Kamis, 28 Agustus 2008

gadis on time, nikah in time, punya anak OUT TIME!

Tak kuasa aku menahan tangis.
Bukan apa-apa.. kesel sama Arif.
Jam menunjukkan pukul 06.50 pagi.
Kami sekeluarga ditunggu teman-teman di jatinangor.
Family gathering, acara jalan sehat.
Janjiannya... jam 07.00!!!

Sementara Arif berkeras untuk menyelesaikan puzzle 'transformers'nya.

"Udahlah Riiif.... kita kan udah telat!!", kataku agak keras.
"Nggak, Arif mau nyelesaiin ini dulu!", Arif keukeuh.
Adiknya cuma nonton.
Suamiku mencoba bersabar,"Ya udah, sok ditungguin..", katanya.

Arif yang ngerasa ditungguin gitu jadi makin stress menyelesaikan puzzle nya.
Akhirnya dia nangis, dan mengacak-acak puzzle yang sebetulnya tinggal dikit lagi jadi.

Aku kesal bukan kepalang... udah gak berani ngomong lagi, takut jadi main bentak.
Dan akhirnya memang kami sekeluarga terlambat sampai ke sana.

Harus nyusul... hiks..hiks... aku salah perhitungkan waktu!
-------------------------------

Tepat waktu bagiku sekarang memang tidak semudah saat masih gadis.
Karena waktu masih gadis, variabelnya cuma satu. Aku sendiri.
Jam berapa aku bangun, jam berapa aku mandi dan makan, jam berapa aku berpakaian dan jam berapa aku berangkat.
Semua kulalui dengan cukup baik. 97 dari skala 100.
Teman-temanku ketar ketir kalo janjian denganku karena aku pasti marah kalo sampai terzhalimi gara-gara keterlambatan mereka. Ketika kutanya teman2ku, kelebihanku apa, maka jawaban mereka sama semua.
Ier suka tepat waktu.

Pasca menikah, variabelnya jadi dua.
Aku dan suamiku.
Masih cukup mudah melaluinya, meskipun aku harus mendorong2 suamiku biar cepet mandi.. hehe...

Dan setelah punya anak...., fh... manajemen waktu harus semakin terasah.
Variabelnya jadi tiga, dan jadi empat, setelah punya anak pertama dan kedua.
Sama sekali tidak mudah, tapi tentu saja aku harus bisa. Punya anak bukan alasan keterlambatan. Kitanya yang harus lebih cerdas dan gak lelet.
Caranya, ... ya harus menyediakan space waktu luang untuk antisipasi kerewelan dan unpredictable moment lainnya yang muncul dari anak-anak.
Setelah anak-anakku kini sekolah, maka bila aku bangun jam 04.30, itu udah kesiangan banget.
Aku harus siap duluan. Nyiapin keperluan suami pergi kerja. Mandi duluan, makan duluan. Baru bangunin anak-anak. Bikin susu, ngegodog air buat mandi, mandi, makan, .... dst sampai jam 07.00 pas, kami harus sudah siap keluar rumah.
Maklum suamiku berangkat kerja jam 05.20. Maka aktivitas persiapan sekolah mesti kulakukan sendiri.
Telat di aku, maka pasti jadi telat di suami dan anak-anak... dan pasti juga seharian itu aku bete karena merasa bersalah.

--------------------------------------------

Bapakku memang sangat keras dalam urusan waktu. Dan ibuku adalah sebaik-baiknya ibu yang membuat anak-anaknya tidak pernah terlambat satu kalipun pergi ke sekolah, dan tidak pernah satu kalipun berangkat tanpa sarapan.
Aku ingin seperti mereka, yang bisa mengenalkan pentingnya waktu kepada anak-anakku.
Karena keterlambatan akan membuat kita tak bisa dipercaya.
Karena keterlambatan berarti kelalaian kita atas amanah.
Karena keterlambatan berarti menzhalimi diri sendiri dan orang lain.
Dan kini aku masih suka kesal pada orang-orang yang tidak tepat waktu, apalagi yang datang terlambat tanpa meminta maaf... Hm... ta' kemplang tu orang.
Hati-hati aja kalo janjian sama yang namanya Irma ya!!

Rabu, 13 Agustus 2008

gede-gede kok belum nikah

"Umi, papah udah nikah belom?", Arif-ku melontarkan pertanyaan yang pasti bikin aku mikir -... apa maunya ni anak-

"Ya uddah laah... makanya ada arif juga", jawabku sambil senyum.
"Kalo Bu Desi (gurunya, bukan nama sebenarnya-pen) belum nikah da..."
"Hehe.... terus hubungannya apa... ", rada bingung saya
- maksud lo, papah mau dikawinin ma bu desi?- haha tentu saja aku gak nanya gitu ke arif.
Arif terus diem... tapi sepertinya masih ingin lanjutkan obrolan tentang 'nikah' itu.

Karena tertarik, aku kemudian memancingnya...
"Emang arif nanya ke bu desi? Kok arif tau bu desi belum nikah?"
"Bu desi yang bilang sendiri"
"Gimana bilangnya?"
"Tiap abis sholat bu desi suka bilang ke anak-anak - anak-anak, doain ya biar bu desi cepet nikah"

.... spontan aku ketawa...
"Umi... apanya yang lucu?", tanya arif serius.
"Ya lucu aja," sulit aku menerangkan, kenapa aku ketawa sampe terpingkal-pingkal begitu.
"Karena bu desi gede-gede belum nikah ya Mi?...hahaha...", arif mencoba nyambung sama uminya, ikutan ketawa....

hahaha.... tambah sakit perut saya ketawa....

Iya, iya Bu Desi...Ummi Arif ikut mendo'akan, semoga Bu Desi cepat menikah... amiin.

Minggu, 10 Agustus 2008

PUBER

Di tengah obrolan itu, aku hanya bisa termangu. Membayangkan betapa masih panjang perjalananku menjadi seorang Ibu. Insyaa Allah, bila aku dan anak-anakku masih diberiNya usia.

"Masuk SMP biasa... anak saya kok jadi susah sholatnya"
"Kalo anak saya alhamduliLlah, gak pernah ketinggalan sholat. Malah dia protes karena baju SMP nya pake celana pendek"

Begitu sepenggal obrolan teteh-teteh yang baru memasukkan anak-anaknya ke SMP, dari sebuah SD Islam di Bandung.

"Terus anakku teh jarang banget keluar rumah... senengnya baca, di kamar terus!"
"Eh, hati-hati loh... sekali-kali kudu ditoong, dia lagi ngapain"
"Heu euh nya? Bisi masturbasi..."
"Udah mimpi belom?"
"Udah cenah"

Hii... geli ah, aku jadi bergidik denger2 kata yang agak-agak gimana itu.
Tapi ya gimana lagi, itu jadi masalah mereka dalam menghadapi anak-anaknya yang beranjak dewasa.

"Eta bapana nu kudu ngadeukeutan... kalo suami saya antara magrib dan isya suka ngebahas satu ayat alQur'an sama anak-anak. Satu aja, terus ditulis di papan tulis dan dibahas. Hasilna nya lumayan lah mudah-mudahan aya tilasna"

Ya.. ya.. - aku cuma bisa nimbrung dalam hati- intinya memang adalah kedekatan kita dengan anak-anak. Bagaimana agar mereka bisa menganggap kita sahabat tanpa meninggalkan rasa hormat. Bagaimana agar aku dan suamiku sebagai orang tua bisa percaya pada anak-anak kami, dan anak-anak pun bisa percaya pada kami.
Percaya bahwa kami tak kan mencela, tapi memberi masukan.
Percaya bahwa kami tak kan mengekang tapi memberi pilihan.
Percaya bahwa kami tak kan pernah mengelabui mereka.

Maka saat ini adalah saat di mana kami harus membangun semua itu.
Membangun kedekatan, membangun kepercayaan, menanamkan aqidah.
Agar kami bisa saling percaya atas dasar bahwa kami adalah makhluk yang selalu dilihatNYA.
Agar kami bisa berkumpul kembali, kelak - di jannah NYA.

-Sedikit nyeleneh... gw pikir kalo anak-anak dah masuk SMP.. gw bisa nyantei...
Eh, ni kayaknya masalah anak mah gak akan ada abisnya ya...-

Kamis, 07 Agustus 2008

Butuh Penyaluran

Baru nih bikin blog. Berhubung gaptek jadi minta diajarin ma Dika buat mulai.
Ceritanya butuh penyaluran, soalnya suka pengen nulis nulis nulis nulis...
Biar bisa berbagi dengan temen-temen, yang biasanya suka sama tulisan saya.heheh.. geer amat.
Thanks ya Dika...