu khairan katsiiraa.

Semoga di negeri ini semakin banyak muslim dan muslimah kaya raya yang banyak amalnya seperti kalian ...

Insyaa Allah, Aamiin

***

Selasa, 08 September 2009

Ramadhan 18 --- ...

***
Banyak mulut yang ingin bicara tapi begitu sedikit telinga yang mau mendengar
Bicara agar dicintai, mendengar untuk mencintai..
Barangkali saya memang ditakdirkan
hanya untuk mendengar..

***

Senin, 07 September 2009

Ramadhan 17 -- setia sampai mati

***
Tetangga sebelah rumah orang tua saya meninggal tengah malam tadi.
InnaliLlahi wa inna ilaihi raaji'uun.

Almarhum adalah ayah dari sahabat saya semasa kecil dulu, dan dengan keluarganya saya sudah seperti saudara sendiri.
Jadi ya memang sedih juga mendengar kabar ini. Namun mengingat 'penderitaan' beliau melawan penyakitnya, sepertinya semua juga yakin bahwa dipanggilnya almarhum oleh Allah SWT adalah yang terbaik.

Sakitnya sudah lama, sekitar lima tahun lalu.
Kelumpuhan otot motorik yang amat perlahan tapi pasti, menggerogoti tubuhnya.
Heu.. nama penyakitnya aneh lah. Mau saya googling juga keburu lupa namanya. Kabarnya tergolong penyakit langka, dan tidak menular. Penyebabnya pun tidak diketahui dengan pasti.

Berawal dari lengan yang tidak bisa diangkat. Hanya pergelangan tangannya saja yang bisa bergerak, dan masih bisa jalan-jalan.
Lama-lama beliau hanya bisa duduk. Ke mana-mana mesti pake kursi roda.

Selanjutnya merambat ke arah leher, mulut.. dst-dst.. sampai beberapa hari lalu saya tengok beliau sudah tidak berdaya di tempat tidur, dengan makanan dimasukkan lewat hidung melalui selang sonde.

Seminggu yang lalu kalau tidak salah, saya terakhir menengok almarhum.
Berkesan karena nengoknya barengan dengan mantan guru ngaji saya waktu kecil, Pak Dedi, yang sejak 'pensiun' sebagai merebot di masjid terdekat, beliau diterima sebagai guru di Tasikmalaya.

Kalo ketemu guru ngaji teh ya.. sok sur ser.. apalagi sama Pak Dedi. Kenangannya banyaaak pisan. Jaman saya SD gitu.. yang ngasih tau masalah fiqh dasar, tajwid dasar, sejarah Islam, cerita nabi dan sahabat, ya beliau itu. Bertahun-tahun pula.

Kami beda usia sekitar.. mmm.. berapa ya.. 10 tahunan mungkin. Karena kalau tidak salah saya kelas 3SD, beliau kuliahan. Saya panggil bapak sama beliau, beliau panggil saya 'ade'.
Saya dan sahabat saya putri almarhum itulah yang paling dekat dengan Pak Dedi ini.

Waktu kami menengok, istri almarhum sedikit 'mengeluh' sambil berkaca-kaca di depan saya dan Pak Dedi.
"Kenapa harus saya ya Pak Dedi, yang dapat cobaan ini.. Bapana kieu teh abdi janten teu tiasa kamana-mana. Sok asa sorangan. Hoyong pangaosan oge teu tiasa"

Maklumlah ibu ini ketiga anaknya tinggal di Jakarta. Di sini beliau hanya tinggal dengan suami dan pembantunya. Para tetangga saja yang bisa membuat hari-harinya lebih berwarna selama lima tahun terakhir ini. Termasuk saya.. hehe...
Saya sih cuma menyuplai obat-obatan yang diperlukan oleh almarhum semasa hidupnya. Dan terakhir kemarin akhirnya saya hanya bisa mengirim kue mari untuk dijadikan bubur.

"Insyaa Allah Bu, barangkali nanti ibu dipilih Allah untuk ditempatkan di syurga yang tertinggi", jawab Pak Dedi sambil tersenyum menanggapi keluhan si Ibu.
Selain bicara tentang syurga, apalagi coba yang bisa membuat Ibu ini tersenyum?
Kalau saya yang bilang tentang syurga, pasti garing. Kalo Pak Dedi yang bilang, rasanya nyess gitu ke hati. Pak Dediiii.. ... (lhoooooo???)

Seringkali saya memuji betapa sabarnya ibu dari sahabat saya ini mendampingi suaminya saat kelumpuhan demi kelumpuhan menjelang.

Ah ya, syurga bagi para istri yang setia pada suaminya, mendampinginya hingga ajal menghampiri, demi meraih ridha Allah dan ridha suami.

Saya? Akankah saya sesabar itu?

Barangkali kalau suamiku masih ganteng dan tiap bulan gajian kayak sekarang mah asik-asik aja ya mendampinginya
Sementara Ibu ini harus mendampingi suami yang asalnya gagah, kemarin hanya tampak tulang berlapis kulit saja. Yang asalnya berambut lebat, kemarin tak sehelaipun rambut menempel di kepalanya. Tiap detik harus dilayani pula segala keperluannya.

Kalau bukan karena ikhlas, apalagi ya yang jadi modal istri agar kuat mendampingi suami hingga akhir hayatnya?

Cinta? .. ah enggak.. lebih tepatnya sayang kali ya kalo udah nikah bertahun-tahun kayak aku begini.
Tapi da sayang juga butuh keikhlasan...
Seringkali cinta ingin berbalas, dan sayang pun ingin disayang balik.

Kalau gak ikhlas?

ya...... B E T E

***

Akhirul posting, ..semoga Allah kelak mempertemukan kembali mereka berdua di jannahnya..dalam keadaan bahagia yang tak kan terbayangkan...

dan saya pun ingin menjadi seorang istri yang ikhlas..

..semoga


Allahumma Aamiiin


Minggu, 06 September 2009

Ramadhan 16 - .....

***
... kemarin diuji dengan dismenore yang amat sangat sakit, dan aneh pula. Anehnya apa gak usah dibahas lah.
Hasil ujiannya sepertinya TIDAK LULUS karena saya bener-bener hilang kendali kemarin.. panik karena sakit tidak mereda, dan tidak lancar pula.

Awal terasanya justru waktu saya menyetir hendak mengantar sofi sekolah. Di jalan udah tungteng nahan sakit. Jadi kayak di film eksyen, Irma si buronan yang kabur pake mobil tapi sempat tertembak polisi di bagian perut.
Minum obat, mendingan.

Balik ke rumah mertua, sofi langsung diajak pergi wayah, eyang, tante, arif, dan papanya. Syukurlah mobil penuh, jadi ada alasan buat saya gak ikut. Cuma mau belanja aja koq.

Di rumah, sendirian, sakit lagi. Telpon kesana kemari cuma buat mengalihkan agar konsentrasi tidak ke rasa sakit yang diderita. Makasih yaa buat yang saya telponin. Lagi kondisi kayak gitu enaknya memang ditemani biar secara psikis gak ikut sakit juga. Maaf kalo ada kata-kata yang tidak berkenan karena nelpon sih nelpon tapi pikiran amburadul. Yeah, saya kan nelponin orang yang saya yakin dia bisa ngerti saya

Suami pulang saya langsung nangis sambil memeluknya... cengeng banget yak.
Tapi emang kali ini aneh banget sih. Dah minum obat pun sakitnya gak hilang.
Jadi ya boro-boro bisa nulis. Online pun gak kuat..

AlhamduliLlah akhirnya hari ini 'lancar'. Walaupun masih sakit, tapi hati lega. (hehe.. Lita yang ngerti nih. Sori ya Ta, saya gangguin)

Biarlah, tulisannya cuma segini aja. Hari ini padat acara pula. Semoga dikuatkan. Aamiin..

***

Jumat, 04 September 2009

Ramadhan 14 -- sayang mertua

***
Heu.. sekarang terdampar di rumah mertua lagi. Mau acara penyambutan. Udah beli sop buah banyak-banyak, plus satu ekor ayam bakar pringgodani.. ehh, jadinya buka cuma bareng Arif yang alhamduliLlah hari ini tamat puasanya.
Sepi.
Malah sekarang belom pada dateng pula..

Suamiku minta izin buka bersama di rumah temennya. Bapak Ibu mertua, adek ipar dan ponakan ternyata buka di jalan. Yup, setelah dua minggu di jakarta, mereka akhirnya pulang lagi ke Bandung. Prajab adek iparku sudah selesai.

Dipikir-pikir kangen juga ya sama keluarga suamiku itu. Kangen direcoki.. hehe.
Kangen dipanggil-panggil dari bawah sama Ibu, disuruh makan ini itu. Kangen sama senyum bapak..

Iya alhamduliLlah, saya diberi mertua yang amat baik hati. Meskipun secara karakter dan kebiasaan, saya berbeda dengan mereka, berbeda suku pula.. tapi ya karena sikap mereka yang tegas tapi toleran, disiplin tapi juga demokratis, saya hampir tidak pernah merasa 'bermasalah'.

Jadi ingat waktu saya dikhitbah Mas Wiska bulan Mei tahun 2000. Waktu itu kami berkeras tidak mau tukar cincin. Pokonya gak ada cincin tunangan!
Bid'ah !
Orang tua pun mengalah.

Namun ketika saya bertandang ke rumah ini setelah khitbah (ngapain ya waktu itu.. pokonya cari alasan biar bisa ke sini.. hehe)
Saya dipanggil Ibu ke kamarnya:
"Ir, pake aja cincin Ibu ya!", kata beliau sambil mengambil salah satu cincinnya dari kotak perhiasan, dan memasangkannya di jari saya.
Kegedean tentu saja. "Dililit benang aja, biar cukup", kata beliau lagi.

Kalau dikasih cincin sama calon mertua, gak apa-apa kaaaan...

Eh, itu mereka datang...alhamduliLlaah...
... off dulu

***

Kamis, 03 September 2009

Ramadhan 13 -- orang ketiga

***
Hah? Anang-KD cere???? ... eh... salah.. mestinya

Ada orang ketigakah? masalah hartakah? KD sudah tidak taatkah pada suaminya?

Apa urusan gw ya.
Yang jelas saya jadi pengen juga ngebahas tentang orang ketiga dalam rumah tangga kita.
Orang ketiga berbentuk PIL atau WIL mah udah biasa, gak usah dibahas lagi kan?

Tapi orang ketiga dalam bentuk lain?
Tentu saja ada.
Malah barangkali di rumah tangga kita ada orang ketiga, keempat, hingga belasan orang.

Siapa?

****

"Mati gaya, Teh.."
tulis seseorang di chatting windownya dengan saya, beberapa waktu yang lalu.
"Masa ngejemur baju aja gak boleh sama bapak mertua saya, dan jadinya dia yang ngejemurin baju?? Masa iya saya relakan baju dalam saya dijemurin sama bapak mertua?"

Setengah geli setengah kasihan saya pada teman saya ini. Segala macem gak boleh dikerjain di rumah mertuanya. Sampai masalah jemur baju sekalipun!! Padahal temanku itu perempuan!
Sejak menikah beberapa bulan lalu, memang temanku ini mesti rela diboyong suaminya ke rumah mertuanya.
Dan dari awal hingga sekarang, satu ketidakenakan ke ketidakenakan lainnyalah yang dia rasakan. Mertuanya ini memang 'terlalu baik' barangkali ya, sampai temanku itu bingung mengartikan kebaikannya.

***

"Ibu harus punya otoritas," kata seorang psikolog di forum konsultasi sekolah Sofi kemarin, kepada salah seorang orang tua siswa yang bertanya.
"Tidak boleh ya tidak boleh Bu, Ibu harus punya aturan pada anak. Tegas. Konsisten".

"Tapi anaknya memberontak terus Bu, nangis kalo dilarang", jawab si orang tua.

"Ya Ibu harus mulai dari sekarang untuk tegas. Semakin dia besar semakin susah lho Bu.. memperbaikinya", saran dari psikolog lagi.

"Begini Bu," kata si orang tua siswa ini pada Ibu psikolog, mencoba mamaparkan lagi kondisi keluarganya.
"Di sekeliling rumah saya itu tinggal neneknya, uwaknya, emang bibinya. Jadi di komplek situ mayoritas keluarga saya Bu.." kata si orang tua bernada mengeluh
"Jadi kalo sama saya dilarang, dia lari ke rumah uwaknya atau neneknya, dan mereka ngebelain"

Ibu Psikolog pun tersenyum sambil berkata sambil tersenyum miris.
"Di situlah akar permasalahannya, Bu.."

Si Ibu manggut-manggut sedih...looks like asking just for sure...

***

Saya sendiri, walaupun dampaknya tidak terlalu besar, tentunya pernah mengalami saat otoritas saya sebagai orang tua direcoki oleh orang ketiga dan kesekian ini. Banyak orang bilang kalau saya itu enak karena tinggal satu kota dengan orang tua dan mertua. Kalo lebaran gak usah mudik, dan kalo ada perlu bisa nitipin anak-anak.

Dari sisi itunya barangkali iya. Tapi di sisi lain pun tak urung juga, tetep aja ada cobaannya...

Belum mood untuk cerita tentang apa yang saya alami, gimana enak gak enaknya intervensi orang tua dan mertua dalam kehidupan rumah tangga saya. Yang jelas, saya jadi bisa menyimpulkan bahwa sebagian besar korban dari orang ketiga jenis ini adalah pihak istri.

Saya jadi geli sendiri setelah membaca sebuah tulisan di "Laa Tahzan for mothers", tulisan karya Mariskova (Lingkar Pena). Hampir mirip dengan cerita recok merecoki yang saya alami.
Mariskova dalam tulisannya sampai berandai-andai jika saja ada sekolah ibu, saking bingungnya dia menghadapi apa kata orang.

"Bila sekolah itu benar ada, alangkah indahnya hidupku sebagai seorang lulusan sekolah ibu. Setiap kali ada masalah, aku tinggal mengecek solusinya di buku panduan menjadi ibu. Bila ada yang bertanya mengapa aku melakukan sesuatu terhadap anakku, aku tinggal menyodorkan buku panduan itu. Bila ada yang komplain dengan tindakanku terhadap anakku, aku bisa berlindung pada daftar referensi buku-buku resmi menjadi ibu itu. Bila aku bingung apa yang harus dilakukan dalam satu kejadian, aku tinggal mencari solusinya di daftar isi buku menjadi ibu"

Hahaha.. beneran deh.. apa yang dia bilang sempat juga terlintas dalam pikiran saya saat saya diberi saran ini itu, terutama dalam hal mendidik anak oleh orang tua dan mertua...

***

Perempuan, terutama setelah menikah, memang menghadapi banyak hal yang tidak pasti, yang kadang indikatornya cuma perasaan. Variabel yang banyak membuat mereka makin tidak pasti lagi. Solusinya pun terkadang hanya dengan menangis sebentar saja, setelah itu mereka bisa tertawa lagi..

***

Ya sudahlah, wahai para istri di manapun anda berada, namanya hidup punya keluarga yang sayang sama kita, resikonya memang direcoki. Bisa positif, bisa negatif.

Untuk meminimalisir sisi negatifnya tentu saja kita harus hidup berumah tangga terpisah dari mereka. Walau tali silaturahmi harus tetep nyambung.

Punya rumah sendiri mestinya jadi cita-cita setiap pasutri. Agar setiap anggota keluarga bisa menjalankan kewajiban dan menerima hak dengan sebaik-baiknya. Utuh sebagai seorang istri, sebagai seorang suami, dan sebagai adik atau kakak.

Gak mudah memang, tapi kalo niat, insyaa Allah bisa.
Kakakku sendiri yang kasih contohnya. Belasan tahun menikah, setelah nikah langsung 'bawa kabur' istri dengan penghasilan yang tak seberapa, dan baru dua-tiga tahun (?) terakhir ini diizinkan Allah bisa punya rumah atas hasil jerih payahnya sendiri. AlhamduliLlah.

Selama belum bisa, dan masih numpang di rumah mertua indah (dengan berbagai alasan tentunya), maka bersabarlah. Jadikan syukur dan cinta sebagai perisai kemarahan. Menangis diam-diam pun tak ada salahnya, yang penting komunikasi dan keterbukaan dengan suami masih bisa dijaga.

***

Jadi apa hubungannya dengan Anang-KD??
Ah, itu kan cuma buat ngeramein aja.. Anang-KD cerai, bumi pun bergetar...
.................................................Dasar geje